"Akhirnya!"
Setelah sekian banyak percobaan menuju pendidikan tinggi, akhirnya aku sampai pada tempat yang setidaknya berkenan menerima. SASTRA CINA UI. Walaupun kerongkonganku sempat terasa seperti tersedak membaca nama jurusan itu di situs pengumuman, aku merasa lega.
"Drama ujian-ujian ini akhirnya berakhir juga."
Seleksi Masuk UI (atau SIMAK UI) menjadi penyelamatku kali ini. Meskipun sempat 'sakit hati' lantaran dua kali ditolak UI, tapi kali ketiga UI mungkin sudah kapok menolakku. Dan di sinilah aku sekarang, di Universitas Indonesia, kampus yang kata orang nomor satu di negeri merah putih ini.
Awalnya aku masih sering bertanya-tanya, “Benarkah sekarang aku mahasiswa UI?” Terlebih lagi, “Benarkah sekarang aku mahasiswa Sastra Cina?” Sebuah kenyataan yang membuatku senang sekaligus tak yakin bersamaan. Aku tak pernah berpikir benar-benar akan masuk di jurusan ini. Pilihanku mengisi jurusan Sastra Cina di pilihan ketiga sekadar untuk mengisi kuota pilihan yang bisa diisi.
Tapi memang ini kenyataannya. Berada di jurusan Sastra Cina angkatan 2015. Sejak statusku berubah menjadi mahasiswa, berbagai agenda kegiatan mahasiswa baru -kamaba- seperti mengejar-ngejar. Mulai dari kegiatan tingkat universitas, fakultas, hingga jurusan. Kamaba tingkat universitas sekadar membuatku meraba-raba rasanya menjadi mahasiswa UI. Kamaba tingkat fakultas sekadar mengenalkanku pada gedung-gedung yang bagiku unik namun cukup banyak. Barulah pada kamaba tingkat jurusan aku merasakan nyawaku yang akan bergulat sekira empat tahun di sini. Tepat di saat aku dan teman-teman seangkatanku berfoto di dinding sebelah kanan Gedung X Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB UI) aku merasakan jadi bagian dari mereka, Sastra Cina 2015.
KAMU SEDANG MEMBACA
Class of MMXV
Non-FictionSebuah koleksi curhat perjalanan 3,5 tahun menjadi bagian dari Sastra Cina UI 2015.