IMSI

4 0 0
                                    

Akhir 2017 adalah masa penuh dilema. Saat itu masih berada di organisasi KOPMA FIB UI sebagai Wakil Ketua. Di sisi lain, juga dalam persiapan akan berangkat ke Pangandaran tanggal 4 Januari 2018 untuk menjadi relawan pengajar program Gerakan UI Mengajar. Tapi dengan polosnya aku mengacung maju sebagai calon ketua IMSI, himpunan jurusanku.

Segera setelah resmi mencalonkan diri, sebetulnya ingin sekali mundur. "Iseng banget sih lo, Mil. Emang bisa apa!" Level rendah diri ini memang kepalang akut khususnya dari kuliah. Kalau bukan karena teman-teman yang mendukung luar biasa, sudah pasti aku benar-benar mundur.

Entah tanggal berapa hari itu, Laurent, ketua angkatan (ketang) kami mengumpulkan kami di sebuah ruangan, yang kalau aku tidak sala/ di Gedung 4. Seperti yang sudah diagendakan, di sana akan dibahas siapa yang akan maju menjadi calon ketua IMSI. Setelah semua berkumpul, ketang menjelaskan teknisnya. Kami memejamkan mata, dan yang bersedia segera angkat tangan lalu maju ke depan. Sepertinya saat itu kami harus menutup mata selama 10 detik. Singkat tapi kala itu jadi lamaaaaaa sekali bagiku.

Sepanjang ketang menghitung, detak jantungku tidak karuan. Maju, tidak, maju, tidak. Tetiba bayangan teman-temanku muncul di benakku. Orang-orang yang tiap kali berpapasan mencandaiku untuk maju jadi calon ketua IMSI. Orang-orang yang kerap curhat padaku tentang keluh kesahnya pada himpunan jurusan selama ini. Ku dengar langkah kaki seseorang mulai maju. "Ahh, maju ga ya." Tak lama satu orang lainnya maju. "Ya Allah, aduh pengen kabur aja." Tapi entah kenapa di sekitar detik kedelapan, tanganku dan kakiku tergerak. Maju!

Saat sudah di depan, rasanya ingin kukantongi wajahku kalau bisa. Tapi ya sudah, kepalang tanggung ada di depan. Teman-teman yang lain membuka mata. Ada Elizabeth, Michael, dan aku di hadapan mereka. Mereka pun bersorak, kurasa kesan pertama mereka, "Alhamdulillah ada yang maju." Tapi kemudian calon ketua hanya jadi dua orang! Setelah diskusi panjang, semua sepakat agar Elizabeth tetap menjadi ketua pelaksana SINOFEST (Sinology Festival), acara besar jurusan kami, seperti rencana awal angkatan kami. Jadilah hanya Michael dan aku. Seketika aku sempat kembali menyesali tangan dan kakiku yang tidak terkontrol. "Udah lah fix ga bakal kepilih ini." Pikiranku lantas mengatakan demikian karena kalau bicara popularitas di kalangan anak-anak Sascin, Michael jauh menang, lintas angkatan, bahkan hingga alumni yang aku namanya saja tidak tahu. Tapi kemudian pikiran baikku masih menenangkan juga, "Setidaknya maju mungkin bisa sedikit menyenagkan orang-orang yang percaya sama gue."

Persiapan pun dimulai. Saat itu orang yang kuharap bisa jadi wakilku hanya Melysa. Hanya jika dia tidak juga memutuskan maju jadi ketua, atau juga didekati Michael dan dia menerima. Untungnya Tuhan baik padaku. Melysa mau jadi wakilku. Aku lega karena ini. Dan setelahnya, segala persiapan seperti mengalir begitu saja. Kami sudah dalam satu frekuensi yang sama kalau urusan seperti ini. Tapi yang lebih luar biasa buatku adalah, tim kampanye yang terbentuk dengan sendirinya. Aku tidak ingat pernah melakukan suatu pendekatan yang jor-joran. Tuhan tahu aku tidak ahli marketing, apalagi harus promosi diri sendiri.

Aku punya campaign manager yang luar biasa. Safira. Dia mengatur seluruh persiapan kampanye untuk kami. Dia mengagendakan semuanya. Saat suatu hari kampanye Safira tetiba menghilang (karena ketiduran wkwk), Nadya dengan sigap mengambil alih. Dia lekas take over akun media sosialku. Aku ingat saat dia buru-buru meminta akun dan password LINE-ku untuk melakukan agenda kampanye. Ini semua memang sudah jadi kesepakatan kami. Seperti yang kubilang, aku tidak pandai berpromosi. Dan teman-teman tim kampanye yang lain juga luar biasa mendukung kami. Saat hari H eksplorasi, aku dan Mely tepar karena begadang. Kami sempat tertidur beberapa jam sebelum eksplorasi. Saat itu kami seperti punya satu sesi konseling sebelum eksplorasi dengan Stefani, salah satu yang mendukung kami juga. Stefani menyemangati kami dengan kata-katanya yang sangat powerful. Aku selalu terharu mengingat kebaikan teman-temanku ini. Aku dan Mely yang maju, mereka yang berjuang lebih besar :")

Kami bersyukur bisa melalui eksplorasi dengan cukup baik, juga mendapat banyak masukan. Seminggu setelahnya adalah hari pengumuman.

Jumat, 15 Desember 2017.

Hari di mana kami dinyatakan terpilih mengemban amanah setahun ke depan. Hasilnya luar biasa. Selisih suara kami dengan tim Michael-Nabil tipis sekali. Safira bahkan menangis saat itu. Sebuah awal dari perjalanan panjang di hadapan mata. Kami pun tetap bekerja bersama Michael dan Nabil, juga teman-teman seangkatan lainnya.

Setelah resmi mengemban amanah, banyak kesulitan yang kami hadapi. Di awal untungnya tidak terlalu sulit untuk membentuk Pengurus Inti (PI) dan Badan Pengurus Harian (BPH). Tidak lama setelah pemilihan, kami langsung berkumpul satu angkatan untuk membahas ini. Kami memang mengutamakan dari angkatan kami dulu dengan berbagai pertmbangan. Namun setelahnya, kami harus berkoordinasi jarak jauh lantaran aku yang sedang jadi relawan di Pangandaran, dan Mely di Lamongan, kampung halamannya. Aku dan Mely pun punya kendala yang sama. Sinyal! Tapi syukurlah, Tuhan benar-benar baik hingga akhirnya kami bisa mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik.

Begitu kembali ke Depok, salah satu hal pertama yang kulakukan dengan PI selain persiapan rekrutmen staf adalah bertemu ibunda Kaprodi kami, Hermin Laoshi. Kami sepakat untuk berkenalan dan terbuka sejak awal agar segala sesuatunya lebih enak. Lucu sekali, saat itu rasanya kikuk. Tapi ternyata itu adalah awal hubungan baik kami dengan beliau dan dosen-dosen lainnya sampai sekarang. 2020. Sudah hampir dua tahun sejak kami lengser!

Satu tahun bersama IMSI adalah pengalaman yang penuh suka duka. Masa ini benar-benar menempaku tentang menjadi seorang manusia. Sesuatu yang tidak pernah diajarkan di kelas. Aku ingat saat ada masa dimana terjadi sedikit perselisihan antara satu angkatan dengan angkatan lain yang membuat hubungan menjadi renggang. Saat itu aku bersyukur atas masukan dari teman-teman tentang apa yang semestinya dilakukan.  Kami pun mengadakan pertemuan untuk menggali lebih dalam. Momen ini bisa dibilang salah satu saat aku mendobrak batas diriku sendiri dengan menyelesaikan masalah orang lain yang kini jadi bagian dari masalahku. Di sisi lain jadi belajar untuk respek pada orang-orang yang bekerja untuk kemaslahatan orang lain.

Hampir semua program kerja kami dapat terlaksana dengan baik. Workshop PKM, Baksos IMSI, SINOFEST 2.0, dan lain-lain. Ada juga yang akhirnya tidak terselesaikan seperti Sinovidya yang ingin dibuat online, namun kami sudah mencoba yang terbaik. Tapi di antara segala hal yang sudah kami lakukan bersama, hal terbaik yang secara pribadi bisa kubanggakan adalah misi pribadiku (yang lambat laun jadi misi bersama) tercapai. IMSI kami bisa dekat dengan Prodi! Kegelisahanku sebelum bergabung dengan IMSI adalah pandanganku tentang kecanggungan ekstrem antara mahasiswa dengan dosen. Beberapa mahasiswa mungkin bisa dekat, tapi jauh lebih banyak yang bisa dibilang tidak berkutik dengan apapun yang dikatakan dosen. Bukan berarti menurutku dosen tidak selalu benar, tapi akan lebih baik jika mahasiswa bisa cenderung diskusi bersama dengan dosen ketimbang hanya nurut-nurut saja. Alhamdulillah, misi ini sudah mulai tampak terwujud dari pertengahan kepengurusan.

Teman-teman Sastra Cina UI, baik yang berada di kepengurusan IMSI 2018 maupun tidak, terima kasih untuk kerja keras kita semua! Maaf untuk semua kekurangan, dan semoga IMSI semakin sukses ke depannya.

#IMSIGAP

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 04, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Class of MMXVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang