Di dunia ini, ada banyak jenis musik dan ada begitu banyak musisi yang berkarya. Dari sekian banyaknya musisi di dunia ini, ada yang sangat terkenal hingga nama mereka nggak asing lagi di telinga orang-orang dan ada yang hanya dikenal sebagian kecil orang. Kebetulan kamu menyukai musisi yang namanya hanya dikenal sebagian kecil orang di dunia. Sakitnya ada di dalam kategori sebagian kecil orang itu ketika teman-teman kamu kegirangan karena ada pengumuman kalau idola mereka akan konser dan kamu nggak bisa relate karena idola kamu nggak pernah sekalipun menginjak negara tempat kamu tinggal untuk mengadakan konser.
Tapi kemudian tahun ini, untuk pertama kalinya, kamu bisa merasakan euforia yang selama ini dirasakan teman-teman kamu ketika kamu lihat nama idola kamu muncul di line up performers salah satu festival musik yang rutin digelar setiap tahunnya. Walaupun idola kamu tetap nggak konser solo, kamu merasa nggak bisa melewatkan kesempatan yang mungkin tidak akan datang lagi. Tanpa pikir dua kali, kamu langsung beli tiketnya. Satu tiket untuk kamu sendiri.
Namun mendekati hari H, kamu kebingungan karena teman-teman SMA kamu yang harusnya pergi nonton sama kamu tiba-tiba menjual tiketnya karena mereka ganti rencana liburan. Untungnya kamu masih bisa ikut dengan Chika, teman dekat kamu di kampus, yang sewa rumah di dekat venue konser. Sayangnya, gak ada orang lain yang kamu kenal selain Chika dalam rombongan yang akan nonton bareng sama kalian.
Maka dari itu, kamu jadi tergantung dengan Chika. Bukan maksud kamu untuk nggak mau berusaha berteman dengan teman-teman Chika, tapi kamu selalu merasa canggung di sekitar orang-orang yang baru kamu kenal, sebuah sifat jelek yang ingin kamu ubah. Karena ketergantungan kamu sama Chika, kamu jadi kesusahan sendiri waktu Chika dan teman-temannya yang lain sudah tidur karena kecapekan setelah pulang nonton konser dan kamu nggak bisa tidur karena lapar dan sisa adrenalin masih mengalir di dalam tubuh kamu.
Berusaha mengganjal rasa lapar paling nggak sampai kamu ngantuk, kamu buka kulkas dan lemari-lemari di dapur untuk mencari roti atau susu yang belum dimakan, tapi pencarian kamu cuma berakhir dengan sebungkus wafer coklat. Terpaksa puas dengan apa yang kamu temukan, kamu duduk di ruang tamu yang langsung menghadap ke lembah penuh lampu-lampu.
Sambil mengunyah wafer dalam diam, kamu berangan untuk memiliki rumah seperti ini nantinya; jauh dari keramaian, ruangan luas dengan kaca-kaca yang besar agar sinar matahari dan angin dapat kamu nikmati dengan puas, dua lantai dengan halaman yang mengelilingi bangunan rumah kamu. Terlalu fokus dengan diri kamu sendiri, kamu nggak sadar kalau ada yang berdiri di dekat tangga semenjak kamu mengacak-acak dapur tadi.
Suara kunci yang diambil dari atas meja membuat kamu akhirnya menoleh ke arah orang yang sekarang berdiri di dekat pintu keluar. Di ruangan yang tiba-tiba terang karena lampu ruang tamu baru saja dinyalakan, mata kamu menangkap sosok cowok berambut hitam yang menggunakan baju warna putih dengan garis-garis kecil berwarna hitam, lengkap dengan bomber jacket berwarna hitam dan emas tersenyum ke arah kamu.
Jaylen. Kamu ingat namanya karena dari semua teman-teman Chika, cuma Jaylen yang belum pernah mengajak kamu berbicara duluan. Dari semua teman-teman Chika, hanya Jaylen yang menghargai diam kamu tanpa berusaha membuat kamu berbicara. Kemudian kamu membalas senyumnya dengan senyum kecil sambil menganggukan kepala dengan harapan interaksi kalian akan berhenti sampai disini, namun Jaylen justru berjalan ke arah kamu.
"Gue mau cari makan, mau titip?" tanya Jaylen ketika ia berhenti sekitar tiga langkah dari tempat kamu duduk.
"Gak tau mau titip apa," jawab kamu kebingungan.
"Ya udah, ikut aja kalo gitu?" balas dia dengan senyum lagi.
"Hah? Chika ikut?" tanya kamu panik.
Alih-alih menjawab, Jaylen memutar badannya ke arah kamar Chika dan membuka pintu kamarnya kemudian kembali ke tempatnya di depan kamu dan menaikkan bahunya.
"Udah ngorok gitu, lo tega bangunin?" ucap Jaylen.
Menjawab pertanyaan Jaylen dengan gelengan kepala, kamu akhirnya berdiri kemudian mengambil handphone serta dompet kamu di kamar dan memutuskan untuk ikut Jaylen mencari makan.
Di dalam mobil Jaylen pun hanya diam, begitu juga dengan kamu. Ada puluhan topik pembicaraan yang terlintas di dalam kepala kamu, hanya saja kamu tidak mampu mengucapkannya dan mengajak Jaylen berbicara karena takut Jaylen menganggap kamu membosankan atau aneh.
"Dulu kakak gue kuliah di sini, katanya deket-deket sini ada soto yang bukanya tengah malem dan rasanya enak," ucap Jaylen dengan mudahnya membuka pembicaraan.
"Suka soto, kan?" tanya Jaylen lagi setelah tidak mendengar jawaban dari kamu.
"Suka, kok," jawab kamu sambil tersenyum.
Lalu entah bagaimana pembicaraan bisa mengalir dengan mudahnya setelah Jaylen membahas tentang konser tadi dan bagaimana ia sepertinya akan mulai mendengarkan lagu-lagu idola kamu setelah melihat pertunjukannya tadi. Inner fangirl kamu langsung keluar dan mulai merekomendasikan lagu-lagu yang kira-kira cocok dengan jenis lagu yang disukai oleh Jaylen.
"Coba play aja di sini," ucapnya kemudian memberikan kabel AUX kepada kamu.
Kamu yang sudah hafal setiap kata dari lirik lagunya tanpa sadar bernyanyi sambil mengingat-ingat penampilan idola kamu tadi, dan tanpa kamu sadari Jaylen ikut tersenyum melihat kamu sudah menunjukkan diri kamu yang belum pernah ia lihat sebelumnya.
Di depan gerobak soto yang ternyata sudah tutup karena habis, dengan perut yang kosong dan tiada hentinya berbunyi, diiringi dengan tawa Jaylen yang menjadi melodi kesukaan kamu selain alunan musik dari idola kesayangan kamu, kalian sama-sama mengucap dalam diam kalau perjalanan tengah malam ini tidak akan jadi kali terakhir kalian bertemu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Noctuary
Fanfictionnoctuary; catatan tentang sebuah kejadian di satu malam, pikiran, atau mimpi. Buku ini adalah kumpulan cerita kamu dengan dia, sebuah perjalanan tanpa destinasi, dan petualangan kamu bersama dia.