Part 1-Sekolah Baru

51 3 0
                                    

“Dek, apa kamu sudah siap?” tanya seseorang dari balik pintu putih itu. Tak ada jawaban apapun dari dalam kamar, hanya gemericik air yang terdengar. Alfredo berpikir jika adiknya itu sedang mandi. Alfredo beranjak menuruni anak tangga menuju ruang makan. Disana sudah ada papa dan Mama Sandra di meja makan. Alfredo menyapa mereka dan menggambil sehelai roti dengan selai coklat kesukaannya untuk mengisi perutnya.

“Nak, Ayo sarapan dulu.” Callista yang baru menuruni anak tangga tak mengiyakan ajakan Mama tirinya itu. Ia bergegas pamitan untuk berangkat sekolah. Meskipun sikapnya yang selalu cuek dan irit bicara tak mengurangi rasa  sopan untuk menyalami tangan kedua orang tuanya tersebeut. Dari belakang Abangnya mengikuti Callista keluar dengan membawa roti yang belum sempat dimakan.

“Dek, ini makan. Abang tau dari semalem kamu belum makan apapun,” ucapnya sambil menyodorkan roti ditangannya. Callista tak ingin ribut dengan segala interogasi Abangnya sepagi ini, ia pun memakan roti pemberian Abangnya itu. Mereka berangkat bersama menaiki mobil. Kebetulan kampus Alfredo melewati jalan sekolah Callista yang baru, jadi tidak usah susah-susah ia untuk memesan taksi atau naik angkot. Abangnya tak pernah membiarkan adiknya itu berangkat sendirian, biarpun Abangnya tak bisa mengantarkan seenggaknya Callista berangkat diantar oleh pak Kamal, supir pribadi ayahnya.

Bangunan gedung mewah  terlihat jelas di depan mata, Callista turun dan memasuki gerbang dengan langkah bingung. 'SMA TUNAS BANGSA’ tulisan yang terukir jelas di gapuro gerbang masuk sekolah tersebut.

“Tuhan, bagaimana bisa aku menemukan ruang kepala sekolah di gedung sebesar ini?” gerutunya dalam hati. Ia menyusuri koridor sekolah yang belum terlalu ramai sebab hari ini bukanlah hari Senin, ia yakini pasti murid-murid yang lain bersantai untuk berangkat sekolah.

“Kak, mau tanya ruang kepala sekolah sebelah mana ya?” tanyanya pada salah satu murid yang duduk di depan kelas, mungkin dia kakak kelas atau malahan adik kelas? Aah! Tidak penting.

“Kamu tinggal lurus belok kanan belok kiri nah, nanti di sebelah situ ada kantor guru juga ruang kepala sekolah. Kamu anak baru ya? Belum pernah gue liat lo sebelumnya,” tebaknya padaku.

“I… iya, kak,” jawabku dengan anggukan kecil,

“Aku baru pindah hari ini, makasih kak sudah di kasih tau. Saya duluan, kak.”

Callista kembali melangkah mencari ruang yang

diarahkan oleh cowok tadi. Sekolah seluas ini membuat Callista bingung mencari ruang kepsek itu. Kakinya kini berhenti di depan pintu dengan papan yang menggantung bertuliskan 'Ruang Kepsek’. Tangannya terulur untuk mengetok, namun pintu sudah terlebih dulu terbuka. Terlihat seseorang yang begitu gagah dan berwajah tegas sedikit menyeramkan .

“Callista ya? Ayo masuk,” bapak-bapak tersebut menyuruhnya masuk dan mempersilakan  untuk duduk. Tak lama beliau menjelaskan peraturan di sekolah ini, pintu kembali terbuka dengan datang seorang perempuan yang memakai kacamata dan membawa tumpukan berkas-berkas di tangannya.

“Bu, tolong antarkan dia kekelas 11 Ipa 2, dia murid baru ,” perintahnya pada guru yang baru masuk.

“Baik, mari saya antarkan.” tidak mau berlama-lama guru tersebut meletakkan berkas-berkas yang di bawanya. Beliau ijin pamait untuk mengantarkan kekelas barunya. Callista mengekorinya dibelakang dengan menyamakan langkah agar tidak tertinggal. Bel sudah berbunyi sedari tadi menandakan tak ada murid yang berkeliaran lagi di luar kelas mengingat begitu ketat peraturan di sekolah ini.

***

Guru tersebut membuka pintu kelas, dan callista mengikuti dari belakang. Callista  menatap kelas yang tadinya terdengar ramai kini menjadi hening.

“Selamat pagi.” Sapa guru tersebut dengan suara kerasnya. Semua murid memandangku penasaran.

“Pagi Bu,” jawab mereka serentak.

“Kalian hari ini kedatangan siswa baru, silakan perkenalkan namamu,” perintahnya sambil melirik Callista yang sudah berdiri di sebelahnya.

“Hai, perkenalkan nama saya Callista Arya Adresson bisa di panggil Callista, saya pindahan dari SMA Pelita Bangsa, senang berkenalan dengan kalian. Makasih.” ucapnya dengan singkat.

“Neng, babang panggil sayang boleh nggak?” seketika suasana kelas menjadi rame mendengar gombalan recehan salah satu cowok gila. Callista hanya menunduk malu tak berani menatap ke depan.

“Sudah-sudah jika ada yang ingin bertanya nanti saja saat istirahat, karena Bu Sukma akan segera masuk ke kelas.” Tuturnya.

“Baiklah, Callista kamu bisa duduk di bangku kosong sebelah Talia.” Callista mengangguk dan mencari bangku kosong yang di maksud guru tersebut.

“Boleh aku duduk?” tanyaku meminta ijin.

“Silakan,” ucapnya cuek. Callista sudah biasa mendapat perlakuan cuek dari orang-orang mengingat sikapnya yang juga bodoamat terhadap orang. Huuhh, Callista menghempaskan nafas menenangkan pikiran untuk fokus pada pelajaran di hari pertama ini. Namun, pikirannya tetap saja terarah pada sekolahnya yang dulu. Callista merasa rindu dengan suasana ramai kelas dan juga keributan yang di ciptakan waktu pelajaran kosong. Baginya suasana kelas adalah hidupnya, meskipun aku tak banyak bicara pada mereka. Biarpun begitu mereka tak memandang dirinya lain dari sesama.

“Pagi anak-anak,” sapa seorang guru yang baru masuk.

“Pagi Bu,” di jawabnya serentak oleh seisi kelas.

“Betewe, tadi ibu dengar ada murid baru di kelas ini, coba angkat tangannya” Callista merasa kaget dan reflek memperkenalkan dirinya kembali, mengangkat tangan lalu menurunkannya lagi.

“Baiklah, Callista nanti kamu bisa meminjam buku pelajaran pada ketua kelas atau teman sebangkumu agar kamu tidak tertinggal materi,” perintahnya.

“Sekarang kita mulai pelajarannya dan buka buku paket matematika halaman 47. Kerjakan dari point A sampai C dan di kumpulkan pada ketua kelas, nanti ketua kelasnya bisa mengantarkan hasilnya meja saya dikantor. Yang tidak mengerjakan akan ibu beri hukuman kecuali Callista, mengerti?” terangnya yang hanya di jawab oleh beberapa murid dan yang lainnya mengumpat kesal di belakang sebab ancaman guru tersebut.

“Juan, nanti gue nyontek Lo ya,” teriak salah satu cewek yang terlihat tomboy.

“Apa-apaan, enggak! Lo kerjain aja sendiri,” tolak Juan padanya.

“Nanti gue traktir batagor mang Din deh, itung-ngirit duit. Gue tau uang saku Lo dipotong seminggu sama bokap Lo kan.” ujarnya sedikit mengejek juan.

“Sial, oke deh gue kasih Lo contekan. Awas kalo Lo bohong, gue bilangin ke Bu Suk biar di hukum lagi lo, hahaha… ” ancamnya dengan tawa tak mau kalah pada cewek resek itu. Callista hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah mereka. Sepeninggalan Bu Sukma, kelas yang tadinya sunyi kini menjadi ramai. Bukannya mengerjakan soal mereka malah bubar dari tempat duduknya membentuk kelompok sendiri untuk gosip. Juga ada yang pergi ke kantin untuk makan. Ternyata mereka tak jauh berbeda dengan teman sekelas ku dulu. Pikirannya teringat dengan teman-teman sekolah yang dulu. Mengingat selalu ada hal-hal konyol yang tercipta di kelas dan berakhir semua mendapat hukuman dari guru BP. Berjemur di lapangan hormat pada tiang bendera dan menjadi tontonan murid-murid lainnya.

Lucu, sangat kompak.

Huft

CallistaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang