Mereka sudah sampai ditempat yang sengaja dipesan oleh Bumi. Namun Bulan merasa tidak asing dengan tempat ini, ia seperti pernah datang kesini tetapi ia tidak tahu kapan itu."Lo kenapa ko bengong? Bukannya ini makanan favorit lo?" Tanya Bumi karna sedari tadi Bulan hanya diam memandangi sekitar.
"Eh enggak papa ko, kamu tahu dari mana kalau ini makanan favorit aku?" setahu Bulan, ia tidak pernah memberitahu Bumi tentang makanan favorit nya
"Cuma nebak doang" Bumi semakin yakin kalau perempuan dihadapannya ini adalah cinta pertama nya pada masa SMA.
"Kamu bisa baca pikiran orang ya?" tanya Bulan kembali. Ia merasa ada yang berbeda dengan Bumi. Pertama alergi Bumi terhadap debu, dan sekarang ia mengetahui makanan favorit Bulan, yaitu spaghetti bolognese. Campuran antara saus tomat dan daging cincang juga dilengkapi oleh bawang dan rempah-rampah.
"Kan gue udah pernah bilang, intuisi hati" kali ini Bulan memilih untuk diam dan berhenti bertanya. Karna jawaban nya pasti semakin ngawur.
"Lan" ucap Bumi, karna sedari tadi Bulan tidak banyak bicara lagi.
"Apa?" jawab Bulan ketus. Apalagi kalau bukan karna sikap Bumi yang menurutnya rada-rada.
"Perut gue sakit nih" bohong Bumi, ia melakukan ini karna ingin membuat Bulan berhenti cuek kepadanya.
"Ya tinggal berobat lah Bumi, buat apa ada rumah sakit" jawab Bulan seakan tak peduli dengan keadaan Bumi
"Kan lo dokternya"
"Fakultasku bukan jurusan kedokteran, tapi ekonomi. Lagian kita kan sekelas. Apa kamu juga lupa ingatan?"
Jlepp Bumi dibuat skak dengan ucapan Bulan barusan.
"Mendadak sakit perutnya ilang, tuh tuh" ucap Bumi sambil berdiri dan meloncat loncat pertanda perutnya sudah tidak sakit.
"Udah ayo pulang. Lain kali kalo mau ngerjain aku otak nya sedikit dipake, aku tidak sebodoh yang kamu pikirkan" jawab Bulan yang kemudian pergi meninggalkan Bumi yang masih setia berdiri dan menatap Bulan dengan wajah kagetnya. Tenyata cewek sepolos Bulan, bisa mengeluarkan kalimat yang pedesnya ngalahin cabe rawit madura.
Bumi berjalan menghampiri Bulan yang sedang bersandar dipintu mobil menunggu sang pemilik yang membuat moodnya sekarang menjadi rusak.
"Maaf" satu kata yang berhasil membuatnya berhenti melamun dan beralih menatap sumber suara tersebut
"Sudah dimaafkan. Lain kali jangan seperti itu lagi. Aku tidak suka." jawab Bulan masih dengan nada cueknya
"Lo khawatir?"
"Tidak. Lebih tepatnya kasihan"
"Kasian kenapa?"
"Sikap kamu yang seperti itu menunjukan seperti ingin mencari perhatian. Apa pacar kamu tidak memerhatikanmu?." ucapan Bulan kali ini memang cukup sakit jika didengar, namun memang kenyataannya seperti itu adanya. Jadi Bumi memilih untuk bersabar.
"Terakhir gue pacaran SMA kelas 2, kita seangkatan tapi gak sekelas. Gue bahagia banget waktu itu, tapi kebahagiaan itu gak bertahan lama. Dia pergi. Dia pindah sekolah dan bahkan gue gak tau sama sekali, gue ngerasa jadi pacar yang gagal karna pada saat itu, cuma gue yang gak tau kabar pindahnya dia."
Jawaban Bumi berhasil membuat tubuh Bulan tiba-tiba kaku. Ia kembali diingatkan dengan kejadian 3 tahun yang lalu. Mengapa cerita Bumi sedikit mirip dengan kejadian tersebut.
15 menit berlalu dan mereka sudah sampai ditempat tujuan, yaitu rumah Bulan. Tidak mungkin jika Bumi mengajak Bulan pergi kerumahnya. Bisa-bisa nanti dia khilaf. Namun, Bulan sama sekali belum menyadari jika mereka sudah tiba. Bumi pun mencoba menyadarkan Bulan dari lamunan nya.
"Udah sampe nih, lo gak mau turun gitu? Apa lo mau ikut gue pulang?" tanya Bumi.
"Eh sudah sampai ya? Yaudah aku masuk dulu ya" setelah mengucapkan itu, Bulan segera turun dari mobil milik Bumi tanpa mengucapkan kata perpisahan atau sekedar ucapan terimakasih karna sudah diantarkan pulang.
(Bulan kenapa ya? Ko kaya aneh gitu..) -Bumi
Setelah itu Bumi melajukan mobilnya untuk kembali kerumah karna hari semakin larut.
***
Kejadian tiga tahun lalu..
"Bumiii larinya jangan kenceng-kenceng cape tau" ucap Bulan yang terlihat kelelahan karna mengejar Bumi yang berlari karna berhasil mengambil snack milik Bulan.
"Sini kejar dong, kalo engga gue abisin nih snack nya" jawab Bumi yang masih berlari sambil membawa snack yang sudah dipastikan milik Bulan.
"Ih kamu gak modal banget sih, snack kan gak mahal lagian dikantin juga banyak kenapa harus merebut punyaku," kali ini Bulan sudah tidak sanggup mengejar Bumi yang masih setia berlari, ia pun memutuskan untuk duduk dibangku terdekat, untung saja taman ini menyediakan cukup banyak bangku untuk diduduki.
"Selagi bisa dapet yang gratisan, kenapa harus beli?" merasa tidak diikuti lagi, Bumi pun berhenti dari larinya dan berjalan santai menghampiri Bulan yang terlihat kelelahan karna mengejarnya.
"Bilang aja kamu gak mau ngeluarin uang, iyakan?"
"Nah tuh tau, itu alasan yang kedua" jawab Bumi yang kemudian mengambil duduk disamping Bulan. "Nih" kali ini ia menyodorkan snack yang tadi direbutnya untuk dikembalikan ke Bulan
"Ih kok sisa sedikit? Pasti kamu makan ya?" kecut Bulan karena menyadari snack miliknya yang tinggal sedikit.
"Hehehehehehe" dan hanya dibalas tawa oleh Bumi
"Tauah aku kesel sama kamu, udah sana jangan ketemu lagi sama aku." ucap Bulan sambil mendorong bahu milik Bumi supaya pergi meninggalkannya
"Nanti lo kangen lagi sama gue"
"Sayangnya khayalan mu terlalu ketinggian. Mana mungkin aku kangen sama laki-laki yang gak modal kaya kamu"
"Es krim mau?"jawab Bumi mengalihkan perkataan Bulan yang menurutnya terlalu jujur.
"Mauuuuu, tapi harus beli 10."
"Buat siapa? Banyak banget?"
"Untuk cacing-cacing diperutku, supaya mereka tidak mengambil jatahku"
Bumi pun tak tahan untuk tidak tertawa karena mendengar jawaban dari gadis disampingnya ini. Cukup mudah ternyata untuk membuat Bulan kembali luluh. Meskipun Bulan bukan siapa-siapanya. Tapi, kebersamaan mereka cukup membuktikan bahwa Bulan cukup spesial untuknya.
Hai maaf ya telat update
Sampai bertemu di bab 6...

KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan dan Bumi
Novela JuvenilApa dia sosok yang selama ini aku cari? Ada beberapa hal yang membuatku yakin kalau itu memang dia. Namun apakah ini nyata? Atau hanya sebuah halusinasi semata? -Bulan Bertahun tahun aku mencarinya. Ia menghilang bak ditelan bumi. Aku berusaha menca...