-7-

41 10 0
                                    

*Author pov

JaeHyun memutuskan untuk ikut bersama JiWon ke café milik JoonYoung untuk menemaninya sampai selesai membantu JoonYoung. JaeHyun hanya bisa memperhatikan dari sudut café, JiWon sedang sibuk mengantarkan pesanan.

JaeHyun terus memperhatikan JiWon dan JoonYoung secara bergantian sambil melipat kedua tangannya.

JaeHyun melirik ke secarik kertas yang ada diatas mejanya, "Tanpa adanya tanggung jawab, kau tidak bisa mengendalikan dirimu." Tuan Aimster...

***

JiWon baru saja selesai membersihkan meja-meja di café, sementara JoonYoung sudah membalik tanda bahwa café sudah tutup.

"Terima kasih sudah membantuku lagi." Kata JoonYoung sambil menghampiri JiWon yang sedang meletakkan serbet di troli pembersih.

"Tidak masalah. Aku senang membantumu." Tanggap JiWon dengan senang.

"Ini hari terakhir kau akan membantunya." JaeHyun tiba-tiba muncul dan memberikan tatapan tajam kearah JoonYoung.

"Apa yang sedang terjadi?" Tanya JoonYoung yang terlihat bingung dengan situasi ini.

JaeHyun menyunggingkan senyum sinis kearah JoonYoung, "Berhentilah berpura-pura. Aku sudah muak melihatnya."

"Apa kau mengenal JoonYoung?" Tanya JiWon yang ikut bingung dengan yang terjadi saat ini.

"Kau akan berhenti menjadi temannya. Kau sudah terlalu banyak membantunya sebelum dia membunuhmu."

JiWon membelalakkan matanya, "JoonYoung tidak mungkin..."

"Apa kau tidak mempercayai sahabatmu sendiri, JiWon-ah?"

"Aktingmu terlalu bagus, Greyvond..."

"Hahahahaha... Ah, Terrowin..." JoonYoung bertingkah seperti orang yang sudah tertangkap basah melakukan sesuatu namun masih tersenyum seperti tidak melakukan apa-apa. "Terrowin... Penuh dengan rasa penasaran dan mempertaruhkan hidupnya demi sesuatu yang disebut... Cinta?"

"Seharusnya aku membunuhmu saat aku punya kesempatan." Tanggap JaeHyun dengan dingin.

"Apa kau pernah punya kesempatan itu? Hm? Tenang saja, Terrowin... Aku sahabat JiWon. Sahabat tidak akan melukai sahabatnya, bukan?" JoonYoung merangkul JiWon tiba-tiba. Namun JiWon dengan cepat melepaskan tangan JoonYoung dari pundaknya. Kini wajah JiWon perlahan berubah ketakutan. JiWon tanpa sadar sudah berdiri lebih jauh dari JoonYoung sekarang dan berlindung dibalik JaeHyun.

"Kau lebih mempercayai pria yang baru saja kau kenal? Dibandingkan aku yang sudah menjadi sahabatmu selama 5 tahun?"

"Jangan berani-berani menyentuhnya."

"Aaaahh! Aku lupa!" JoonYoung tertawa sekilas. "Aku lupa kalau mereka akan datang." JoonYoung menunjuk kearah pintu masuk café. Sontak JaeHyun dan JiWon menoleh kearah yang sama. "Selamat bersenang-senang. Aku baru saja membersihkannya. Jangan membuatnya berantakan lagi." JoonYoung berlalu begitu saja sambil mengangkat tangannya tanda berpamitan. Dia melewati BlackGuard begitu saja.

"JaeHyun-ah... Apa yang harus kita lakukan?" JiWon yang ketakutan tetap berlindung dibalik JaeHyun.

"JiWon-ah... Apa kau pelari yang baik?" Tanya JaeHyun tiba-tiba.

"Apa? Apa maksudmu?"

"Iya atau tidak? Jawab pertanyaanku. Kita tidak punya banyak waktu."

"Tidak..."

JaeHyun menghela nafas berat, "Baiklah, kalau begitu aku harus menyelesaikannya disini. Berlindunglah dibalik meja kasir. Kau tidak ingin melihatnya."

"Kalian tidak akan membawaku hari ini, ataupun JiWon." JaeHyun memegang erat sebuah bangku disana. Sedangkan tangan lainnya mengeluarkan sesuatu dari saku mantelnya.

JaeHyun melempar bangku besi yang dipegangnya kearah salah satu BlackGuard dan membuatnya terpental jatuh. Kemudian dengan cepat JaeHyun meraih bangku bar di belakangnya dan melemparkannya lagi kearah BlackGuard lainnya. JaeHyun melompat masuk ke balik meja kasir dan mulai menembaki para BlackGuard satu persatu. Peluru yang meleset langsung memecahkan kaca-kaca café. JaeHyun yang kehabisan peluru langsung membuang senjatanya dan mulai memikirkan cara lain.

"Tetap disini." Kata JaeHyun kepada JiWon yang masih meringkuk dibalik meja kasir. JiWon hanya bisa membalasnya dengan tatapan khawatir.

JaeHyun mengambil beberapa pisau makan dari laci di dekatnya dan melompat keluar lalu melayangkan tendangan ke salah satu BlackGuard hingga tersungkur dan langsung menancapkan pisau yang dipegang ke lehernya. Tersisa dua lagi BlackGuard yag masih hidup, JaeHyun melemparkan sisa pisau yang dimilikinya ke salah satu BlackGuard yang mendekat kearahnya dan tepat menancap di leher dan perutnya.

"Kelihatannya kau sudah kehabisan senjata?" Kata salah satu BlackGuard yang datang mendekatinya. JaeHyun terlihat sangat panik dan mencari-cari sesuatu yang bisa digunakannya. Tapi yang tersisa hanya bangku dan meja café.

Dengan mulai putus asa JaeHyun melemparkan bangku-bangku kearah BlackGuard terakhir namun BlackGuard itu terlalu kuat dan berhasil menghidar dan menepisnya. Tiba-tiba saja BlackGuard terakhir mencengkeram leher JaeHyun dan mendorongnya ke dinding. JaeHyun mulai merasakan nafasnya sesak. BlackGuard itu terlalu kuat untuk merasakan pukulannya saat ini yang mulai kehabisan tenaga.

"Sangat memalukan kalau aku harus mati di tangan pelanggar hukum sepertimu." Katanya kepada JaeHyun sambil menyeringai dan tidak melepaskan cengkeramannya justru malah memperkuatnya. "Mungkin aku akan menghantuimu sepanjang hidupmu kalau sampai aku terbunuh olehmu."

"Uhhukkk! Uhuuuukk!!" JaeHyun berusaha mengatakan sesuatu dengan sisa tenaga yang dimilikinya. " Kalau begitu... Uhhhuukkk! Uhhhuukkk!! Kau bisa mulai menghantuiku malam ini." JaeHyun menancapkan pisau ke leher BlackGuard terakhir. Dia ternyata menemukannya beberapa saat lalu di sisi lain saku mantelnya. Cengkeraman di lehernya perlahan melonggar bersamaan dengan darah yang terpercik ke wajah JaeHyun.

JaeHyun jatuh terduduk di lantai sambil masih terbatuk dan berusaha mengatur nafasnya.

JiWon segera berlari kearah JaeHyun setelah mengintip dari balik meja kasir dan memastikan keadaan sudah aman.

"Apa kau terluka?" Tanya JiWon dengan rasa khawatir.

"Aku tidak apa-apa." Jawab JaeHyun kemudian tersenyum sekilas untuk menenangkannya. JaeHyun berusaha untuk berdiri. "Kau tidak boleh menyentuhku." Kata JaeHyun sambil menjauhkan lengannya saat JiWon akan membantunya berdiri.

"Ah, aku lupa. Maafkan aku." JiWon pun sedikit menjauh dari JaeHyun yang hanya bisa mengandalkan tembok disebelahnya untuk berdiri.

"Apa kau baik-baik saja?" Tanya JaeHyun yang dibalas dengan anggukkan pelan dari JiWon.

"Aku akan memanggil taksi untuk pulang. Kau tidak mungkin jalan kaki atau naik bus dengan keadaan seperti ini."

***

Untouchable: The Sin of LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang