Two : He Just Can't See, Not Blind

17 2 1
                                    

Tuk Tuk Tuk

Aku baru saja akan berbalik pulang namun langkahku kembali tertahan. Melihat penutup selokan besi berongga besar ditengah jalan yang akan dilalui tongkatnya, aku tanpa fikir panjang spontan berlari menahan tangan kirinya dengan sedikit tarikan. Tongkatnya yang hampir masuk berhenti di udara, begitupun juga dengan dirinya.

Tanganku terasa aneh menggenggam tangannya. Tubuhku serasa mati rasa, kulitku merespon kaget atas sentuhan yang terjadi begitu tiba-tiba. Aku lupa bagaimana rasanya menyentuh seseorang. Kulitku seperti tersengat listrik. Tangan besarnya tidak dapat ditangkup oleh tanganku. Kulit cowok itu halus, bersih… Hem? Mataku tidak sengaja melihat tulisan kecil dari benang merah dibalik kemejanya.

Kim Mingyu

Dia menoleh ke arahku tiba-tiba seakan tau aku sedang memperhatikannya. Aku terpaku menatap matanya yang tertutup kain. Menerawang bagaimanakah mata yang ada dibaliknya. Apakah berbeda warna sepertiku? Ataukah sama seperti yang lain? Atau…

Dia sebenarnya bisa melihat?

Saat itu juga jantungku tiba-tiba berdebar hebat. Bagaimana aku bisa berfikir seperti itu? Jantungku… benar-benar berdebar dengan kencang. Aku takut jika Dewi Takdir memberikanku sebuah… kutukan lagi.

“Kau,”

Aku tidak sadar menahan nafas sedari tadi. Aku tidak tau kenapa aku jadi seperti ini gara-gara wajahnya begitu dekat. Aku baru tersadar untuk membuang nafas saat suaranya yang berat menggantung diudara.

“Monster!”

“Tidak punya malu.”

“Aku bantu kamu jalan.” Tanpa persetujuan darinya, aku langsung menarik tangannya untuk bergegas. Akan ada suara yang lebih banyak dari ini jika aku dan dia hanya berdiam saja.

Aku segera menyeberang dan membawanya kemanapun itu, awalnya. Namun ia dengan mudah menunjukan tempat yang ditunjukannya. Aku benar-benar tidak percaya, saat ia memberi petunjuk kanan-kiri-kanan-kiri hingga sampai diatas jembatan tanpa aku tanya kemana aku harus mengantarnya.

“Sampai sini saja.”

Aku segera menjauhkan tangan serta diriku, jantungku masih berdebar kencang. Aku menggosok kedua tanganku dibalik punggung. Rasa setrum itu masih terasa. Aku terlalu takut tentang sesuatu, Bagaimana kalau dia tau aku monster yang dimaksud orang lain?

Seharusnya aku tidak membantunya.

Seharusnya seperti biasa, aku hanya berjalan tidak peduli dengan semua. Iya.

Seharusnya aku tidak sejauh ini. Seharusnya aku terus menutup mataku dan terus berjalan menunduk.

“Aku-“

Aku spontan berlari menjauh. Menghindari pertanyaan atau perbincangan dengannya. Aku tidak ingin Dewi Takdir melihatku dan membuat lelaki ini terluka karena berbicara denganku. Aku tidak tau apakah Dewi takdir memperhatikanku ditempatnya.

“Tunggu!“

Aku bersembunyi dibalik dinding yang tidak jauh darinya. Setidaknya aku sudah tidak lagi didekatnya dan dia tidak tau dimana keberadaanku sekarang karena dia tidak melihatku, ya, tidak melihatku. Aku mengatur nafas dan degup jantungku, berusaha menenstalisirkannya.

Curse in DestinyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang