Julian - 01

12 2 0
                                    

Memilih untuk pergi tanpa membawa jaket, memilih untuk tidak membawa payung ketika musim hujan, memilih untuk pulang saat orang-orang pulang kantor, semua adalah bentuk penyesalan yang selalu datang belakangan. Hal-hal yang disebutkan di atas dengan tepat menggambarkan situasi yang kamu hadapi sekarang. Duduk di depan kaca dan didandani oleh salah satu kenalan kamu dari jurusan perfilman di kampus sambil berusaha menghafal script yang sudah disiapkan adalah salah satu dari sekian banyak penyesalan dalam hidup kamu.

Dari kecil kamu gak pernah bisa menekuni satu hal untuk waktu yang lama, terlalu mudah bosan kalau kata mama kamu. Mungkin hari ini kamu bisa dengan giat mempelajari cara bermain piano tanpa istirahat. Besok? Mungkin piano sudah terlupakan.

Sama seperti bulan lalu ketika kamu tiba-tiba tertarik dengan acting, sampai-sampai kamu mendatangi open casting day untuk short film festival kampus kamu. Lalu ajaibnya kamu terpilih sebagai pemeran utama, dan sekarang kamu disini, menyesali sifat kamu yang gak bisa berkomitmen. Tapi kali ini kamu berusaha untuk bertanggung jawab dengan pilihan kamu karena ini menyangkut nilai banyak orang yang sudah bekerja keras.

Ini ketiga kalinya kamu shooting dan kamu diperlakukan sangat baik sama crew. Ketiga kalinya juga kamu ketemu sama camera person yang ternyata juga merangkap sebagai director of photography atau bisa dibilang orang yang punya mata khusus untuk menangkap keindahan sebuah scene dalam satu frame. Orang penting dalam sebuah karya sinematografi.

Namanya Julian, punya nama panggilan beragam dari teman-temannya. Pertama kali ketemu kamu, dia cuma menganggukkan kepalanya. Kedua kalinya, anggukan yang sama ditambah senyum kecil. Tapi kamu belum ketemu dia lagi sekarang, orangnya belum datang karena katanya telat bangun.

Menurut observasi kamu, Julian cuma kelihatannya aja sombong. Nyatanya dia malu ketemu orang baru. Beda sama kamu yang kata orang-orang mudah bergaul. Gak lama setelah kamu memikirkan Julian, orangnya datang.

"Sorry banget gue telat," kata dia yang buru-buru meletakkan semua barang bawaannya yang gak sedikit.

"Udah nunggu lama ya?" tanya dia lalu melihat kamu dengan matanya yang entah kenapa mirip mata rusa.

"Gapapa," jawab kamu dengan senyuman jahil yang kemudian diikuti dengan, "tapi bayaran gue ditambahin kan?"

Di pikiran kamu, ada kombinasi suara burung gagak dan jangkrik karena kamu yakin 100% kalau Julian gak akan menggubris candaan kamu. Tapi yang terdengar di telinga kamu sekarang adalah suara tawa yang tertahan entah dari siapa, tapi kamu tebak suara itu datang dari Julian karena sekarang kedua ujung bibir julian terangkat sampai menunjukkan barisan giginya yang seperti kelinci.

Third time's a charm it is, pikir kamu.

Siapa yang mengira kalau dengan candaan receh seperti itu bisa bikin Julian yang awalnya cuma senyum ke kamu jadi Julian yang cerewet? Siapa yang mengira kalau setelah proses shooting selesai ternyata kamu dan Julian tetap berhubungan?

"Bentar lagi sampe rumah lo nih, siap-siap," ucap Julian lewat sambungan telepon.

"Ngaret banget kebiasaan," omel kamu yang dilanjutkan dengan, "nanti kalo telat beliin gue tiket lagi ya!"

"Daripada lo kebiasaan bawel, dah," balas Julian sebelum menutup panggilan kamu.

Setelah Julian menutup telepon, kamu memasukkan handphone-mu ke dalam tas lalu pamit ke mama kamu dan menunggu Julian di depan rumah. Kalau kalian gak telat, Julian biasanya masuk ke rumah dan menyempatkan ngobrol singkat sama mama kamu.

Dari ujung gang rumah kamu, suara knalpot motor Julian terdengar makin dekat dan gak lama kemudian wujud Julian yang seperti biasa bernuansa hitam dari ujung kepala hingga ujung kaki muncul di hadapan kamu. Ketika Julian melepaskan pegangannya di stang motor, ia memberikan helm kepada kamu yang menatap Julian tajam.

"Iya, maaf ngaret," ucap Julian sudah paham dengan tatapan kamu, "tadi gue ke rumah Nadine dulu."

"Oh," jawab kamu terlalu cepat kemudian langsung naik ke motor Julian tanpa berkata apa-apa lagi.

Memang kamu dan Julian tetap berhubungan semenjak itu, namun hubungan kalian berdua hanya sebatas teman walaupun kamu ingin menjadi lebih dari teman. Seharusnya kamu sadar kalau Julian tidak pernah berniat menjadikan kamu lebih dari seorang teman. Mungkin selama ini kamu hanya berlebihan mengira kalau Julian tertarik dengan kamu.

Seharusnya kamu menyadari kalau perhatian Julian kepada kamu tidak sebanding dengan perhatiannya kepada Nadine. Seharusnya kamu menyadari kalau kedekatan kamu dengan Julian tidak akan pernah melebihi kedekatannya dengan Nadine. Seharusnya kamu tidak menjadikan Julian nomor satu saat kamu hanyalah urutan kesekian di dalam daftarnya.

Di saat-saat seperti inilah kamu menyesali keputusan kamu mengikuti open casting waktu itu, menyesali pertemuan kamu dengan Julian yang hanya menyakiti kamu. 

NoctuaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang