Part 2-Talia

37 2 0
                                    

"Sepi, itulah hari-hariku. Siapa? Teman? Bahkan untuk bicara saja aku bungkam. Namun, setelah mengenalnya aku merasa tak sendirian."

~Callista Arya Adresson~

Jam beker di atas meja sudah menunjukkan pukul setengah tujuh. Matahari menunjukkan sinarnya melalui jendela kamarnya. Callista yang sudah rapi dengan seragamnya bergegas keluar kamar menemui kedua orangtuanya untuk berpamitan. Alfredo, yang sudah selesai sarapanpun ikut berpamitan. Pagi ini Callista bangun kesiangan karena semalam ia begadang menonton drama Korea favoritnya dan akhirnya ia tak bisa sarapan bareng keluarganya, namun juga sudah kebiasaanya sedari kecil yang malas untuk sarapan. Kali ini ia benar-benar terburu-buru takut terlambat ke sekolah. Bisa di bayangkan sendiri bagaimana macetnya jalan di Jakarta jam-jam segini. Tak kalah macetnya seperti mudik lebaran.

Alfredo melajukan motornya dengan cepat, ia sengaja berangkat dengan motor ninjanya, agar bisa menerobos kendaraan di depan, di samping yang ikut terjebak kemacetan. Indra penciuman ku tak lagi menerima udara segar pagi ini. Kabut serta udara segar setiap pagi tergantikan polusi dan debu yang bersatu menyelimuti jalanan. Suara klakson di bunyikan sana-sini oleh ribuan pengendara yang tak sabar dengan kemacetan. Untung saja Alfredo jago naik motor jadi bisa menyelip jalan di tengah kemacetan. Callista yang sedari tadi hanya menggerutu dalam hatinya merutuki kesebalannya. Kini motor Alfredo telah sampai di depan gerbang sekolah. Callista turun lalu bergegas masuk.

Murid-murid yang lain sudah ramai terlihat di koridor sekolah. Baru lima menit lagi bel masuk akan di bunyikan. Callista berjalan sedikit terburu-buru menuju ruang kelasnya di lantai dua.

"Callista ... " Callista merasa ada yang memanggilnya lalu menoleh kebelakang, ia melihat teman sebangkunya, Talia berlari menghampirinya.

"Cal, Lo kok diem aja sih gue panggil dari tadi!" Talia yang sedari tadi merasa di cuekin panggilannya pun merasa kesal. Talia ngomel-ngomel tak jelas pada Callista, namun Callista tetap saja diam hanya menanggapinya dengan senyum manisnya.

Kini mereka berdua sudah berada di kelas. Teman-temannya pun sudah datang lebih awal dari mereka. Bel masuk sudah di bunyikan, saatnya murid-murid fokus pada pelajaran pertama.

"Cal, buku biologi Gue di Lo ya? Kok di tas gue gak ada, apa gue lupa bawa buku lagi" Talia yang bingung mencari buku biolaginya cemas mengingat gurunya yang super killer itu.

"Mampus, bisa kena hukuman gue," Talia menepuk jidatnya dengan mimik wajah pasrah sedangkan Callista hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah teman sebangkunya itu, lucu.

"Buku kamu ada di aku, Lia," ucap Callista sambil mengeluarkan buku milik Talia. Terlihat kelegaan di wajah Talia. Ternyata Talia tak seperti yang Callista kira. Cewek judes dan irit bicara sepertinya. karena waktu hari pertama duduk denganya, Talia terliah diam padanya. Kini ia merasa tidak sendirian, ada Talia yang akan menemani harinya yang selama ini kesepian. Bukan berarti Callista lebih suka keramaian, justru ia sangat membenci keramaian, karena baginya keramaian hanya menekan dirinya dan sunyi yang memberinya ketenangan. Masa kecilnya yang suram membuatnya tak ingin berbaur dengan orang lain. Orang tua yang tak memperdulikannya, hidup mewah tapi tanpa kasih sayang dari orang tuanya. Callista lebih suka mengurung diri di kamar daripada bermain di luar bersama anak-anak seumurannya. Terkadang Callista hanya bermain bersama abang atau pembantu rumah tangganya.

"woi, Lo melamun, Cal? Callista merasa lengannya di senggol pun menoleh ke samping.

"Ke kantin yukk, gue laper." ajak Talia padanya.

"Loh, nanti bisa di hukum kita, Lia. Jam pelajaran pergi ke kantin," ucapnya polos.

"Makanya jangan melamun Mulu deh lo, Cal. Udah selesai dari tadi tu pelajaran Bu Rini." Belum juga Callista mengiyakan ajakan Talia tangannya sudah di tarik keluar kelas untuk ke kantin. Talia tak bisa lagi menahan lapar apalagi cacing-cacing di perutnya sudah mendemonya sedari tadi. Sepanjang jalan ke kantin Callista merasa heran sendiri pada dirinya. Selama itukah dirinya melamun sampai-sampai ia tak sadar sudah mengabaikan pelajaran biologi yang gurunya bisa di bilang sangat killer. Untung saja Bu Rini tak tahu jika dirinya tak memperhatikan saat menagajar. Bisa habis di telan mentah-mentah olehnya.

Di kantin terlihat sangat ramai. Talia menyuruhnya mencari tempat duduk sedangkan Talia sendiri pergi untuk memesan makanan dan minuman. Sebenarnya Callista sangat canggung berada di keramaian seperti ini. Tak biasanya ia berada di tengah orang banyak. Namun, ia tak ingin terlihat seperti orang idot dan aneh meskipun sikapnya cuek dan jutek. Callista memilih duduk di bangku pojok dekat pintu keluar. Menurutnya di situlah tempat yang agak sepi karena tak banyak yang mau duduk jauh-jauh dari tempat stand makanan.

Dua buah mangkok bakso dan dua gelas es teh kini ada di hadapannya. Talia terlihat sangat lapar, begitu pesanannya datang ia langsung memakannya lahap padahal itu masih sangat panas. Callista menemukan hal konyol lagi dari teman sebangkunya itu, tak hanya cerewet namun Talia juga bersikap masa bodo. Jika sudah kelaparan ia tak memperdulikan kondisi sekelilingnya.

"Lo nggak akan kenyang dengan cuma liatin gue makan doang, Cal! Lo gak doyan bakso?" protes Talia dengan bakso yang sudah memenuhi mulutnya itu. Callista yang tertangkap sedang memperhatikan Tania seketika membuang mukanya ke arah lain. Tak sengaja matanya bertabrakan dengan mata seseorang yang duduk tak jauh darinya. Sedetik lalu Ia kembali memutuskan pandangannya itu.

"Aku suka kok," jawabnya lalu memakan bakso di mangkoknya. Callista dan Talia menghabiskan waktu istirahatnya di kantin. Bel masuk sudah berbunyi. Mereka segera bangkit dan masuk ke kelas. Pelajaran selanjutnya berlangsung dengan khidmat.

Sepulang sekolah Callista berencana menebeng Talia karena abangnya tak bisa menjemputnya sedangkan pak kamal ambil cuti hari ini. Namun, sialnya Talia juga tak membawa motor, dan Talia pun menebeng pada kakak kelas yang searah dengannya. Mau tak mau Callista pun berjalan ke depan gerbang sekolah untuk menunggu angkot. Sebenarnya dirinya belum pernah naik angkot. Hanya sekali waktu kecil ikut pembantu rumahnya belanja ke pasar. Hari yang sangat buruk, pikirnya. Callista tak sengaja melihat cowok yang tadi di lihatnya di kantin. Cowok tampan dengan earphone yang ada di telinganya, menjadi sedikit lebih manis namun tampilannya begitu urak-urakan membuatnya callista ilfil. Baju di keluarkan dengan tas ransel yang hanya di tentengnya di tangan. Lama ia menunggu, pandangannya masih tak lepas pada cowok yang berjalan ke sebuah warung depan sekolah. Entah mengapa pandangannya tak ingin lepas darinya. Selang beberapa detik Callista di kagetkan bunyi klakson angkot yang berhenti di depannya. Jantingnya berdegup kencang seakan-akan lepas dari tempatnya. Ia segera masuk dan memberitahu sopir angkot diamana ia akan turun. Entahlah angkot tujuan mana yang ia naiki saat ini. Semoga saja enggak nyasar.

CallistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang