🍁 7 🍁

607 21 2
                                    

Apartment tempat Rey tinggal terletak dipusat kota, tidak jauh dengan rumah sakit. Paling jaraknya sekitar 1 km. Jadi jika ada jadwal operasi yang mendadak, Rey bisa cepat mencapai kesana.

"Anak siapa Rey lu bawa kesini?", tanya Gibran, teman seapartmen Rey. ketika Rey pulang dengan menggendong seorang gadis dipagi buta.

"Jangan jangan, itu alasan lo ga pulang semalem!!", Gibran curiga karena rambut gadis itu yang tampak berantakan.

"Gausah mikir macem2 lo! Gw masih waras kalii!!", ucap Rey kesal.
"Gimana? Lo udah ngelacak plat nomor yg kemaren gw kirim?", sambungnya.

"Eheh, gw lupa!"
"Alah alesan! Cepet lacakin!"

Rey segera menurunkan Meisya di atas sofa. Tak lupa juga ia mengikat tangan Meisya agar tak menghancurkan apartment ketika ia siuman. Setelah itu, Rey dan Gibran melakukan pelacakan.

Plat nomor H 4579 HI
Atas nama : Zahra Xaviera
Alamat : Jalan mawar hitam, nomer 11 Semarang

"Plat nomor mobil siapa sih Rey?"
"Anak itu!", Rey melirik Meisya yang tengah tertidur tenang.

"Lo jagain dia ya! Gw mau nyari keluarganya!"
"Lah! Gw ada tugas hari ini!"
"Ah udah! Ambil cuti aja!"
"Enak aja kalo ngomong! Emang kenapa sih harus ditungguin? Toh dia juga bukan bayi kan??"
"Lo mau apartment ini jadi kapal pecah gara gara dia? Dia itu sakit jiwa!!, makanya gw mau nyari keluarganya,", tanpa mendengar respon Gibran, Rey langsung meluncur.

.
.
.
.
.

Rey memasuki kompleks rumah Meisya. Sampai lah di Jalan Mawar Hitam nomor 11. Rumahnya tampak kosong, bahkan sampah dedaunan kering tampak memenuhi halaman terasnya. Suwung! Kali aja pindah, batinnya. Rey berinisiatif untuk bertanya kepada tetangga yang sedang menyapu di depan rumah.

"Maaf bu, saya mau tanya, Rumahnya bu Zahra itu yang mana ya bu?"
"Rumahnya sebelah tu mas, nomer 11. Tapi seminggu yang lalu bu Zahra teh udah meninggal mas. Jadi sekarang yang tinggal di situ mungkin cuma Meisya, anaknya."
"Tapi kok rumahnya keliatan suwung ya bu?, kira kira mbak Meisyanya dirumah ga ya bu?"
"Waduh, ga tau jugae mas, mbak Meisya teh  sekarang jarang keluar mas!"
"Yang namanya Meisya itu, ini bukan bu? Rey menyodorkan ponselnya yg terpapar foto Meisya.
"Iya mas, tapi kenapa mbak Meisya lepas hijab mas, padahal dia anak yang syar'i setau saya!", Rey tidak peduli banyak tentang ini, toh dia tak mengerti.
"Saya ga tau bu, saya ketemu dia sudah seperti itu. Jadi sekarang Meisya ini tinggal sendiri ya Bu?"
"Iya mas, bapaknya teh udah lama ninggalin dia mas, sejak mbak Meisya berumur 4 tahun."
"Kalo kerabatnya bu, apa ibu tau?"
"Saya kurang tau mas kalo itu!
"Oh gitu ya bu, yaudah bu makasih! Kalau ada yang nyari Meisya tolong suruh menghubungi saya ya bu!", Rey pun meninggalkan kartu namanya untuk ibu itu.

.
.
.

Kepala Rey mumet, harus dibawa kemana gadis itu? Ia bahkan tak memiliki keluarga!!
Ia tak mungkin menampungnya terlalu lama di apartment! Siapa yang mau merawat dia, dengan kejiwaanya yang sekarang! Kalo di titipkan ke Rsj? Mungkin itu ide yang terbaik untuk saat ini!

Dalam perjalanan pulang Rey mendapat panggilan dr rumah sakit. Pasien dengan luka tembak harus ia tangani. Operasi demi operasi berhasil Rey selesaikan. Jarum jam menunjuk angka 11, malam semakin larut. Rey segera pulang.
.
.
.
.

101193, tiiiitttttt, apartment terbuka!
Apartemen masih gelap, mungkin Gibran belom pulang, batinnya. Rey pun segera menghampiri saklar lampu,

"Baaa!!!!", Meisya mengageti, suasana rumah bak tempat sampah. Semuanya hancur, majalah dan buku2nya berserakan. Kapas dakron isi bantal berhamburan. Dan yang paling parah! Makanan dan minuman berceceran di lantai lantai. Dan dimana Gibran? Ga pecus banget ngurus ni anak!

"Aaarrggghhh!!!!,", Rey mendesah sebal, apartmentnya sekarang bukan lagi tempat peristirahatan!

"Bran!!! Lo dimana Bran??", dari tadi Rey berkeliling, tak menemukan batang hidung Gibran. Sebenarnya dia kemana sih!

Meisya dimarahi Rey habis-habisan, celotehan dari A sampe Z hanya berlalu saja ditelinganya. Rey bahkan tak mendapat tanggapan apapun dari Meisya. Meisya justru lebih terfokus menonton film horor di salah satu stasiun TV. 'Mbak Kunthi Hi... Serem', begitulah judulnya.

"Jawab woii!!! Lo ga Bisu kan??"
"Ah! Ngomong sama orang gila!, sampe bibir lu pegel juga ga bakal ditanggepin Rey-Rey!", Rey mengumpat diri sendiri.

.
.
.

Dari dalam kamar mandi Gibran mendengar sayup sayup kehidupan di apartment nya. Itu artinya Rey udah kembali.
"Rey!!!!, lu udah pulang? Tolongin gw Rey!", tedengar suara Gibran mengintrupsi.
"Lu dimana Bran??", Rey meninggalkan Meisya dan mencari sumber suara.
"Kamar mandi Rey! Gw dikunci disini!"

Rey segera menuju kamar mandi tempat Gibran berada. Kuncinya sudah tak tampak, entah dimana Meisya menyembunyikan nya. Rey tak peduli! Ia segera mencari alat untuk mencongkel pintu. Kunci cadangan? Sudah jatuh dilubang air dari zaman bahula.

Kreekkll... Kllleeecckk... Keeerrlkkk!!
Braaakk!!
Pintu berhasil dijebol.

"Bran?? Lu dimana?", Rey celingak celinguk menyusuri tiap sudut kamar mandi.
"Gw disini, belakang pintu!" Rey menengok.
"Lu ngapain disitu?", tanya Rey heran, pintu dah dibukain ga segera keluar malah ngumpet di belakang pintu!
"Ngapain! Ngapain! Gw kepentok gara2 pintunya lu dobrak!"
"Hehe, ya maap, kebawa emosi gw."
"Huh, ndobrak ga pake aba aba!", Gibran mengomel.

Jidat Gibran berdarah gegara kepentok pintu. Rey segera mengambil kotak P3K yang berada di sebelah pintu kamar mandi dan mengobati Gibran seadanya. Mereka keluar bersama.

"Gila emang tu cewek! Berani2nya dia ngunciin gw di kamar mandi! Awas aja! Gw bakal kasi peritungan sama dia!", omel Gibran tak henti2.
"Pokoknya lu harus ngusir dia ya Rey! Gw ga mau dia ada disini! Bikin pusing gw aja! Mana apartment diberantakin lagi! Terus siapa yg mau mbersihin kalo dah kaya gini?? Elo Rey?", ngomel mulu pokoknya kek cewek.
"Gue! Gue! Enak aja lu! Kan tadi lu yang gw pasrahin! Ya lu lah yang harus mbersihin. Capek ni badan gw baru keluar dr ruang operasi jam sebelas tadi!"
"Gw juga capek kali! Nungguin lo pulang di kamar mandi! Mana laper banget lagi!"
"Makanya lain kali kalo masuk kamar mandi jangan lupa bawa makanan. Biar kalo kekunci ga kelaparan!!"

.
.
.
.

Meisya lari dari arah dapur sambil membawa Teflon di kedua tangannya. Seperti buru-buru, mungkin ada maling!
Rey dan Gibran yang berjalan dari arah berlawanan mencurigai sesuatu.

"Lo ngapain lari-lari?", teriak Gibran yang hendak mendekati ruang santai, tempat menonton TV dan hiburan lainnya.
"Awaasss!! Jangan deket2 situ!", lari Meisya makin kenceng. 2 lelaki itu heran, apa sebenarnya yang ingin dia lakukan??

Braakkk! Pakkpak! Bruuukkk! Braakk! Prak! Kraak! Plaak!

"TV guuuueeeeeeeeee!!!!! Belom lunaaasss!!", Rey menjerit melihat Meisya yg bersemangat menggebuki TV barunya.

"Kenapa TV nya lu gebukin woi??", Gibran geram melihat Meisya yg tak henti menyerang TV itu dengan sekerah tenaga.

"Aku harus hancurin sebelum setannya keluar! Aku harus hancurin sebelum setannya keluar! Aku harus hancurin sebelom setannya keluar!", Meisya terus saja mengulang kata2 itu.

Bruuk! Braak! Plaackk! Byarrrkkk!
Rey menyadari apa yang membuat gadis itu bersemangat menganiyaya TV barunya. Ternyata didalamnya ada setannya. Dia mau menyelamatkan kita semua dari serangan makhluk astral dalam serial yang ia tonton. Brrruuuhh, Rey pusing 7 keliling. Gibran mengomel kesana kemari merutuki apa yang terjadi.

Waktu sudah semakin larut, Rey segera mengambil keputusan. Besok pagi2 buta mereka akan mengantar Meisya ke rumah Meisya yg baru. RSJ maksudnya! Itu keputusan yg terbaik pikirnya!

.
.
.
.
.
.

Gimana part ini?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 13, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Skenario Allah Yang TerindahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang