17. [INDO] Sudut Pandang Penulis

648 52 2
                                    

Skizofrenia.

Satu-satunya hal yang terlintas di dalam pikiran saya ketika melihat kata skizofrenia atau mendengar kata skizofrenia adalah pemasungan. Benar, hal yang terbayang dalam benak saya adalah seorang wanita atau pria yang duduk dalam sebuah ruangan tertutup minim pencahayaan, minim kehangatan, minim keamanan, mirip kenyamanan, dan dalam keadaan paling menyedihkan yang pernah saya bayangkan. Terpasung. Kemudian di balik dinding kayu yang dibangun seadanya dari tempat yang jauh dari masyarakat, mata sayu itu memandang. Itulah bayangan saya terhadap skizofrenia.

Miris memang, tapi stigma masyarakat terhadap skizofrenia amat sulit didobrak. Anggapan “gila” dan “membahayakan” kerap masyarakat lekatkan pada seorang penderita skizofrenia. Tidak jarang cibiran, hinaan, dan perkataan tidak menyenangkan mereka lontarkan kepada keluarga dari si penderita skizofrenia, di mana perkataan itu mempengaruhi kepekaan keluarga terhadap si penderita skizofrenia dan munculah perasaan malu dalam benak pihak keluarga. Hal ini salah. Dalam pikiran saya, hal ini sepenuhnya salah. Tidak ada pembelaan untuk hal ini. Saya tidak pernah berpikir untuk membenarkan hal ini. Mengapa? Banyak alasan yang sangat masuk akal yang membuat saya tidak membenarkan hal tersebut.

Pertama, stigma masyarakat mengendalikan peranan sosial keluarga sebagai caregiver. Masyarakat hingga saat ini menganggap bahwa pengidap skizofrenia adalah orang gila yang berbahaya bagi kelangsungan hidup mereka. Tidak jarang dari mereka menganggap penderita skizofrenia sebagai ancaman karena delusi dan halusinasi yang tidak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Stigma miring ini mempengaruhi keluarga, secara tidak langsung mempengaruhi peranan keluarga. Tidak jarang anggota keluarga merasa malu dengan keberadaan si penderita skizofrenia, sehingga memutuskan untuk menyembunyikan penderita skizofrenia tersebut dari masyarakat dengan cara mengurungnya.

Dua, penderita skizofrenia adalah ancaman serius. Halusinasi dan delusi yang dialami penderita skizofrenia barangkali terlihat mengerikan di mata orang lain, dan barangkali cara mereka berbicara dengan “teman khayalan” mereka justru mengundang takut masyarakat. Layaknya manusia pada umumnya, penderita skizofrenia memiliki perasaan kesal dan dapat meluapkan amarahnya ketika ia tidak merasa dihargai, namun anggapan awal bahwa skizofrenia adalah ancaman dan penderitanya adalah orang gila, maka masyarakat mengasumsikan amukan penderita skizofrenia sebagai hal yang berbahaya dan harus dihindari. Maka dari itu, banyak masyarakat tidak ingin berkomunikasi dan berinteraksi dengan penderita skizofrenia.

Stigma ini sepenuhnya salah. Dalam benak saya, penderita skizofrenia tetaplah manusia. Mereka memiliki perasaan, pikiran, dan akal sehat. Layaknya manusia, penderita skizofrenia pantas dihargai, disayangi, dilindungi, dan dikasihi. Membedakan penderita skizofrenia dengan cara ekstrem yang justru memperparah kondisinya bukanlah jawaban yang bijak. Sebagai sesama manusia yang esensinya adalah interaksi sosial, kita seharusnya membantu penderita skizofrenia mengatasi penyakit mereka. Jika kita tidak bisa membantu secara medis, kita bisa membantunya secara psikologis.

Dekatilah mereka, ajak mereka mengobrol, dan melakukan tindakan positif layaknya manusia pada umumnya. Sekalipun mereka memiliki delusi dan halusinasi yang ekstrem, mereka tetaplah manusia. Dan memanusiakan manusia adalah jalan terbaik berdamai dengan penyakit mental.

Salam,
Gal

SCHIZOPHRENIA [SKIZOFRENIA]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang