New World

120 14 16
                                    

   Merantaulah engkau kan mengerti
    alasan kenapa kau harus kembali.
   Dan mencobalah engkau akan tau
             sebatas mana porsimu.

                           🌼🌼🌼

Hari ini tepat satu hari Erinka berada di Batam. Kota yang terletak di kepulauan Riau, ia pernah membaca di internet seputar kota Batam sewaktu ia sekolah menengah atas. Yang isinya kota Batam adalah sebuah kota terbesar di Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Wilayah Kota Batam terdiri dari Pulau Batam, Pulau Rempang dan Pulau Galang dan pulau-pulau kecil lainnya di kawasan Selat Singapura dan Selat Malaka.

Pulau Batam, Rempang, dan Galang terkoneksi oleh jembatan Barelang. Menurut Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Batam per 2015, jumlah penduduk Batam mencapai 1.037.187 jiwa.

Berbeda di era yang baru sekarang ini, kebanyakan penduduk kota Batam adalah para pendatang dari daerah mana saja di Indonesia. Orang-orang asli Batam adalah suku Melayu yang sudah tersisihkan di pulau-pulau kecil yang ada di kepulauan Riau tersebut.

                           🐇🐇🐇

Suasana pagi ini begitu menyejukkan dengan awan yang sedikit kelabu saling berkejaran satu sama lain, mentari pun belum menampakkan dirinya. Erinka berdiri di depan teras kosannya. Dari lantai dua terlihat kendaraan roda dua dan roda empat berkeliaran.

Ada juga yang berjalan kaki mengenakan seragam sekolah, dan beberapa yang lain juga memakai seragam kemeja biru dan ada sesuatu yang bergelantungan di lehernya. Apakah itu pekerja? Ntahlah. Ia masih belum familiar dengan hal seperti itu, begitu banyak orang yang sibuk melakukan aktivitas masing-masing di pagi hari.

Mungkin ini yang dinamakan segera bergegas agar rezeki tidak dipatok ayam. Namun, bagaimana dengannya? Ia hanya bisa menatap langit jingga dari atas lantai dua sambil merenung meratapi nasibnya yang kurang beruntung.

“Pagi Mba, gak kerja Mba?” Sapa seorang gadis yang baru saja menaiki tangga.

Terlihat ia masih mengenakan seragam kerjanya, dengan mata yang begitu sayu seperti orang yang ingin segera menempelkan tubuhnya diatas pulau kapuk. Namun, bibirnya masih sanggup untuk menyunggingkan senyum ke arah Erinka, sepertinya ia orang yang ramah.
Erinka sedikit tersentak dan sadar dari lamunannya ketika mendengar seseorang datang menyapanya.

Astaghfirullah, batinnya.

Ia sadar kalo ternyata dirinya masih termasuk ke dalam golongan orang beruntung, masih banyak di luaran sana yang hidup susah dengan rumah tak beratap rela pindah sana-sini. Tidak lebih baik darinya.

“Eh, Erin belum kerja kak,” balasnya dengan menyunggingkan senyum ke lawan bicaranya.

“Mba kok balik lagi, kenapa?”

“Haha … saya bukan balik, tapi baru pulang kerja.”

Erinka mengerutkan dahinya seperti orang yang kebingungan, seolah tau isi hatinya si lawan bicara langsung  menjawab.

“Saya masuk malam Mba!!!”

“Ooh … hehe Yaya.”

“Masuk dulu Mba,” balas gadis itu meninggalkan Erinka sendirian yang masih memikirkan perkataannya.

Waktu menunjukkan pukul delapan pagi, Erinka masih berdiri di depan terasnya, tersadar seseorang berada di belakangnya yang mungkin sedang menduduki kursi.
Tanpa melihat ke arah belakang ia langsung mengeluarkan suaranya kembali.

“Loh, Mba belum tidur toh!!!”

Namun yang ditanya hanya menjawab.

“Baru bangun kali.”

ErinkaWhere stories live. Discover now