003. Simbiosis Mutualisme

73K 3.1K 54
                                    

"Tidak ada yang lebih menyakiti hati daripada dosa"

_Ali bin Abi Thalib_

***

Cewek mungil berkerudung itu mengayun-ayunkan kakinya sembari menunggu Azzam untuk pulang bersama. Gadis pemilik pipi gembul itu pun mengedarkan pandangan ke koridor yang sudah mulai sepi, hanya beberapa murid disana yang masih berlalu-lalang. Bibirnya sedari tadi menekuk merasa bosan berdiri di depan kelas seorang diri.

Mendengar suara langkah kaki membuat ia menolehkan kepala cepat, "Lama amat sih, gue udah tung.." Azura menggantungkan ucapannya melihat bukan Azzam yang datang melainkan Alvaro.

"Lo nungguin gue?" Kata cowok itu dengan menautkan alis sembari memicingkan mata kearah Azura membuat gadis mungil itu mendelik.

"Dih, ngapain gue nungguin lo." Balas Azura judes dengan menggeser tubuhnya agar menjauh dari pemuda itu.

Alvaro mendengkus sembari memutar mata jengah, "Gue juga gak sudi ditungguin sama lo, rugi dunia akhirat gue," Azura meliriknya tajam merasa geram dengan ucapan teman kelasnya. Bukan musuh bebuyutannya itu.

Cowok dengan tinggi 176 senti itu pun hanya tertawa mengejek sembari berlalu pergi dengan terbahak disepanjang koridor meninggalkan Azura yang sudah mengumpat samar di tempat. Alvaro sialan.

"Udah lama nungguinnya?" Kata Azzam yang baru muncul sembari menetralkan nafasnya yang masih ngos-ngosan karena berlari, cowok itu tampak lengkap dengan seragam basketnya.

"Dari tadi," juteknya lalu melangkah mendahului kembarannya, Azzam menggaruk tengkuknya merasa bersalah membiarkan gadis itu menunggu di koridor yang sudah sepi seorang diri.

"Ayo pulang!" Ketusnya lagi sembari memperbaiki letak ranselnya, sang kakak berdehem pelan dan mengusap tengkuknya lagi.

"Gue ada latihan basket sama anak kelas, hitung-hitung perkenalan buat anak-anak cowok," Azura melongos dengan kaki yang sudah dihentak-hentakan ke lantai. Azzam jadi tersenyum kaku merasa tak enak.

"Kenapa gak bilang dari tadi, gue udah nungguin disini lama. Gue udah lapar Zam, tadi pagi kan gak sempat ke kantin," cerocosnya panjang lebar, merasa kesal dengan perbuatan kembarannya.

"Iya maaf," cicitnya kecil, "Yaudah gue antarin ke kantin dulu yah baru gue pergi main, ayah juga belum bisa jemput sekarang masih ngajar," kata Azzam berusaha menenangkan, Azura berdecak lirih lalu membuang muka.

"Gak usah, gue bisa pulang sendiri aja," katanya lalu melangkah meninggalkan Azzam di depan kelasnya.

"Eh tungguin gue dulu," tahan Azzam berusaha mencari solusi.

"Atau gini deh, lo ikut gue ke lapangan basket nontonin gue main," sarannya namun Azura sudah terlampau kesal jadi gak bisa diajak kompromi.

"AZZAM BURUAN ANAK-ANAK UDAH TUNGGUIN!" Teriak Candra di ujung koridor membuat cowok itu dilemah, Azura mendengkus lalu menoleh tidak tega juga melihat sang kakak jadi bingung begitu.

"Yaudah gue ikut lo," katanya pelan membuat Azzam langsung tersenyum lebar merasa lega begitu saja. Dijutekin kembarannya itu lebih bahaya daripada dimarahin bundanya. Kalau Azura marah semua orang dirumah dicuekinnya, kalau bundanya marah sang ayah yang jadi pelampiasan.

Azzam pun menepuk kepala sang adik yang terbungkus kerudung lalu menarik lengannya menuntun kearah lapangan basket.

"Eh ada Azura, lo mau nontonin abang main yah?" Kata Bobby sudah menyengir lebar, Candra juga sudah melambai-lambai manis kearah gadis itu.

Azura melirik kakaknya sekilas meminta perlindungan, "Ayo main, jangan gangguin adik gue," keduanya pun berdecak lalu tersenyum manis lagi kearah Azura lalu berlari ke lapangan.

Cerita Si Kembar [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang