Part 3- Kedai es krim

33 1 0
                                    

Bulan, Bintang  dan Matahari.

Mereka indah dengan sinarnya. Meskipun kadang mereka tertutup awan hitam tetap saja mereka akan selalu bersinar. Bukan untuk bumi, tapi untuk langit yang ingin menyapa pelangi.

~QPM~

Tok Tok Tok

Callista yang sedang asyik menonton serial drama Korea di laptop dengan sereal di tangannya tak menanggapi gedoran pintu yang sedari tadi sudah menggema. Callista tetap saja diam berkutik di depan laptopnya. Dirinya Paling tidak suka di ganggu siapapun saat sudah berada di kamarnya. Karena baginya kamarnya lah yang mampu membuatnya berasa tak sendirian meskipun dirinya hanya berteman dengan laptop. Ketokan pintu masih saja terdengar di tambah suara yang tidak asing. Ya, itu suara Abangnya yang terus-terusan memanggilnya. Menyebalkan.Callista menaruh sereal yang ada di tangannya ke atas meja dan beranjak dari tempat tidur untuk membukakan pintu. Dengan terpaksa ia berjalan  dengan menghentakkan kakinya sebal.

“Apa sih Kak,” tanyanya ketus, “kakak ganggu aku lagi nonton film tauk,” Callista dengan wajah sebalnya berdiri dengan wajah manyun. Alfredo terkekeh kecil, senang bisa mengusili adiknya itu.

“Apa sih, dek. Gitu aja marah,” Alfredo mencubit gemas kedua pipi adiknya itu, “ makanya kalo di panggil tuh jawab, dari tadi mama nanyain tuh kamu kenapa pulang sekolah cemberut.” Katanya sedikit mengintrogasi. Memang selepas pulang sekolah tadi Callista hanya mengucapkan salam dan pergi mengurung diri di kamar. Tak seperti biasanya jika sepulang sekolah dirinya pasti akan pergi ke taman belakang untuk bermain bersama kucing kesayangannya. Colly namanya.

“Tauk aah, Caca sebel Sama abang.” Callista memanyunkan bibirnya sedangkan Alfredo bingung dengan adiknya ini, yang tiba-tiba marah gak jelas padanya. Padahal mereka juga tak lagi berantem. Alfredo sebenarnya tau, adiknya manyun sebab tidak bisa menjemputnya pulang sekolah tadi malah tega menyuruh adik satu-satunya pulang dengan naik angkot. Untuk saja angkot yang di naiki Callista tidak salah. Callista yang mendengar wanita yang di sebut Mama oleh abangnya hanya di acuhkan.

“Abang minta maaf deh, dek,” tangan Alfredo terulur untuk mengusap punggung rambut Callista. Bukannya menjawab maaf dari kakak nya itu, Callista malahan pergi ke tempat tidur dan meneruskan menonton drama kesukaannya yang sempat terjeda.

Sudah ganggu bikin bete lagi.

“Kamu beneran marah sama Abang, dek?” Alfredo mengikuti Callista untuk duduk di atas tempat tidur dan memberinya pertanyaan padanya yang hanya ditanggepin dengan tatapan tajam. Alfredo sudah berulang kali mencoba meminta maaf pada adeknya itu. Namun, tetap saja Callista masih mendiamkannya. Callista paling tidak suka di ganggu. Meskipun begitu Alfredo justru lebih suka melihat wajah manyun adiknya ketika sedang marah. Mellihat Callista yang lagi seperti ini malah membuat abangnya semakin senang untuk mengusili adiknya itu. Biarpun akhirnya Alfredo mendapatkan lemparan bantal dari adiknya. Lucu.

“Abang, iih apaan sih. Berisik tau,” kini Callista mematikan laptopnya. Abangnya yang sedari tadi mengusilinya membuat ia tak fokus pada film yang di tontonnya. Mood baiknya mendadak hilang. Callista semakin sebal pada Alfredo. Callista memakan habis sereal di mangkuknya yang masih tersisa sedikit dengan lahap.

“Ayolah dek, maafin Abang ya,” mohonnya dengan muka sedikit sendu, “ kalo begitu mau nggak kita makan es krim di kedai sebrang sana? Tapi maafin Abang ya, plis,” rayunya pada adiknya itu. Callista yang mendengar ajakan abangnya untuk memakan es krim di kedai langganannya itu langsung melihatkan senyuman manisnya. Alfredo tak pernah lupa dengan cara jitu yang bisa mengembalikan mood adiknya itu kembali baik. Di luar sana mungkin Callista lebih tertutup pada orang. Tak lain pada kedua orangtuannya. Bahkan dirinya saja bisa di bilang tak punya teman dekat. Berbeda jika Callista sedang bersama Abangnya. Callista akan bercerita apapun tentang dirinya. Ia merasa nyaman bercerita apapun pada alfredo seakan  dirinya tak pernah punya beban hidup sama sekali. Tak ada kesedihan ataupun kekacauan yang terlukis di wajah mungilnya.

CallistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang