Lisa

107 20 1
                                    

"Selamat datang di SMA 67 Jakarta, Mela. Di mana hanya orang cantik yang mendapat penghormatan"

______________
        Hari ini adalah hari terakhir liburan. Sengaja Mela bangun sesiang mungkin agar ia dapat mengucapkan selamat pagi yang terakhir kali di mimpi siangnya.

         Mimpi yang panjang membuat Mela cukup senang dengan datangnya hari ini. Namun sayang, sang mentari tak sabar menunggu kebangunan Mela. Ia terus menimpah mata Mela dengan sinar terang yang ia punya.

Mela terbangun dan beranjak dari singgasana tempat tidurnya.

9.47

         Ketika Mela beranjak dari tempat tidur, terdengar bunyi kokokkan ayam tetangganya. Yang membuat Mela termenung sejenak.

"Bukan gua doang yang males, ayam Jakarta juga males. Jam segini baru kokok, kaga sholat subuh itu ayam"
kata Mela sambil mengintip ayam itu di celah gorden.

        Tiba-tiba pintu kamar Mela terbuka.

"Mel, udah bangun?
Ayo sarapan"

"Jam segini masih bisa
sarapan ya, Badil?"

"Kan gak mungkin juga
makan siang, Mela"

"Yaudah deh, Mela mandi dulu ya"

"Yaudah cepet,
ada Rafli tuh di bawah"

Tak ada jawaban dari Mela.

"Tapi boong hiya hiya hiya"

"Ihhhhhhhh, Mba Dilaaaaaaaaaaa!"

         Secepat kilat Dila menjauhi kamar Mela, tak mau terkena lemparan bantal yang ada di tangan Mela.

_____________
First Day at new school 🏫

"Untuk seluruh siswa kelas 10, 11, dan 12, segera memasuki lapangan upacara. Karena upacara akan segera dimulai."

Suara dari speaker besar itu terasa asing bagi Mela. Tak menyangka bila ia bisa menginjakkan kaki di sekolah yang mayoritasnya pasti anak narsis yang selalu mementingkan sosial media.

Hari ini, hari pertama Mela mendengarkan amanat dari Pembina Upacara yang belum Mela kenal. Asing dan canggung yang Mela rasakan.

Tiba-tiba kegaduhan terjadi. Mela mulai mencari-cari sumber dari kegaduhan tersebut.

Semua suara gaduh itu terdengar di telinga Mela. Ia heran mengapa kegaduhan itu bisa terjadi dan murid-murid di sana menanggapinya dengan antusias.

Akhirnya Mela putuskan untuk bertanya saja pada orang di sampingnya. Tak apa sok kenal, daripada harus diambang rasa penasaran.

"Kok, ribut banget sih ya?" tanya Mela dengan canggung.

"Biasa, permadona nya 67. Lu murid baru ya?"

"Iya."

"Siap-siap aja jadi ratu."

"Hah? Maksudnya?"

"Iya. Lu itu cantik. Di 67, cuma orang cantik yang bisa dihormati dan disegani. Tuh contohnya yang lagi pingsan, dia kan ratu di 67, makanya dimanja-manjain"

"Kok, agak aneh, ya?" kata Mela kebingungan.

"Gitu deh, jangan nyesel aja sekolah di sini,"

"Hm.. Oke. Mela," katanya sambil mengulurkan tangan.

"Lisa."

Mela dan Lisa saling berjaba tangan dan saling melemparkan senyum. Tak ada lagi pembacaraan dari mereka. Semuanya kembali fokus pada amanat pembina upacara.

Kekacauan akan pingsan si Permadona Sekolah itu terus berlalu, seakan-akan mengangkatnya adalah sebuah lomba yang ingin dimenangi juaranya.

"Yang di belakang tolong jangan ribut. Saya sedang bicara. Biarkan petugas PMR yang membawa dia ke UKS"
kata sang Pembina Upacara dengan nada yang sangat dingin.

       Dengan satu kali hiliran angin, semua orang langsung diam.

       Lalu terlihat di mata Mela, pria tampan yang membopong Rara dengan gagahnya.

"Itu?"

"Oh, itu Kanz, Mel. Pacarnya Rara,"kata Lisa sambil memberi tahu Mela.

"Eh, Lu udah tau kelas lu apa?"

"Belum"

"Semoga sekelas deh," kata Lisa diiringi senyum yang manis.

      Tak ada jawaban dari Mela. Hanya senyum sebagai isyarat bahwa ia ingin sekali satu kelas dengan Lisa.

Mr. KnzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang