"Bertemu denganmu adalah takdir mutlak yang tidak bisa kuhindari."
Hana berjalan gontai menelusuri jalan padat merayap kota Bandung. Tubuhnya begitu berat. Matanya terlalu lelah untuk memandang ke arah depan. Rasanya seperti ia tidak punya kekuatan lagi untuk berjalan, maupun hidup. Apalagi setelah kejadian naas yang menimpa hatinya tadi. Delon dengan santainya mengatakan kata putus. So sad!
Sejujurnya Hana tidak mengerti dengan alasan tidak lulus pada akal yang Delon berikan padanya. Tentang apa yang membuat Delon bosan dengan Hana, dan apa yang membuat Hana sudah tidak menarik lagi. Apakah ia sudah tidak cantik lagi, tidak seksi, ataukah ia sudah tidak terlihat menggoda. Sial, ia sungguh tidak mengerti.
Masih berjalan, Hana merutuki dirinya yang terlewat bodoh. Seharusnya ia mencegah Delon untuk pergi saat itu dan meminta dia untuk mengantarnya pulang. Terus terang saja, yang mengajaknya ke kafe adalah Delon, tentu Delon juga yang menjemputnya. Tetapi, Hana malah membiarkan Delon pergi meninggalkannya. Meninggalkan dirinya layaknya benda rusak yang sudah tidak dapat digunakan kembali. Betapa bodohnya ia tidak mengingat hal itu. Hingga ia hanya bisa menerima nasib buntung berjalan kaki sampai ke rumah.
Hana bisa saja menghubungi orang tuanya untuk meminta jemput, tapi sialnya handphone Hana mati. Parahnya lagi, ia juga lupa membawa dompet. Sangat sempurna sekali kebodohannya. Belum lagi ia sangat membutuhkan pelepas dahaga. Berharap setidaknya masih ada setetes keajaiban yang datang menghampirinya, Hana merogoh kantung jaketnya. Bingo! Ternyata ia tidak menemukan apa-apa. Sial!
Pandangan orang-orang yang sedang duduk dan berlalu lalang di jalanan tertuju penuh pada Hana. Sebagian dari mereka terlihat iba dengan kondisi Hana, ada pula yang merasa takut, bahkan ada dari mereka yang dengan santainya menggoda Hana. Hana yang menjadi pusat perhatian dan bahan godaan sama sekali tidak mengindahkan tatapan-tatapan dan godaan itu. Masa bodoh dengan sekitar, yang ia pikirkan saat ini hanyalah cara tercepat untuk sampai ke rumah dalam keadaan tubuh masih utuh.
Hana mulai lelah berjalan. Keringat mengalir deras di pelipisnya. Bagian dari tubuhnya satu per satu seperti mau rontok. Ia juga mengantuk, hingga menguap lebar dengan diameter mulut terbuka sebesar lima sentimeter. Hana sangat kesal lantaran sudah berjalan sekitar dua kilo meter, tetapi tidak menemukan satu pun secercah keajaiban. Setidaknya ada makhluk Tuhan yang paling seksi, ralat, ganteng, yang mau berbaik hati padanya, bersedia mengikhlaskan sebagian jiwa dan raga untuk mengantarnya pulang sampai rumah dengan selamat.
Jarak antara kafe dengan rumah Hana tidak terlalu jauh, hanya berjarak lima kilometer. Sekurang-kurangnya Hana masih harus berjalan tiga kilometer lagi. Terlebih lagi kota Bandung hari ini cukup ramai dengan kendaraan-kendaraan yang berlalu lalang.
Ingin rasanya menyetop taksi, tapi ia urungkan karena takut setelah mendengar berita utama di salah satu stasiun televisi kemarin, mengenai mobil taksi yang sebetulnya itu adalah modus penculikan. Sedang, kejadiannya berlokasi di salah satu daerah di kota Bandung. Selain itu, bukan hanya diculik saja, korban tersebut sampai diperkosa dan dibunuh, bahkan dimutilasi. Menyeramkan. Memikirkannya saja membuat Hana bergidik ngeri.
Sampai saat ini pelakunya masih belum tertangkap. Bagaimana jika si pelaku masih berkeliaran bebas di sekitar Hana? Bagaimana jika ia menjadi korban selanjutnya? Bagaimana jika ia diculik dan diajak kawin lari. Oke, sepertinya yang satu itu tidak mungkin.
Diliriknya jam tangan yang melingkar di lengannya. Jarum pendeknya mengarah pada angka yang terletak di antara angka tiga dan angka lima. "Buset" Umpat Hana terkejut.
Hana semakin mempercepat langkah kakinya. Saking cepatnya, ia tak sadar bahwa di depannya telah disambut sesuatu yang berukuran cukup besar. Alhasil ia terjatuh dengan posisi menungging. "Anjir!!" Pekiknya.
![](https://img.wattpad.com/cover/172947308-288-k305688.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable
Teen FictionBudayakan untuk membaca dari pada boomvote. Okey! °°° "Bisa nggak sih lo berhenti ganggu gue?" ―Hana Octavira― "Awas, nanti kangen sama gue." ...