((Writer Point of View))
Jumat, 1 Februari 2019
Bekasi, 20.00 WIB
Sesampainya dirumah, Edrea merebahkan dirinya diatas kasur yang tidak terlalu empuk dikamarnya. Matanya menghadap langit-langit yang dihinggapi sarang laba-laba tipis, nampaknya laba-laba pantang menyerah itu kembali merakit lagi setelah 3 hari lalu Edrea merusak sarangnya dengan sapu ijuk. Tiba-tiba Edrea merasa iba pada laba-laba yang menumpang dikamarnya itu. Tidak banyak yang ia kerjakan dikantor hari ini selain mendalami dokumen-dokumenpedoman perjanjian yang tempo hari diberikan Pak Cahyo kepadanya.
Ponsel Edrea berdering kencang, temannya meneleponnya.
"Kak Jeni? Kakak ga apa-apa?" Tanya Edrea
"Dre, orang tua ku berantem lagi. Aku ga kuat. Ayahku ngelempar vas bunga, kedengarannya pecah. Ibu ku masih tidak mau melawan. Dre, aku harus apa?" Ucap Jeni lewat sambungan telepon, ia salah satu pegawai di divisi aksesibilitas udara, teman geng pecah belah Edrea
"Kak Jen, tenang kak. Kakak sekarang dimana?" Tanya Edrea, yang tiba-tiba merasa kacau dan hampa tidak karu-karuan. Ia merasakan sesak didadanya, pusing dikepalanya sampai ada perasaan ingin bunuh diri. Edrea sibuk meyakinkan dirinya kalau Jeni akan baik-baik saja, Jeni tidak akan bunuh diri.
"Di Kamar, Dre." Jawab Jeni lalu diiringi isakan tangis tragis
"Kak, tarik nafas. Kakak baik-baik aja, kok. Mamah dan Papah kak Jeni juga baik-baik aja. Kakak tau kan mamah dan papah kakak sayang sama kakak? Kak Jeni, you are fine." Edrea mencoba menyadarkan Jeni dari trauma parahnya yang memang suka tiba-tiba datang saat ia mengalami tekanan, padahal tadi siang Jeni baik-baik saja dikantor.
"Dre, suaranya makin kencang. Aku gak bisa...." Jeni tidak melanjutkan kalimatnya kecuali isakan dan teriakan yang jelas terdengar tertahan sesuatu, mungkin Jeni menutup mulutnya dengan bantal
"Kak Jeni, aku kesana!" Sahut Edrea yang langsung menyambar kunci motor dan tas kerjanya yang berisi dokumen pedoman perjanjian yang masih belum selesai ia baca. Edrea langsung memacu kendaraannya ke arah utara melawan dinginnya angin malam ditemani sinar rembulan demi sampai kerumah Jeni yang jarak nya sampai 7 kilometer.
Kedua orangtua Jeni meninggal 6 bulan lalu dalam kecelakaan tunggal di ruas jalan tol selepas pertengkaran besar, semua orang menduga pertengkaran dipicu oleh kehadiran wanita lain. Jeni membenarkan hal itu, ia masih dalam selimut dendam, duka dan kekecewaan besar terhadap orang tuanya, terutama ayahnya. Ia masih belum bisa menerima kenyataan kalau ia jadi anak yatim piatu saat ini. Ia kehilangan sosok yang paling ia percaya didunia ini, ibunda nya. Sampai akhirnya, sebulan yang lalu ia bisa mempercayai junior dikantornya yang berstatus magang itu, Edrea.
Malam ini, Edrea menghabiskan waktunya dirumah Jeni yang sedang kacau. Sesekali Edrea mencuri waktu untuk mendalami kembali dokumen perjanjian demi keberhasilan debut karir pertamanya.
Satu jam Edrea menenangkan Jeni, Jeni berhasil tenang. Tapi perasaan buruk dihati Edrea masih belum mereda sedikitpun. Ia tidak dapat mengartikan perasaan yang satu ini.
"Perasaan siapa ini?" Batin Edrea heran dan tersiksa.
****
Minggu, 3 Februari 2019
Di teras rumah Jeni, 08.00 WIB
Terhitung 3 hari 2 malam Edrea menginap dirumah megah milik mendiang orang tua Jeni. Semenjak kedua orangtuanya meninggal, Jeni hanya tinggal bersama 2 kakak perempuannya yang berprofesi sebagai pramugari dan satu asisten rumah tangga. Kedua kakak nya jarang ada dirumah, Jeni tidak dekat dengan asisten rumah tangga nya. Ia tidak tau harus cerita kepada siapa. Sebulan yang lalu ia putus dari pacarnya, setelah ia mendapati pria yang disayanginya itu berselingkuh dengan wanita lain. Sebulan yang lalu juga, Jeni mendapatkan seseorang yang tulus mau menjadi temannya yaitu Edrea.
"Dre, besok kita makan siang sama geng pecah belah ya! Kamu aku traktir, jangan khawatir." Kata Jeni
"Mbak Mayang udah masuk ya besok. Wah asik ditraktir." Ucap Edrea yang sedang memundurkan motornya mengarahkannya keluar dari rumah Jeni
"Iya, kita harus kumpul lagi. Anyway, terimakasih ya Dre udah bantuin aku." Ucap Jeni sambil membukakan gerbang rumah raksasa nya itu agar Edrea bisa mengeluarkan motornya
"Santai ah Kak. Anyway, Ingat pedoman hidup kita ya kak!" Ujar Edrea sambil mengacungkan jari telunjuk nya ke udara
"Ikhlas hanya untuk orang kuat dan aku orangnya!" Ucap Edrea dan Jeni berbarengan
****
Senin, 4 Februari 2019
Kantor Instansi Kementerian, saat jam istirahat
Mayang, Jeni dan Edrea seharian bercengkrama tidak terpisahkan, berjalan bersama, makan bersama hingga mengusili Bayu bersama dengan meminta laki-laki cadel itu untuk melafalkan nama Edrea. Pemandangan langka itu mampu menggemparka hati siapa saja yang melihatnya. Pasalnya bukan perkara mudah mendekati sosok Mayang yang sangat tertutup, dan bukan perkara kecil menerima sosok Jeni sebagai teman mengingat ia suka tiba-tiba menangis tanpa alasan. Pertemanan ketiganya melahirkan pertanyaan besar dibenak setiap pegawai tanpa terkecuali.
Kabar besar ini menyebar cepat, yang secara otomatis mendongkrak popularitas Edrea sebagai anak magang ajaib. Edrea menjadi pusat perhatian di lantai 16 saat ini. Banyak pegawai yang penasaran dengan sosok Edrea, kabar ini bahkan terdengar oleh tiga teman kampus Edrea yang masih berada di Medan itu. Antena di kepala Edrea langsung mengisyaratkan ada beberapa ancaman yang mengarah padanya, ia harus lebih hati-hati.
Perasaan buruk yang sejak hari Jumat ia rasakan sedikit memudar setelah geng pecah belah mengusili Bayu. Edrea masih belum paham sebenarnya apa maksud dari perasaan yang ia tangkap. Sudah 4 hari belakangan, ia melawan perasaan ingin bunuh diri itu, ia melawannya bukan untuk dirinya tapi untuk orang lain, yang sampai sekarang belum ia ketahui milik siapa.
"Mbak Mayang, Kak Jeni, aku harus paham dokumen-dokumen ini, untuk lusa." Jelas Edrea sambil mengeluarkan map hitam dari laci meja kerjanya
"Oh ini proyek yang kamu bilang kemarin kan?" Tanya Jeni
"Tepat banget nih buat kamu proyek nya. Kamu suka dunia penerbangan kan? Kamu bakal bolak-balik ke markas airlines Elang Indonesia! Puas-puasin deh liat pesawat." Ujar Mbak Mayang yang saat ini duduk di meja kerja Edrea
"Gua langganan bolak-balik ke markas Elang Indonesia." Sahut Bayu dari balik meja kerjanya
"Banyak Pilot ganteng ya Bay?" Tanya Jeni yang membuat seisi ruang kerja tertawa
"Yeeee, gua ga perhatiin lah. Gua mah liatnya pramugari sama front office nya yang cantik-cantik." Bayu sibuk menyelamatkan harga dirinya
Seiiringan dengan bantahan Bayu, Edrea merasakan perasaan getir pedih dihatinya. Edrea tidak mau menyia-nyiakan keadaan, dengan cepat ia melihat ekspresi Bayu yang saat ini sedang tertawa. Dengan cepat, mata Edrea menyadari kalau tawa itu palsu. Pertanyaan besarnya sejak 4 hari yang lalu kini terjawab, ada satu jiwa manusia lain yang ia rasakan perasaannya. Antena dikepala Edrea selalu menangkap sinyal paling kuat, kali ini ia menangkap perasaan Bayu yang sedang dalam masa AWAS dan ada diskala warna merah. Ia mengakui kalau perasaan Bayu salah satu perasaan terburuk yang pernah ia rasakan.
"Suasana ruangan ini ga pernah sehidup ini sebelumnya." Ucap Mayang dan pegawai lainnya dalam hati mereka masing-masing dengan rangkaian kata yang berbeda-beda.
Disisi lain, ada satu jiwa yang merasa hampa karena terlalu paham akan sesuatu yang wajarnya tidak harus dipahami. Edrea terdiam, ia mencoba mengabaikan perasaan tidak karuan dihatinya, namun gagal. Tidak ada cara lain, selain mengubah sumber inangnya, membuat Bayu bahagia sedikit.
"Setidaknya, tidak seburuk ini." Batin Edrea yang semakin kewalahan mengatasi perasaan kalut milik Bayu.
YOU ARE READING
Paham
ChickLitPaham yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai pengertian, mengetahui apa yang dimaksud oleh sesuatu; termasuk mengerti keadaan orang lain. Paham tidak melulu mudah diraih, meski dengan penjelasan gamblang terkadang masih suka salah...