"Hana sudah bangun Sayang?"
Hana mengangguk samar. Sembari menenteng boneka kudanil kesayangannya—pemberian dari Jaemin satu minggu yang lalu saat gadis itu berulang tahun ke empat belas tahun. Hana mendudukkan dirinya tepat di samping Chanyeol.
Hana tidak menghiraukan Chanyeol. Gadis itu langsung duduk—dan menaruh dagunya pada kepala boneka miliknya. Bibirnya ia majukan.
Chanyeol beranjak dari tempat duduknya. Menarik kursinya, merapatkannya pada kursi sang putri. Pria itu mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan. Sunyi. Tidak ada tanda-tanda kehadiran Xerin yang barangkali bisa memergoki.
"Pagi begini kok wajah Hana sudah cemberut? Hana juga tidak memberikan Papa satu ciuman penyemangat pagi hari." Pria itu berujar dengan nada sedikit merajuk.
Chanyeol menyibakkan beberapa helai rambut yang menutupi sebagian wajah sang putri. Menaruh helaian rambut tersebut ke daun telinga sang putri lantas mengusak hidungnya pada bongkahan dengan rona merah muda yang selalu membuatnya gemas. Meresapi aroma buah apel yang menguar dari tubuh Hana karena sang putri nampaknya baru saja selesai membersihkan tubuhnya.
"Hana marah ya? Kok dari tadi diam saja sih?"
Hana menoleh lantas menjawab dengan pelan, "Hana tidak marah Pa." Gadis itu menghembuskan napas dan menaruh kepalanya di atas meja makan kemudian melanjutkan dengan kedua pipi gembilnya yang menggembung sempurna, "Tadi malam Hana bermimpi aneh Pa."
"Oh ya? Coba ceritakan ke Papa dong."
Hana bangkit. Gadis itu mulai menceritakan pada Chanyeol mengenai mimpi anehnya tadi malam tentang sebuah bayangan bertubuh besar tidur bersamanya dan menggigit-gigiti hampir ke seluruh bagian tubuhnya. Chanyeol masih mendengarkan dengan seksama—meskipun arah pandangnnya tidak tertuju ke arah yang seharusnya.
Pria itu mengamati dengan detil dan baru menyadari jika sang putri memiliki lekuk tubuh yang indah. Sebenarnya tanpa perlu Hana menceritakan secara rinci perihal mimpi anehnya tadi malam, Chanyeol sudah tahu. Mimpi putrinya itu bukan sekedar mimpi. Bukan seorang bayangan hitam yang besar ataupun makhluk lain yang menyeramkan seperti yang Hana deskripsikan padanya saat ini. Itu Chanyeol.
Pelakunya Chanyeol. Tadi malam buncahan nafsunya meningkat luar biasa setelah secara tidak sengaja melihat bagian tubuh sang putri yang terbuka. Hanya ada dirinya dan Hana di dalam kamar sang putri sementara sang istri tertidur lelap sekali dan anak sulungnya tidak berada di rumah. Chanyeol jelas tidak menyia-nyiakannya.
Apa yang diinginkan pria itu sudah tersaji di hadapannya. Muda dan masih segar. Tidak menampik kenyataan bahwa gadis yang berbaring di atas ranjang itu adalah putrinya. Bagi Chanyeol, tidak ada yang lebih penting dibandingkan melayani buncahan nafsu miliknya.
Maka, malam itu, sebagai percobaan pertama untuk memenuhi gairahnya yang menggebu luar biasa, pria itu membuka denga perlahan satu persatu kancing piyama sang putri yang untung sekali bagi Chanyeol, Hana tertidur pulas. Jangan lupakan, jika kondisi kamar yang berada di rumahnya ini semuanya kedap suara. Dengan hati-hati Chanyeol melepaskan satu persatu pakaian yang membalut tubuh Hana. Sesungguhnya, selama ini Chanyeol tidak pernah lepas dari sosok sang putri. Sejak gadis itu masih kecil hingga beranjak dewasa dan Chanyeol merasa baik-baik saja—tidak ada gairah yang membara saat seperti ini.
Namun, akibat dari rasa kecewa dan ketidak puasan atas buncahan nafsunya yang tidak terpenuhilah, Chanyeol dibuat lupa diri bahkan nekat. Tadi malam Chanyeol melancarkan aksi biadabnya. Menggerayangi tubuh sang putri. Menelusup nakal bahkan memberikan tanda ruam di beberapa bagian tubuh sang putri dengan mudahnya tanpa takut kalau Xerin akan menemukan tanda itu.
"Pokoknya tubuhnya besar sekali Pa!"
Gadis itu menggambarkan perawakan sosok bayangan yang dlihatnya di dalam mimpinya dengan sangat bersemangat sekali. Sama sekali tidak menyadari jika sang ayah kini sedang memantau seluruh tubuhnya yang berlapis terusan lengan panjang selututnya berwarna merah muda. Sesuatu dari dalam diri Chanyeol kembali bergejolak. Buncahan itu nampaknya kembali.
Chanyeol sedikit berdehem berusaha mengendalikan buncahan itu. Pria itu membenarkan posisi duduknya lantas melambaikan tangan guna menyuruh Hana agar mendekat padanya. Hana menurut. Gadis itu melompat kecil menghampiri sang ayah. Tubuhnya di tempatkan pada pangkuan ayahnya. Yang otomatis berdekatan rapat dengan sang ayah.
"Nah, maka dari itu. Mulai malam ini Hana tidur dengan Papa saja ya."
Hana mengerjap beberapa kali memandangi Chanyeol. Satu gelengan kepala ia berikan sebagai tanda penolakan, "Hana mau tidur dengan Kakak Jaemin saja Pa."
Raut wajah Chanyeol mendadak berubah kecut saat mendapat penolakan dari sang putri untuk diajak tidur bersama dengannya. Namun, pria itu tidak habis akal agar malam ini ia bisa kembali menggerayangi tubuh sang putri. Maka, pria itu berdalih kalau Jaemin —anak sulungnya tidak akan pulang malam ini, sehingga gadis itu harus tidur dengannya agar tidak bermimpi buruk. Meskipun pada kenyataannya mimpi buruk gadis itu adalah Chanyeol.
Hana menatap Chanyeol ragu, "Kakak Jaemin masih harus mengerjakan PR ya Pa?"
Chanyeol mengangguk cepat, "Iya Sayang..."
Hana memajukan bibirnya kemudian menyahut dengan pelan. Pria itu bersorak senang saat melihat Hana yang memberikan anggukan. Namun, dua detik setelahnya harus tersenyum masam saat ada suara yang memanggil kencang nama sang putri.
"Hana! Kakak pulang!"
"Papa! Kakak Jaemin sudah pulang! Maaf ya Pa, malam ini Hana tidak jadi tidur dengan Papa."
Hana melompat dari pangkuannya, langsung menyambut seorang pemuda yang baru saja datang dan menghambur ke dalam pelukan Hana. Meninggalkan Chanyeol bersama aksi biadab yang seharusnya tadi sukses berjalan lancar ternyata gagal. […]
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS LUST
Fanfiction[M] Chanyeol memiliki buncahan nafsu yang luar biasa besarnya. Tidak terhingga. Pun, menurutnya bahkan sang istri masih tidak cukup untuk memenuhi nafsunya. Maka, sang putri lah yang Chanyeol jadikan sebagai pelampiasan nafsunya.