A Stranger

2.9K 329 16
                                    

Entah sudah berapa lama seorang Harry Potter berada disini, di markas tempat gangster paling berbahaya di daratan Eropa, White Dragon. Entah sudah berapa lama pula rasanya ia ingin merencanakan rencana bunuh diri karena merasa hidupnya kosong. Ia hancur karena tahu sekarang ia adalah anak yatim-piatu akibat seseorang brengsek yang membunuh kedua orangtuanya.

Ia masih ingat malam itu. Malam dimana ia melihat mayat kedua orangtuanya di depan matanya sendiri.

Ia memeluk lututnya di tempat tidur ini. Malam terasa dingin dan begitu sepi. Ia rindu omelan ibunya yang selalu mengingatkannya untuk makan karena tubuhnya terlalu kecil untuk ukuran remaja normal. Ia merindukan saat dimana ayahnya akan tertawa kalau ibunya sudah mengomeli dirinya. Matanya menutup dan ia melamun di dalam lamunannya sendiri. Pikirannya melayang jauh dan teringat ucapan seorang remaja yang dulunya menjadi cinta pertamanya.

"Kau tidak tahu betapa beruntungnya kau terlahir sebagai manusia. Kau dicintai tanpa kau ketahui."

Harry menghela nafas mengingat potongan kalimat itu. Kalimat dari seorang remaja pirang yang sangat tampan dengan warna mata abu-abu perak. Kalau diperhitungkan, harusnya remaja itu sudah tumbuh menjadi lelaki berumur sekitar 23 tahun atau mungkin sudah 24 tahun. Umur yang terlampau cukup jauh untuk remaja sepertinya. Ia menghela nafas.

Ia tak tahu nama cinta pertamanya, ia hanya bertemu sebentar lalu pergi tanpa tahu nama pria itu. Pintu itu terbuka dan menapilkan pelayan yang membawakan kereta dorong kecil berisi makanannya. Sepertinya sudah masuk jam makan malam, mungkin?

Salah seorang maid perempuan meletakkan makanannya di dekat Harry. Ia menatap takut-takut.

"Permisi tuan, kami membawakan makanan untuk anda. Untuk kali ini..kami mohon anda untuk memakannya. Kami tak ingin bila kami mendapatkan amarah dari tuan kami. Makanlah tuan, kami mohon." Ia dan dua maid lainnya menunduk takut.

Dasar Iblis, bahkan pelayannya sampai dibuat ketakutan seperti ini? Hati kecil Harry tergerak. Ia menghela nafas.

"Aku akan makan, tolong jangan menunduk seperti itu. Aku akan habiskan." Harry tersenyum tipis. Pelayan-pelayan itu tersenyum senang. Setelah mengucapkan terima kasih, mereka semua meninggalkan Harry. Sang keturunan James Potter itu mendesah berat dan lelah. Ia benar-benar tak nafsu makan, tapi ia juga tak tega dengan maid-maid itu.

Ia mulai mengambil piring makanannya dan mulai memotong steak miliknya. Ia diam kembali. Pikiran menyakitkan mulai menguasai seluruh otaknya.

Ia sudah sebatang kara sekarang. Ia tak punya lagi keluarga. Matanya menatapi piring dan peralatan makanannya. Ia mentapi pisau yang ia pegang.

.

.

.

Draco uring-uringan. Bisnisnya memang sudah berhasil masuk di Las Vegas, bisnisnya sangat besar sekarang. Ia bahkan bekerja sama dengan gangster lainnya yang menguasai Asia dan menguasai dataran Amerika Serikat. Namun semuanya terasa hampa dan tak terasa nikmat seperti sebelumnya. Semuanya hampa karena ia tahu, ia sudah menghancurkan hidup dari cinta pertamanya hanya demi ego dan nafsunya.

Ia melepaskan jasnya dan hanya mengenakan kemeja lengan panjang berwarna hitam yang membentuk tubuh proporsionalnya. Rambutnya yang tadinya di tata rapi kini sedikit berantakan karena ia sudah stress sejak beberapa waktu terakhir memikirkan agar hubungannya dengan cinta pertamanya bisa berhasil. Minimal bisa berbicara santai. Ia tahu ia tak bisa memaksakan perasaannya untuk remaja berumur 17 tahun yang ia cintai.

Ia berdiri di depan pintu kamar Harry Potter yang sudah ia siapkan. Ia menghela nafas. Ia harus berbicara. Tadi sebelum ia kesini Pansy sudah memperingatkan bahwa Harry sudah mulai masuk musimnya. Ia akan terlihat jauh lebih cantik. Tapi karena emosi yang tak stabil ia bisa merusak semuanya. Karena itu Draco disini, berniat meminta maaf. Berniat berbicara dari hati ke hati.

GangsterWhere stories live. Discover now