To My Girls ❤

16 1 0
                                    

Juli 2015, entah tanggal berapa hari itu, keluargaku bersiap hendak pulang kampung. Namun sebelum itu, aku pergi dulu ke SMA-ku untuk mengurus legalisir rapor. Rasa tidak percaya diri akan diterima PTN sudah memuncak disini. Legalisir itu kusiapkan untuk mendaftar di sebuah kampus swasta di kampung halaman Mama, Salatiga.

Ternyata mengurus legalisir hanya sebentar, aku pun pulang naik angkot. Dulu ojek online belum banyak beroperasi jadi moda transportasiku masih konvensional. Begitu turun dari angkot, entah kenapa aku turun sambil membuka Twitter.

“Hah! Pengumuman SIMAK UI jadi hari ini?!”

Untung saja handphone-ku tidak jatuh. Sepanjang jalan menuju rumah, kakiku lemas memikirkan pengumuman SIMAK UI. Jika kali ini gagal, aku pasrah. Tinggal ini satu-satunya jalan terakhirku menuju UI.

Di rumah, Papa, Mama, kakak, dan adikku sedang merapikan barang-barang yang akan dibawa pulang kampung. Aku gemetaran menunjukkan pengumuman SIMAK UI yang tadi kulihat di Twitter.

“Wah hari ini?”, tanya Mama.

Aku hanya mengangguk, tidak berani bicara. Singkat cerita kami pun berangkat menuju kampung halaman di Salatiga. Saat itu kuingat kami sudah sampai Indramayu, saat kakakku iseng memasukan nomor pendaftaranku dalam situs pengumuman.

“Diterima, Mil!”

Apalagi rasanya selain speechless. Kulihat baik-baik pengumuman itu, jurusan Sastra Cina. Pilihan terakhirku, yang sempat membuatku terdiam beberapa saat. Hingga kemudian kukatakan, “Baiklah, mari kita coba. Aku sudah lelah ujian sana sini.”

Sekitar pukul setengah enam sore, tepat setelah pengumuman itu, mobil kami menepi di sebuah masjid. Waktu memang mendekati maghrib, dan di sana pula rasanya tepat bagiku tuk mengucap syukur. Sampai kami kembali melanjutkan perjalanan dan singgah lagi di sebuah SPBU di Tegal, rasa syukur itu tiada henti menghinggapi.

Di SPBU itu terdapat area khusus menginap dengan kasur sederhana. Kami menginap satu malam. Sudah jadi ritual wajib untuk menginap satu malam sejak beberapa tahun terakhir, sehubungan Papa sudah semakin tua, energinya menyetir tak sekuat dulu, sekaligus tak pernah merelakan bila Mama menggantikannya menyetir barang sesaat.

Seluruh anggota keluargaku tidur dengan pulasnya. Mereka memang kelelahan. Hanya aku yang tiada lelah bersyukur sejak tadi. Sepanjang malam handphone-ku ramai dengan berbagai notifikasi pengumuman SIMAK UI. Twitter masih menjadi andalanku. Seorang teman sesama mahasiswa baru Sastra Cina menghubungiku. Izza namanya. Kami pun mengobrol sepanjang malam. Jujur aku lupa apa saja yang kami bicarakan malam itu, yang jelas perkenalanku dengannya membawaku masuk ke grup mahasiswa Sastra Cina angkatan 2015 di media sosial LINE.

Singkat cerita liburan telah berakhir. Segala proses administratif perkuliahan mulai berkejaran. Lewat sebuah proses yang entah aku tak ingat namun terjadi di Balairung UI, bertambah lagi tiga temanku yang lain, Mita, Silmi, Eka. Sungguh takdir itu unik, tiba-tiba aku sudah punya sahabat-sahabat saja.

Empat perempuan hebat inilah yang selalu menemaniku dan mendukungku selama kuliah. Izza, yang walaupun sudah tidak berkuliah di UI, masih terus menjaga komunikasi denganku bahkan selalu menyempatkan bertemu jika sedang berada di Jabodetabek. Ia meneruskan impiannya belajar Ilmu Hukum di salah satu perguruan tinggi swasta di Malang. Mita, pendengar setia yang kadang membuatku gemas karena jarang bercerita. Aku tahu kerap ada hal-hal yang ia pendam sendiri. Yang jelas perempuan ini sungguh super sabar. Entah siapa yang mampu menandingi kesabarannya. Silmi, uni Padang asal Serang ini adalah sahabat yang sangat keibuan bagiku. Ia sering mengingatkanku tentang hal-hal kecil namun penting layaknya yang dilakukan Mamaku. Eka, wong Salatiga yang bahasanya sangat amat enak, susunannya pas. Sempat kaget melihat Eka yang kalem ternyata fans oppa-oppa Korea, namun dari situlah aku melihat Eka menjadi dirinya sendiri.

Tiga setengah tahun berkawan karib di kampus, kami memiliki grup yang kami namai GIRLS. Tidak ada filosofi khusus, hanya karena kami perempuan. Kuingat ada satu hal yang seakan menjadi ritual tiap semester bagi kami, BERFOTO. Grup LINE kami penuh dengan album foto-foto kami. Luar biasa memang perempuan-perempuan ini!

Class of MMXVTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang