(masa sekarang)
“aku merindukanmu Tya” kataku pelan sambil menyeka mataku yang basah.
Hujan masih saja setia mengguyur kota kelahiranku. Udara yang biasanya terasa hangatpun seketika berubah menjadi dingin sore ini. Kusapukan pandanganku keseluruh bagian ruang keluarga yang tak terlalu besar ini.
Mataku tertuju pada gantungan kunci berbahan alumunium yang dengan cantiknya menggantung dilemari perkakas diruang keluarga. Kulangkahkan kakiku menuju lemari dipojok kiri ruang keluarga itu. Lekat-lekat kupandangi ‘ah Insititut Pertanian Bogor. Universitas idaman Sasetya, karena disana ada kak Ilham cowok most wanted dari SMA sebelah yang jadi idola Sasetya’. tak terasa senyum kecil penuh luka terbit diwajahku yang memang sudah kusut ini.
“nak, ini kopi kesukaanmu. Ummah buatkan buat kamu, yuk diminum dulu keburu dingin” instruksi Ummahku memecah lamunan tentang gantungan kunci IPB itu. Aku menganggukan kepala tanda meng-iya-kan instruksi Ummah. Ummahku terlalu baik, aku memang anak tunggal tetapi Ummah dan Abati tak pernah memanjakan aku sekalipun, kemandirian adalah sesuatu yang ditanamkan secara mendalam pada diriku ini.
“terimakasih Mah” tak tega rasanya tidak mengucapkan kata itu atas semua yang sudah dilakukan Ummah.
Ummahku tersenyum lantas pergi kedapur lagi bergelut dengan bahan-bahan makanan di dapur, sebentar lagi Abati akan pulang karena malam yang indahpun akan segera datang.Kupandangi secangkir kopi hitam dicampur dengan susu cair dimeja tempatku duduk. Kopi, senja dan hujan bukankah itu perpaduan yang pas ? yaa aku rasa seperti itu. ‘kopi susu’ satu hal yang sangat-sangat disukai Sasetya ketika hujan dan jenuh melanda. Cangkir kopi dimeja itu kudekatkan ke mulutku dan menyesapnya secara perlahan.
“ahh mantab” kupejamkan mataku menikmati sensasi aroma kopi yang menyeruak dihidungku. Kusesap lagi dan kuhayati tiap-tiap rasa yang hadir saat kopi susu ini masuk keindra pengecapku. Perpaduan susu dan kopi hitam yang pas, rasanya benar-benar sama dengan kopi susu buatan Sasetya. Oh ternyata tidak hanya hujan yang mampu membawa kenangan itu kembali, tetapi secangkir kopi susu pun mampu melakukannya.
***
Sepuluh bulan lalu..
“Maah, Faa, pulang dulu ya aku” kata Sasetya
“nanti saja pulangnya Tya, tunggu makan malam sini aja ya” pinta Ummahku pada Perusuh itu.
“mau pulang aja Mah, kasian Bunda dirumah sendirian. Ayah lagi ke Surabaya soalnya” jawab Sasetya dengan mimik muka ‘sok’ memelas. Cih diamah pandai memainkan mimik wajah memang.
“yaudah sanaa pulang...” kataku sambil mendorong dan menggiringnya dari belakang menuju pintu keluar rumah. Baru satu langkah keluaar dari pintu rumahku hujan deras tiba-tiba mengguyur dengan sangat lebatnya.
Alhasil Sasetya gagal pulang dan kini berada didapur rumahku untuk membuat dua cangkir kopi susu kesukaan kami. ‘ah lumayan lah ada barista gratis dirumah’ batinku terus meneriakkan kegiranganku. Ia sudah biasa dengan keadaan dan juga dapur rumahku sama halnya aku dengan keluarga, rumah, dan dapurnya.Ummahku berada di ruang kerjanya, karena memang sekarang masih jam 5 sore masih memiliki banyak waktu menuju makan malam.
“nih diminum” Tuyulku menyerahkan secangkir kopi untukku.
Aku mengedipkan sebelah mataku dan tersenyum manis “thanks” kataku dengan nada manja. Sebetulnya aku jijik dengan nada suaraku itu, tapi sekali-kali tak apalah. Dan reaksi dia hanya memanyunkan bibir kecilnya itu. Menyebalkan.
“Ummah..” Sesetya meletakkan cangkir kopinya yang belum ia minum dan bergelayut maja dilengan Ummah. Iyuh pencitraan sekali sih Tya ini. “Maah.. hujan jadi Tya enggak jadi pulang, Tya bawa motor tapi enggak bawa mantel hujan.”
Ummah-ku mengelus puncuk kepala Sasetya. “it’s oke baby. Just stay here till dinner” ucap Ummahku. Kenapa adegannya seolah aku orang lain yang sedang menyaksikan adegan ibu-anak gini sih. Padahal kan itu ibuku. Aku menyambar cangkir kopiku dan menyesapnya dengan perlahan seperti biasa, aku ingin menikmati rasa kopi susu buatan Sasetya.
“hueek...” aku memuntahkan kopi susu itu kelantai
“Syifa !! jorok ih. Pel nanti lantainya” intruksi Ummahku geram. Tapi aku masih syok dan tak habis pikir dengan rasa kopi ini. Sumpah hancur sekali rasanya.
“Sasetya ini kopi apaan sih rasanya enggak enak banget aseli. Pahitttt..!!” protesku
“haaa ? ya kopi susu lah kayak biasanya itu” Sasetya kebingungan. Ia melepaskan tautan tangannya dan pergi mencicipi kopinya. Satu detik, dua detik, tiga detik, ia pun melakukan hal yang sama sepertiku ‘memuntahkan kopinya’. “Enggak enak” kata Sasetya sambil menjulurkan lidahnya. Kulihat Ummahku mengerutkan kedua alisnya.
“Kok bisa ?” hening sebentar “kamu pake susu yang dimana Tya ?” tanya ummahku
“itu Tya pake susu cair yang ada diteko dekat kompor gas mah” ucapnya penuh sesal dan kebingungan
“ahaha.. hahha... ya ampunn” Ummahku tertawa terpingkal-pingkal “Ummah apaan sih ih” protesku berharap Ummah berhenti tertawa.
“hahahha.. pantesan lah rasa kopinya aneh. Itu bukan susu Sasetya !!” kata umahku masih dengan air mata meleleh karena tawanya. Kupandang Sasetya terlihat begitu kebingungan.
“itu air cucian beras yang sengaja Ummah sisihkan untuk cuci muka”
“haaaaaaaa !!!” teriak Sasetya
Bodoh !! Sasetya Bodoh !! ngakunya barista handal masak iya bedain air cucian beras sama air susu aja enggak bisa.Pantas saja walau cantik ditinggal kabur cowok-cowok ganteng terus. Untung saja aku cewek jujur jadi kalo pahit akan tetap aku katakan pahit, bukan yang rasanya pahit dikatakan manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kopi Rindu Susu (KRS) (Lengkap)
Cerita Pendekaku seorang yang baru bergabung dengan dunia per-wattpad-an dan mencoba menuangkan gagasan yang ada diotak ini. Kalau ada yang mau baca ya Monggo wkwk. Kalau enggak yasudah 😂 Cerita ini tentang persahabatan antara Syifa dan Sasetya, dua sahabat ya...