•Delapan•

16 2 1
                                    


Sebenarnya ada tiga kesenangan para siswa-siswi yang sanggup membuat mereka meloncat-loncat kegirangan. Pertama kelas free  atau guru yang berhalangan masuk, kedua jam istirahat yang biasanya digunakan para siswa untuk bersenang-senang atau sekedar kekantin dan yang ketiga adalah pulang sekolah salah satu hal yang paling dinanti-nantikan bagi seluruh siswa. Mereka dapat  terbebas dari buku-buku serta guru-guru yang menyebalkan. Tapi, ada juga yang wajahnya lemas mungkin itu hanya bagian dari orang-orang pintar yang mendadak pulang sekolah saat tengah mengerjakan soal, ada yang pulang dengan wajah berseri-seri mungkin mereka tak sabar menemui orang tuanya masing-masing dan dapat kembali merasakan masakan orang yang mereka sayang.

Resya membuang nafas lelah, hal yang paling ditakutinya sepanjang sekolah adalah waktu pulangnya. Bukan karena apa, ia akan bertemu orang-orang yang terus-terusan menyakitinya dirumah nanti.

"Re, kita duluan ya," Resya mengangguk membiarkan kedua sahabatnya pulang duluan.

Resya terus berjalan kearah parkiran sekolah hendak mengambil sepeda. Mendadak tubuhnya kaku melihat hal mengenaskan. Sepeda yang ia jaga dan rawat selama ini malah tergeletak hancur ditanah. Bannya terlepas satu, rantai sepedanya lepas, dan hal yang paling membuatnya sedih sepedanya sudah dilumuri dengan air yang bahkan baunya sampai menusuk hidung. Mungkin itu air paret.

Suara tertawa mengejek dari belakang punggungnya sanggup membuat sang empunya berbalik badan. Kini didepannya ada Lano dan genk  biang onar tangah menertawainya. Air mata Resya jatuh begitu saja. Kemana hati nurani mereka Tuhan? apa ini yang diajari orang tua mereka? apa ini yang dipelajari dalam agama? apa mereka diajari cara membully?  Apa mereka tak tahu rasanya di bully? satu yang pasti mereka tak punya hati nurani.

"Ka-ka-kalian yang membuat sepeda aku rusak?"Resya bertanya gagap dengan airata yang masih mengalir.

"Emang kenapa? gak suka? cengeng banget lo, nangis-nangis. Apa lo pikir dengan lo nangis kita kasihan?" Ucap Lano dengan sadisnya. Entah apa yang membuat cowok itu membencinya.

"Makanya jadi cewek itu jangan 'sok," Risky maju selangkah tepat bediri disebelah Galang.

"Cengeng!" Adrian menatapnya sinis.

Moses yang tak sengaja lewat dari parkiran malah menghentikan langkahnya. Moses mengernyit bingung melihat Resya yang menangis tengah dikelilingi teman-teman Lano. Pandangannya berhenti melihat sepeda yang tergeletak mengenaskan ditanah parkiran. Tanpa harus mendengar apapun dari Lano dan kawan-kawannya ia tahu bahwa Resya tengah dikerjai.

Moses melangkah mendekat, "oh oh oh, enak ya ngebully anak orang."

"Abiss, pahlawan kesiangan datang," celutuk Dino "bakalan asik nih."

"Sik asik sik asik kenal dirimu, sik asik sik-"

pletak!

Galang menjitak kepala Dino. Bisa-bisanya ia bernyanyi saat saat lagi seperti ini, "lo gaosah nyanyi. Suara lo fals."

"Sialan! bialang aja lo iri," Dino menatap sinis Galang sembari membwa tangannya bersila dudepan dada.

Gino menggeleng pelan temannya yang satu ini memang aneh bin ajaib. Selalu mengeluarkan lelucon aneh tanpa melihat keadaan sekitar. Waras kah?

Adrian memandang malas Dino, "Diam atau mati?!" ancamnya.

Risky tergelak tanpa memerdulikan adanya Moses ditengah-tengah mereka, "Pilih, No pilih."

"Atau." semua tertawa termasuk Lano. Mereka membiarkan Moses tetap dengan wajah menahan kesal. Menganggap bahwa pria itu tak pernah ada didekat mereka.

"Res, sini gue anterin pulang. Sepeda lo ntar gue suruh diambil sama tukang bengkel langganan gue," Moses menarik tangan Resya menjauh namun satu tangan Resya yang lainnya  malah ditahan.

"Lo nggak bisa ngehargain orang disini? katanya ketos tapi tata krama lo nggak ada," Lano menarik Resya kesebelahnya.

"Lo nggak usah sok berkuasa. Lo nggak jangan asal-asalan bilang gue gak belajar tata krama! sekali sekali lo mikir yang gak punya tata krma itu siapa?! lo atau gue?" Moses dengan cepat menarik tangan Resya menjauh dari mereka.

Lano menatap tajam Moses yang menggenggam Resya. Sungguh membuatnya muak.

=========================

"Udah disini aja," Resya menepuk bahu Moses.

Moses menghentikan motornya didepan rumah besar. Ia sedikit bingung, kalau memang Resya anak dari kalangan atas kenapa cewek itu malah membawa sepeda kesekolah?

"Makasih ya, Mos," Moses mengangguk.

"Gue cabut. Kalo mereka ngebully lo lagi, lo lawan aja. Jangan didiemmin. Ngerti kan?" Resya mengangguk. "Hati-hati," lanjutnya.

Moses berlalu pergi. Resya masih memandang motornya hingga hilang diujung jalan. Pak Budi yang tahu majikannya akan segera masuk, ia membuka pagar untuk majikannya.

"Makasih, pak," Pak Budi tersenyum menanggapi.

Resya berjalan masuk kerumahnya. Ia harua menyiapkan mentalnya menghadapi orang-orang busuk yang menjadi virus dikeluarganya.

=======================

Gaje bat? makin amburadul? banyak typo?

Untuk semua kesalahan yang ada sorry banget🙏
aku masih amatit😅

Jangan lupa buat vote dan komen..

Makasih❤

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 04, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Resya's little SecretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang