Salam Pembuka - Chapter 4

59 23 1
                                    


[Altair/Pengirim Surat]

"Mengapa kamu mengirimkan surat-surat itu padaku?"

Saya tidak tahu bagaimana harus menjawab ini. Sesungguhnya itu juga adalah pertanyaan untuk diri sendiri.

Hari itu adalah hari berburu buku bulanan, yang rutin dilakukan di kota tempat Levia bekerja. Saya yang berpergian menggunakan sepeda motor, merencanakan menggunakan jasa pos untuk melindungi hasil buruan dari musim penghujan. Namun, di ruangan itu, entah bagaimana suhu udara begitu tinggi, bahkan di bulan november, dan ruangan ber-AC.

Menikmati membaca buku ketika antre di kantor pos, saya sebenarnya tidak bakal memperhatikan para costumer service. Tapi lewat ujung mata, saya bisa melihat semuanya tersenyum pada para pelanggan, namun salah satu dari mereka terlalu terlihat memaksa. Ketika ada jeda antara pelanggan yang sudah selesai, lalu memanggil pelanggan yang lain, ia selalu melihat ke luar, dengan tatapan kosong. Dan di tiap kali jeda itu, saya selalu mengangkat buku hingga menutup wajah.

Pertemuan tak sengaja dengan Levia, menyeret saya ke beberapa adegan di masa lalu. Waktu itu saya melihatnya sebelum upacara dimulai, menyadari apa yang terjadi, melepaskan topi dari kepala. Saat hendak maju ke barisan perempuan, Gavin terlihat menyerahkan topi miliknya pada Levia. Saya menggaruk kepala yang sebenarnya tidak gatal, kembali memakai topi, berpura-pura tak terjadi apa-apa.

Ketika hujan tiba dan melihat Levia masih berdiri di halte, saya segera mencari tempat berteduh, lalu segera melepaskan jas hujan. Saya berencana berhenti di depan Levia, mengajaknya pulang bersama, menyerahkan ini agar ia aman dari basah, tak apa saya kehujanan. Sebelum itu terjadi, SUV Gavin berhenti, Levia masuk, dan saya menelan ludah.

Rasanya sejak kami SMA, saya selalu melihat Levia sebagai gadis malang yang membutuhkan bantuan, ia selalu berhasil mengeluarkan sisi maskulin saya sebagai pria. Begitu pun saat ini, meski belum begitu mengerti kemalangan jenis apa yang saat ini menimpanya. Saya merasa harus melakukan sesuatu untuk Levia, menyelamatkannya.

Layak sebuah surat, harus memikirkan sebuah salam pembuka, saya tidak bisa langsung masuk ke intinya.

Berdiri, mendekat, menghadapi langsung Levia. Memasang ekspresi terkejut ketika menemukannya, berbasa-basi sebentar, lalu meminta nomor ponselnya. Itu sesuatu yang terlalu mainstream sebagai salam pembuka. Jadi saya memutuskan untuk pergi, biarlah buku ini basah, saat ini ada sesuatu yang lebih butuh diselamatkan.

***

Saya tidak pulang ke rumah, malam ini saya bakal tidur di tempat teman. Namanya Keanu, sahabat dari SMA, sudah biasa menginap di tempatnya. Dia tinggal di ruangan khusus bekas gudang keluarga, yang disulap menjadi markas besar bagi pria se-usia kami. Di sini ada TV besar berikut konsol, bahkan tenis meja. Tempat ini beberapa meter dari rumah orangtuanya, jadi di sini kami hidup nyaris tanpa aturan.

"Mana oleh-olehnya?" sambut Keanu, ketika melihat saya. Dia sedang bermain PES.

"Ini," Saya menyerahkan buku yang tadinya ingin diselamatkan, tapi ini menjadi tak penting lagi.

"Ini mah nggak bakal bikin kenyang,"

Saya merebahkan diri di kasur, rumah ini memang sudah seperti rumah sendiri. "Eh, Kean, reunian SMA ayok."

Mendengar itu Keanu mem-pause permainan, berdiri menghampiri, lalu menonjok-nonjok perut saya. "Coba bilang sekali lagi!"

Saya menghalau beberapa pukulannya, "Reunian SMA."

"Orang yang biasanya anti reunian SMA, sekarang malah ngajak? Kalau begini pasti terjadi apa-apa di Bandung. Ceritain sekarang, atau gua usir?"

Jika diingat-ingat, saya tak pernah absen di reuni SMP, namun tak pernah sekali pun menghadiri reuni SMA. Menurut saya, nilai dari reunian adalah mengingat kembali memori indah. Jadi kalau membuat kita mengingat kenangan buruk, maka nilai dari reuni itu hilang.

"Cerita atau usir, woy!"

"Usir," Saya tidak bisa menceritakan tentang menemukan Levia pada Keanu, tidak pada siapa pun. Ada sesuatu yang harus dipastikan terlebih dahulu.

Keanu menghujani pukulan di perut saya, "Pergi! Pergi!" Kami tertawa-tawa.

Sepertinya saya sudah mengetahui apa yang akan menjadi salam pembuka untuk surat kepada Levia.

"Kean, punya kontak Gavin?"

"Gavin yang mantannya Levia itu?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 15, 2019 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Letters to LeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang