(4) Menjinaklah

11 0 0
                                    

((Writer Point of View))

Selasa, 5 Februari 2019
Bekasi
Libur Tahun Baru Cina

Hyper-empathy Syndrome, begitu Mas Iko memvonis keadaan Edrea setelah 2 bulan menjalanitreatment dengannya. Psikiater yang jam terbangnya belum banyak itu bersedia menolong Edrea dengan bayaran jauh lebih murah dari psikiater-psikiater ulung diluaran sana. Mas Iko tidak sengaja ditemui Edrea di stasiun Kranji saat keduanya akan menuju Stasiun Sudirman. Pertemuan tidak sengaja itu diawali dengan Edrea yang memberikan Mas Iko sebotol air putih saat Mas Iko sadar dari pingsannya karena tiba-tiba serangan jantung nya kambuh didalam gerbong kereta yang sedang melaju kencang meninggalkan Stasiun Kranji. 

Sebagai psikiater muda, Mas Iko sedang semangat-semangatnya menganalisis orang lain. Saat itu dapat dengan mudah Mas Iko mendeteksi ada sesuatu yang aneh dari diri Edrea. Wanita yang umurnya 6 tahun lebih muda darinya itu kerap melakukan gerakan-gerakan repetisi pada tangan kanannya. Tatapan kosong ditambah raut wajah anak itu yang benar-benar datar seperti manusia tidak bernyawa , tapi  bernafas. Mas Iko yakin orang paling awam dengan ilmu psikologi sekalipun mampu menebak kalau anak didepannya sedang ada dalam masalah besar.  

"Dre udah 2 bulan kita treatment, aku teliti kamu ini punya Hyper-empathy Syndrome. Kira-kira kamu tau ga apa itu Hyper-empathy syndrome?" Tanya Mas Iko sambil menyeruput kopi arabica dengan campuran keju yang dikemas dengan gelas plastik 

Dari atas kursi kayu fancy khas ala cafe kekinian, Edrea memberi gelengan lambat pada Mas Iko. Ia benar-benar dibuat gila dengan perasaannya sendiri, ralat, perasaan orang lain yang ia yakini milik Bayu yang saat ini menumpangi jiwa dan fisiknya. Ia bahkan tidak mengingat kata-kata vonis yang baru saja di ucapkan Mas Iko sebanyak 2 kali kepadanya. 

"Hyper-empathy syndrome membuatmu mampu merasakan perasaan milik orang lain karena empati mu jauh lebih tinggi jika dibandingkan manusia lainnya." Lanjut Mas Iko lalu menangkap ekspresi bingung setengah mati diwajah Edrea. 

Sebelum melanjutkan penjelasannya, Mas Iko menuliskan Hyper-empathy syndrome pada secarik kertas kecil lalu memberikannya pada Edrea seolah mengerti kalau anak didepannya ini tidak sepenuhnya fokus pada kalimatnya barusan, kertas itu disambut baik oleh tangan Edrea.

"Gini simpelnya setiap manusia punya antena di kepalanya untuk menangkap perasaan dan suasana yang ada disekelilingnya. Nah, antena kamu ini lebih panjang dan jauh lebih sensitif, kamu menangkap lebih banyak." Mas Iko mencoba menjelaskan dengan perumpamaan yang kira-kira mampu dimengerti Edrea

"Mas, intinya aku ini gila atau tidak?" Potong Edrea frustasi

"Nggak Dre, kamu spesial. Kamu hanya butuh kontrol diri, seperti yang udah kita latih di treatment kemarin-kemarin. Seperti sekarang ini, aku tau ada perasaan yang lagi kamu rasakan dan itu bukan perasaan milikmu. You did a great work." Jawab Mas Iko singkat 

"Mas Iko, aku sudah tidak punya uang cukup untuk membayar konsultasi kita kedepannya. Ayahku dipermainkan wanita jalang lagi, kali ini lebih murahan dari yang sebelumnya. Bulan ini ia memotong uang jajanku sampai 80%." Ucap Edrea tanpa basa-basi seperti biasa nya

"Ayahmu nemu wanita jalang dimana lagi?" Tanya Iko yang langsung menaruh simpatik sekaligus kagum pada kekuatan yang ada pada diri wanita 21 tahun itu dalam mengarungi lautan kehidupan

"Paling-paling di klub malam ecek-ecek, Mas. Aku sudah tidak perduli lagi dengannya. Sore ini aku mau datang ke makam kakek ku, rasa-rasanya aku akan sering kesana."  Ujar Edrea pada pria yang berjiwa stabil didepannya

"Dre, soal uang konsultasi, tidak usah difikirkan. Kalau butuh bicara, ya telepon aku saja, kita bisa ketemu seperti biasa. Lagian, uang konsultasi dari mu tidak seberapa untuk ku. Kamu masih ada uang untuk hari ini?" Tanya Mas Iko yang lama-lama menganggap Edrea sebagai adik perempuannya.

PahamWhere stories live. Discover now