🌸 05 | Ini Bukan Mimpi

678 51 7
                                    

“Aku benar-benar sudah jatuh cinta padanya. Tak peduli seberapapun menyebalkannya, tapi dia sudah berhasil membuat hati ini mengukir nama seseorang untuk pertama kali. Terlebih, namanya yang berhasil terukir di dalam hati ini.”

---🌸---

Rasanya canggung sekali berdua dengan lawan jenis di kamar ini. Bahkan sejak awal, kami hanya menikmati keheningan yang melanda. Aku duduk di ujung dekat tiang kaki ranjang, dan dia duduk di ujung lainnya. Saking heningnya, suara detak jam dinding sampai terdengar di kamar ini.

Aku tidak bisa seperti ini terus. Tapi, alasan apa yang harus aku gunakan untuk keluar?

Tiba-tiba saja aku mendapatkan ide. Aku berdiri seketika, membuatnya menoleh ke arahku. Jantungku langsung berdetak cepat saat mata kami bertemu, seketika aku menunduk menahan malu dengan pipi merah besemu.

“Aku mandi duluan,” kataku cepat.

Alfath mengangguk. “Iya,”

Aku hendak berlalu, tapi mendadak mengurungkan niat saat teringat sesuatu. Tanganku tidak mungkin sampai untuk melepaskan ritsleting belakang gaun yang kukenakan ini. Perlahan aku berbalik ke arahnya. Alfath yang merasakan mataku menatapnya mendadak mendongak dan menatapku dengan bingung.

“Ada apa?” tanyanya seketika.

Aku menggigit bibir bawahku sekilas. “Mau minta tolong,”

“Apa?” tanyanya lagi.

“Tolong bantu buka retsleting belakang,” kataku pelan. “Tapi kamu tutup mata!” imbuhku cepat tanpa jeda.

Alfath terdiam sejenak sebelum beranjak berdiri. Tubunya yang tinggi itu menjulang di hadapanku, refleks aku melangkah mundur sampai membentur meja rias. Aku mengerjap saat Alfath menghela napas dan membalik tubuhku menghadap cermin.

“Kamu bisa liat sendiri, kalau aku tutup mata,” katanya dingin.

Aku mengangguk kikuk sebelum menahan napas. Dia memejamkan matanya sebelum menurunkan retsleting gaunku perlahan.

“Jangan buka mata sampe aku bilang udah!” kataku tegas, cepat dan antusias.

Dia berdehem. “Iya,”

Aku cemberut mendengarnya. Kenapa Alfath begitu menyebalkan sih? Astagfirullah, Nisa, dia sedang membantumu sekarang!

“Ini udah mentok,” kata Alfath tiba-tiba. “Udah, kan?”

Sebelum Alfath membuka matanya, aku langsung berbalik menghadapnya sambil membenarkan jilbab agar menutupi pungungku ini. Tapi laki-laki itu belum juga membuka matanya. Aku menyipitkan mataku curiga, apa dia pura-pura memejamkan matanya?

“Kok nggak buka mata?” tanyaku keheranan.

“Kata kamu jangan buka mata sebelum kamu suruh,” balasnya.

Aku meringis, dia ini tipikal lelaki menyebalkan yang penurut dan memegang omongan. Aku cukup salut dengannya, meski dia tetap terlihat dan terasa menyebalkan.

“Yaudah, buka mata aja,” kataku. Dia langsung membuka matanya begitu saja.

Detak jantungku mulai berdetak lebih cepat, aku menunduk seketika karena Alfath tak kunjung mengalihkan pandangannya dariku. Aku hendak melangkah meninggalkannya, tapi aku tidak sengaja menginjak bawah gaunku yang panjang ini hingga aku terhuyung ke depan. Seketika aku merasa Alfath menangkap tubuhku sebelum kami jatuh di atas ranjang.

Astagfirullah. Bagaimana aku bisa terjebak dalam posisi ini?

Dia berada di bawahku dengan posisi masih memeluk pinggangku. Sementara aku, berada di atasnya dengan kedua tangan di depan dada. Mata kami bertemu, hingga berhasil membuat jantungku berdetak lebih cepat lagi, bahkan benar-benar terasa akan meledak. Tapi sungguh, aku tidak bisa bangkit sekarang. Aku seolah terhipnotis untuk tetap berada di posisi ini. Mungkin sama halnya denganku, Alfath juga merasakan hal yang sama.

Cinta AnnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang