Bagian 6

57 6 0
                                    

Seperti biasa bandara ramai hiruk-piruk orang berlalu lalang. Ada yang pergi untuk meninggalkan. Ada yang datang untuk menemukan. Hari ini keberangkatan Joy pergi ke London.

Joy berpamitan dengan Ayahnya. "Pa, Joy pergi dulu. Terimakasih sudah bisa menjadi ayah sekaligus ibu buat Joy. Terimakasih sudah membesarkan Joy sampai sekarang ini. Papa harus sehat-sehat terus disini. Jaga diri, Pa." Ucap Joy sambil memeluk erat sang Ayah. Seakan-akan ini adalah pelukan terakhir yang ia dapatkan darinya.

Tak lupa Joy berpamitan dengan Jeje dan Bang Bram. "Je, Gw pergi ya. Jagain Papa, kabarin gw kalau ada apa-apa. Bang Bram, maaf kalau Joy ada salah, dan tentang kejadian waktu itu......."

"Enggak masalah Joy. Sukses ya disana." Potong Bang Bram.

"Iya Joy pasti. Percaya sama gw. Lo baik-baik ya disana. Jangan lupa balik lo." Jawab Jeje

Joy mengngguk mengiyakan. Ia tersenyum, sambil memandangi ketiga sosok orang yang berdiri di depannya ini. Melepas kepergian Joy untuk meraih impian. Entah mengapa kali ini berat rasanya meninggalkan ayahnya sendirian. Dan berat meninggalkan apa yang telah terjadi. Mengapa harus sedih, lagian pergiku hanya sementara.

***

Keberangkatannya menuju London tinggal beberapa menit lagi. Joy sudah berada di dalam pesawat. Joy membuka kotak bewarna coklat yang tidak lain adalah sebuah paket yang dikirimkan oleh seseorang dari Jogja. Dibukanya kotak itu di dapat sebuah kamera yang entah apa maksudnya.

Di nyalakan kamera itu di lihat ada satu video yang entah apa isi di dalam kamera tersebut. Di simaklah video yang berdurasi 5 menit itu. Joy terdiam, mematung, sesak teramat yang menyerang dadanya. Joy menahan tangisnya. Ada gumpalan air mata yang akan segera ingin tumpah membasahi pipi Joy.

Sebuah potongan-potongan video dari Laras. Yang sedang menjalani terapi melawan rasa sakitnya kala itu. Walaupun Joy tahu di dalam video itu Laras terlihat sehat dan tersenyum manis seperti biasa, namun ada rasa sakit yang menyerang tubuh Laras saat itu. Tangisan Joy pecah, ia merindukan gadis itu. Sama seperti ia merindukan Ibunda tercinta.

***

Saat berada di perjalanan, Joy tertidur pulas beberapa jam. Pesawat Joy terbang di ketinggian kurang dari 30.000ft. Tiba-tiba Joy terbangun karna mendengar suara bising di sekitarnya. Saat membuka mata semua terlihat gelap, kabur, dan buram.

Hanya ada terlihat kepalan asap hitam dimanapun matanya memandang, yang menyelimuti seluruh lorong kabin. Terdengar seorang anak kecil yang menangis karena kesulitan bernafas. Ada sepasang keluarga yang saling berpelukan sambil menangis. Dan ada beberapa orang yang mengucap doa-doa yang mereka yakini. Dan Joy pun sempat panik dan berteriak kepada pramugari. Apa yang sebenarnya terjadi? Tapi tak ada gunanya, suara Joy kalah nyaring dengan suara seluruh penumpang yang sedang panik.

Joy hanya bisa duduk terdiam. Melihat keluar jendela yang ia rasa bahwa pesawat yang ia naiki bukan bergerak naik namun bergerak turun.

Joy menarik nafas pertama, ia kembali menelan ludah.

Nafas kedua, ia menatap kosong ke arah jendela.

Nafas ketiga, air mata merayap membasahi pipinya.

Nafas terakhir, bersamaan dengan suara ledakan dari arah depan pesawat.



Ibu.. Laras, aku pulang.

T A NTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang