🌸 04 | Penyebab Salah Paham

744 52 4
                                    

“Cuma butuh waktu lima detik untuk jatuh cinta, tapi butuh waktu lebih dari lima menit untuk mengakui perasaan itu.”

---🌸---

Sejak ditinggal sendirian di ruangan ini, degup jantungku langsung sulit dikendalikan. Entah kenapa, tapi rasanya sulit untuk aku definisikan dengan kata-kata. Aku terus mondar-mandir sambil mengangkat sedikit gaunku agar tidak tersandung.

Ya, ini hari pernikahanku!

Hari ini adalah hari terakhir aku menjadi seorang gadis, sekaligus hari pertama aku menjadi seorang istri. Rasanya benar-benar sulit aku ungkapkan dengan kata-kata.

Langkahku mendadak terhenti saat mendengar suara Alfath. Jantungku benar-benar kembali berdegup kencang sekarang. Lebih kencang dibanding sebelum-sebelumnya.

“Saya terima, nikah dan kawinnya Annisa Asalsya Husein binti Husein Dermawan, dengan mas kawin tersebut dibayar tunai.”

Seharusnya, sekarang Ummi atau Tante Nurul menjemputku. Tapi sampai pembacaan do’a selesai, mereka tak kunjung datang. Aku duduk di sofa panjang yang ada di ruangan ini. Tidak mungkin mereka melupakan aku di hari istimewa ini. Masjid tempat berlangsungnya Akad juga tidak begitu jauh. Hanya berbeda beberapa rumah saja. Tidak ada alasan logis mengapa mereka melupakanku sekarang.

Seharusnya, mereka menjemputku sebelum Alfath mengucapkan kalimat itu. Tapi sampai detik ini, mereka tak kunjung menjemputku. Bukan karena aku terlalu bersemangat untuk mendatangi lelaki dingin itu. Hanya saja, rasanya tidak enak sendirian di ruangan ini, sementara semua orang sedang tersenyum senang di luar sana.

Pint terbuka dan aku berbalik, siap memprotes Ummi atau siapapun yang datang.

Semua kata yang hendak aku keluarkan mendadak lenyap saat melihat siapa yang ada di ambang pintu. Seketika aku mengalihkan pandangan malu dengan pipi yang terasa hangat, mungkin sudah memerah sekarang.

“Aneh,” katanya.

Aku menoleh ke arah Alfath dengan heran. “Kenapa?”

Alfath menatapku. Tepat di manik mataku. Beberapa detik, hanya beberapa detik saja sebelum aku mengalihkan pandanganku ke arah lain.

“Aku disuruh jemput kamu,” balas Alfath datar.

Aku mengangguk paham. Memang aneh. Seharusnya aku yang datang menyusul Alfath di masjid. Tentu saja dengan Ummi dan Tante Nurul yang mendampingi. Atau juga, Kak Alma yang ikut membantuku. Tapi sampai sekarang, aku belum melihat mereka lagi setelah mereka meninggalkanku di ruangan ini.

Alfath melangkah menghampiriku. Jantungku semakin berdetak cepat.

“Mau aku bantu?” tawarnya. Aku hanya mengangguk kikuk.

Bahkan meski sekarang kami sudah sah menjadi suami istri, aku masih saja merasa canggung berduaan begini.

Alfath menjulurkan tangannya di depanku. Aku mendongak, menatapnya dengan bingung. Dia malah mengulum senyum tipis.

“Kamu bisa peluk lenganku kalau mau,” katanya.

Aku menghembuskan napas sebal. “Nggak usah modus deh,”

Cinta AnnisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang