Sudah satu bulan di rumah sakit, akhirnya Qanita dibolehkan untuk pulang ke rumah.
Siang hari, tiba-tiba mendung datang tanpa di undang, Qanita yang baru saja pulang dari rumah sakit hanya bisa memandang mendung itu dibalik jendela ruang tamunya. Ia memandangnya penuh penghayatan, teringat akan kenangan hujan di bulan November tahun lalu, saat itu ia masih bersama dengan suaminya, memandang hujan bersama dengan kopi panas dan sekotak coklat sambil merangkai kata perihal hujan. Ia masih ingat sekali ketika itu hujan turun dengan derasnya mencoba melawan batasan daun-daun dan jalan.
Ia bangkit dari duduknya dan memandang hujan dari balik jendela. Dan berkata tanpa memandang kekasih hatinya yang termangu
"Kasih, apa kau melihat hujan diluar?
Ia datang tanpa diundang, pergi tanpa permisi
Tentang bagaimana ia memilih jatuh dan menjadi tetes hujan
Aku tak dapat menjelaskannya padamu
Yang aku tahu, hujan itu penuh ketulusan
Sebab ia berani jatuh berkali-kali hanya demi perintah-Nya
Titah untuk memberi kesejukan pada tiap-tiap insan manusia"Layaknya aku yang tak bisa memilih pilihan lain selain jatuh.
Jatuh cinta padamu berkali-kali.
Ketahuilah sayang, aku bisa jatuh kepadamu berkali-kali lipat dari hujan yang turun ke bumi.
Hanya untuk memberimu sedikit kesejukan dikala kamu merasa lelah
Tapi sayangku, aku tak seutuhnya sama seperti hujan
Sebab aku datang karena kamu memanggil hatiku
Dan aku tidak akan pernah meninggalkanmu.
Tak akan pernahTiba-tiba belahan jiwanya memeluknya dari belakang sambil berbisik,
"Dan aku layaknya bumi tempat kau berpijak, sekalipun aku tak akan membiarkanmu berdiri sendiri meski dunia mencoba meruntuhkan dirimu, aku akan tetap memelukmu dan membantumu berdiri kembali, aku akan tetap membersamaimu seterusnya" Sembari mengecup pucuk kepalanya lama.Setelah beberapa saling memeluk, mereka saling pandang, ada setitik rasa yang tak bisa mereka artikan sendiri, keduanya lebih memilih menyerahkan semua rasa kepada Allah.
Lama sekali ia termangu di depan jendela memandang mendung yang tak kunjung hujan itu. Hingga ia tak menyadari bahwa ada orang yang sedang memandanginya dengan harapan bahwa kakaknya bisa melupakan masa lalu nya yang kelam dan kembali menata hidup baru bersama seseorang yang lebih mencintai dan menghargai kakaknya dari dirinya sendiri.
Bukan hujan yang turun melainkan air matanya, ia menangis mengingat janji manis di dinginnya hujan saat itu, tak bisa ia pungkiri bahwa dadanya terasa sesak mengingat itu dan harus menerima kenyataan bahwa ternyata kini janji itu tinggal kata yang dihempas angin, berlalu begitu saja. Sempat ia membenci takdir, tapi apa salah takdir dalam masalah hatinya kini? Ada yang mengatakan semua ini hanyalah masalah waktu, biarkan waktu melumpuhkan kenanganmu perlahan, tapi jam, hari, minggu hingga bulan, kenangan itu enggan pergi dari ingatan. Pada akhirnya semua hanyalah tentang melupakan.
Faris mendekati kakaknya dan menepuk pundaknya pelan, memberitahunya bahwa Dzuhur sudah lewat 15 menit lalu dan Qanita belum melaksanakan salat Dzuhur
"Eh? Faris" Qanita terperanjat
Faris tersenyum sembari berjongkok di depan kakaknya "Kakak belum salat Dzuhur"
"Ah iya kakak lupa, daritadi malah melamun disini" kekehnya pelan dengan tatapan penuh makna ke arah adiknya itu, adik yang paling disayanginya. Dalam keadaan seperti inilah, adiknya yang paling mengerti perasaan-keadaannya.
Dalam sekejap ia menangis dalam pelukan adiknya. Faris mengusap pundak kakaknya pelan, ia tahu kakaknya sedang mengingat masa lalu nya dulu, bahkan saat pandangan kakaknya tertuju kepada mendung ia sudah menerka itu.
Qanita masih menangis tapi tidak sekencang tadi, ia bertanya kepada Faris "Faris? Kenapa kakak harus mengalami luka seperti ini? Apakah Allah tidak menyayangi kakak lagi? Kenapa Faris? Kenapaaa!"
Tangisnya yang sebelumnya mereda, sekarang kembali pecah. Faris tidak menjawab apa-apa, ia telus mengelus pundak kakaknya, mencoba mengirimkan ketegaran kepada Qanita.
Qanita mulai melepas pelukannya, dan menatap Faris, Faris balik menatap Qanita tersenyum lembut dan menghapus air matanya. "Kakak belum salat"
"Ah iya, kita malah bermain drama di sini" ia tertawa pelan, mencoba menghilangkan jejak-jejak air mata di pipinya. "Tolong bantu kakak wudhu Ris"
Faris dengan sigap membantu kakaknya berdiri dari kursi roda. Memapahnya pelan ke kamar mandi.
###
Hujan mulai turun, membasahi setiap inci bumi. Daun-daun dan jalan turut basah, hujan menyapanya berulang kali tak kenal jeda. Di sudut ruangan ada seseorang yang memperhatikan kakak-beradik itu, hatinya ikut perih melihat adegan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kenangan di Bulan November
EspiritualSekelam dan seburuk apapun masa lalu, masa depan tetaplah baik. Karena waktu telah menjadi penentu skenario-Nya Kita hanya diminta untuk bersabar dan ikhlas menerima ketetapan-Nya. Dituntut untuk senantiasa bersyukur atas segala kehendak-Nya. Sebab...