Bagian 5

55 6 0
                                    

Siang ini Joy mengemas barang-barang bawaannya yang akan ia bawa besok lusa ke London. Impian Joy menjadi Lighting Designer akan segera terwujud sebentar lagi. Semasa di Sekolah Dasar Joy sangat berminat menjadi salah satu Lighting Designer terbaik dunia. Alasannya sederhana Joy ingin bercerita lewat cahaya.

Sering kali saat ibundanya masih hidup Joy di ajak ketempat-tempat yang di penuhi oleh lampu-lampu hias yang berwarna-warni. Rasa penasarannya pun tumbuh saat itu juga. Hingga pada akhirnya penasaran itu menjadi cita-cita terbesarnya saat ini.

"Jadilah cahaya untuk orang-orang disekitarmu. Buat mereka menemukan jalan keluar karna tertuntun oleh cahayamu. Sekalipun cahayamu akan redup dimakan waktu".

Pesan Ibunda yang selalu di sampaikan kepada Joy selalu terngiang-ngiang di kepala jika mengingat sang Ibunda. Joy rindu Bunda. Sangat rindu.

Seberesnya mengemas barang, Joy melihat surat-surat dari Laras yang tak pernah dia buka ada di laci mejanya. Hampir tiap minggu surat itu datang kepada Joy, tapi peria itu tak pernah membacanya satupun. Semakin dilihatnya surat-surat itu. Semakin terasa sesak di dada Joy. Sudah hampir dua tahun berlalu semenjak putusnya hubungan mereka Joy tak lagi ingin berhubungan dengan wanita itu.

Dan ini juga alasan Joy melarikan diri dari patah hatinya. Mungkin London bagus untuk memulihkan hati dan menyibukkan diri mengejar apa yang ia ingin raih selama ini. Lucu, bagaimana patah hati bisa menuntun seseorang melakukan hal-hal dramatis dalam hidupnya. Patah hati menuntunnya untuk pergi jauh dari sini. Meninggalkan segalanya yang pernah ia tanggalkan.

Ditutupnya lagi laci yang berisi surat-surat itu, membiarkan sebuah teka-teki tersimpan di dalam laci dan memberi waktu untuk bisa membaca surat itu satu persatu.

Tak sengaja saat ingin mengambil sebuah kotak yang berisi barang-barang pribadinya, Joy melihat kotak bewarna coklat yang dimana itu adalah paket yang dikirim satu minggu yang lalu dari Jogja. Tertulis dari Laras. Tak sempat membuka kotak berwarna coklat itu Jeje datang.

"Ciee yang mau ke London. Ikut dong."

"Itu koper gw masih muat kok buat bawa lo."

"Ahh lo bisa aja hehe. Ohiya Joy sebelum lo pergi gw mau ajak lo ke suatu tempat." Wajah gadis itu berubah sendu.

"Kemana? gw masih banyak yang harus gw siapin." Jawab peria itu sembari memasukka barang-barangnya ke dalam koper.

"Sudah jangan banyak tanya, ayok cepat ikut gw".

Peria itu menyerah. Akhirnya Joy mengiyakan ajakan gadis itu. Dengan sepeda motornya Joy di bawa ke satu rumah dimana di teras rumah itu ada peria yang terlihat familiar bagi Joy dan wanita asing yang duduk di kursi rodanya.

"Ini rumah siapa Je?" Ucap Joy sambil membuka helm dan menaruhnya di kaca spion.

"Udah ikut gw." Gadis itu berjalan mendahului Joy.

Jeje memeluk kedua orang itu. Dan dari jauh samar terdengar dari Jeje menanyakan keadaan wanita yang duduk di kursi roda itu.
Joy yang masih berdiam di motor akhirnya menyadari bahwa laki-laki yang berada disana adalah laki-laki yang pernah membawa Laras pergi malam itu. Dadanya memanas, tangannya mengepal kuat rasanya ingin sekali Joy memukul wajah laki-laki itu. Joy bergegas dan nendatangi mereka. Tapi mata Joy tetap menatap wajah lelaki itu.

bbuuukkkkkk..

Tangan Joy berhasil mendarat di wajah peria itu dengan keras. "Lo yang bawa Laras malam itu kan? Lo siapa hah?"

Peria itu tak melawan sama sekali. Jeje yang berada di sampingnya terkejut saat dilihat Joy memukulnya.

"Joy gw bisa jelasin." Ucap peria itu sambil mengusap darah yang ada di bibirnya.

T A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang