SEPULUH

68 9 4
                                    

HAPPY READING SAYANG 😘😘

******

     KINI Dhea tengah menonton televisi dikamar Adit bersama Fian. Rencana mereka berdua kali ini adalah membuat kamar Adit menjadi berantakan. Adit sudah tidak mempermasalahkan hal itu. Ia hanya pasrah karena kedua adiknya semakin hari semakin gila.

   "Bang,lo tau nggak?" tanya Dhea sambil bersandar di bahu Fian.

    "Kagak."

    "Gue belom selesai ngomong." ujarnya kesal sambil mencubit perut Fian.

    "Apaan sih? Kayak penting banget?" Fian mulai terpancing dengan topik pembicaraan.

    "Banget. Lebih penting dari yang terpenting."

    Fian memutar bola matanya malas. "Apaan dah?"

   "Tadi mas Adit bawa ceweknya kesini." ujar Dhea setengah berbisik agar Adit tidak mendengarnya. Namun,Adit masih bisa mendengar apa yang kedua adiknya bicarakan. Mereka tengah membahas tentang dirinya. Daripada ia selalu kalah melawan adiknya,ia memilih untuk diam sambil melirik tajam kearah mereka.

    "Serius?" teriak Fian yang membuat Adit memutar bola matanya malas. "Cantik nggak? Kok gue nggak tau sih? Seharusnya lo foto terus tunjukkin ke gue. Gue juga pengen tau kampret." lanjutnya.

    "Cantik banget. Lo sih,ngapain juga lo main sama temen-temen lo yang setengah gila itu." jawab Dhea.

    "Kalian apaan sih? Hobi banget ngerumpi. Kebiasaan banget kalo disekolah suka nimbrung." sahut Adit yang sudah jengah setengah mati.

    "Apaan sih mas? Nggak boleh suudzon tau. Lagian yang kita omongin kan bener." bantah Dhea. Ia menjulurkan lidahnya dan dibalas pelototan oleh Adit.

    "Kalian nggak usah sok tau. Itu temennya mas." bela Adit.

     "Temen tapi sayang-sayangan kan? Salah mas sendiri,kenapa mas kenalin mbak Calista ke Dhea. Dhea sebagai adik yang baik harus melaporkan semua hal kepada abang yang paling gila ini. Ya kan bang?" Dhea semakin memojokkan Adit.

     "Terserah kalian lah. Sekarang kalian silahkan keluar dan masuk ke kamar masing-masing." usir Adit.

    "Main usir aja. Nggak sopan banget sama adek." gerutu Fian.

    "Elu yang nggak sopan sama kakak,bego!"

*****

    Kini Dhea sedang sarapan bersama kedua kakaknya. Jangan tanyakan mereka makan apa. Mereka hanya makan roti dan segelas susu. Kadang Dhea merindukan ibunya. Setiap malam ia selalu berdoa agar ibunya cepat pulang.

    Ia beranjak dari kursi dan mengambil tasnya. Disusul oleh Fian yang berlari kecil sambil mengejarnya. Ya. Semenjak kedua orang tua mereka pergi keluar kota beberapa hari yang lalu,mereka sedikit akur walau terkadang mereka masih bertengkar karena hal sepele.

    Motor Fian melaju dengan kecepatan sedang membelah jalanan Jakarta pada pagi yang cerah ini. Kepergian orang tua mereka memberi dampak positif bagi Fian. Ia sekarang selalu bangun pagi dan tidak pernah terlambat ke sekolah. Walaupun setiap hari ia selalu membolos.

    Dhea turun dari motor Fian saat mereka sudah berada diparkiran sekolah. Seperti biasa,banyak mata yang memandang Dhea secara terangsang ataupun secara diam-diam. Namun,Dhea tidak pernah menanggapinya.

    Saat sampai didepan kelasnya,ia melihat seseorang yang familiar baginya. Ia tersenyum tanpa dosa kearah Dhea. Bukannya terlihat manis,malah memberi kesan jijik bagi Dhea.

    "Hai cantik!" sapanya.

    "Sok kenal lo!" sinis Dhea.

     "Makanya kenalan biar kenal."

     "Sorry,next time aja,oke!" balas Dhea sambil berjalan melewati seseorang tersebut tanpa menghiraukan panggilannya.

    Seseorang tersebut berhasil membuat mood Dhea berantakan pagi ini. Bagaimana tidak? Dhea baru saja sampai didepan kelasnya,namun seseorang tersebut tersenyum menjijikkan kearah Dhea. Siapa lagi seseorang tersebut kalau bukan si biang kerok Rey.

    "Kenapa sih? Murung mulu lo." tanya Riana penasaran karena raut wajah Dhea yang tidak seperti biasanya.

    "Tuh,di kampret Rey didepan kelas sambil senyum-senyum kek orang gila. Jijik gue liatnya." jawab Dhea sambil bergidik jijik.

    "OMG! Lo kenapa melewatkan momen paling berkesan sih? Jarang banget tau gue disenyumin kak Rey. Malah kalo gue pikir-pikir nggak pernah." ujar Riana yang membuat Dhea memutar bola matanya malas.

    Entah kenapa Dhea selalu merasa sebal jika berhadapan dengan Rey. Dari tampangnya saja sudah seperti orang polos yang amnesia. Otaknya hanya diisi oleh pikiran-pikiran mesum. Maka dari itu ia tidak pernah setuju jika Fian berteman dengan Rey. Fian sudah gila. Jika ia berteman dengan Rey,ia akan semakin gila. Dhea tidak mau jika Fian masuk rumah sakit jiwa. Siapa yang akan bertengkar dengannya jika Fian masuk rumah sakit jiwa? Membayangkan itu saja sudah membuat Dhea menggelengkan kepalanya.

     "Dhe,ada yang ngasih lo coklat nih!" ujar salah satu siswi yang satu kelas dengan Dhea sambil membawa coklat.

    Dhea pun menerimanya. Demi apapun,ia sangat suka dengan coklat. Ia suka makanan manis. Ia tidak akan menolak pemberian siapapun. "Dari siapa?" tanyanya.

    "Kakak kelas yang tadi duduk didepan kelas." jawab siswi tersebut.

    Dhea ber-oh ria. "Makasih ya."

   Siswi tersebut mengangguk dan kembali ke bangkunya.

   "Dari siapa?" tanya Dira yang baru saja datang.

   "Si kampret."









_______________________

745 kata

Update lagi kan?

Ngetik semalem langsung selesai😪

Ak mau ngebut😪Mei harus udah selesai ☹️

Doain biar dedemit yang ngelarang ak buat update cepet-cepet ilang☹️

Jan lupa follow Instagram kita:

@sherlyfitri_
@aboutsherly
@ardheamyesha_p
@reyadhiyastha_
@alfian.adriano

Thank you beb😘😘

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 03, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ArdheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang