06. Senja dan Hati

74 14 1
                                    

Kiki mematung dengan apa yang dilihatnya sekarang. Senja. Pesona dari senja membuat kita akan tertegun. Pikiran akan kembali kebelakang.
Pemandangan di atas sana sangat indah. Siapa yang rela melewatkan walau sekedip mata dari eksotik aura senja. Matahari yang memerah yang siap menjemput sang bulan untuk menyambut malam.

"Cantik, indah, keren, wow!" Semangat kiki dengan melompat-lompat kegirangan.

"Kira-kira dari sini, jemuran gue keliatan gak ye?"Lanjutnya dengan menerawang kebawah sana.

"Jangan kan jemuran lo. Bulu ketek tukang gojek aja keliatan." Radit menunjuk kebawah sana.

"Yang bener? Mana sih, gue mau liat." Kiki penasaran

"Iya.. keliatan juga dari sini kalau otak lo emang bego. Mana bisa keliatan dari sini. Cantik-cantik otak kek itik." Radit geram. Kiki yang mendegarnya menghela nafas. Menahan amarah.

"Gue nyebut ini Bukit Asa," Ucap radit dengan memasukkan kedua tangan pada saku celana. Matanya fokus menatap matahari yang mulai tenggelam.

Kiki menoleh memandang wajah tampan Radit dari samping. Ia menghempaskan pantatnya duduk beralaskan rumput nan hijau. Radit-pun ikut duduk dengan jarak, sekitar setengah meter di sebelah kiki. Mereka hanyut dalam pikiran masing-masing.

"Gue mau nanya. Tapi maaf sebelumya kalau lo tersinggung"
Radit membuka suara. Kiki menoleh pada Radit.

"Nanya apa?"

"Kenapa lo pake jilbab?" Radit To the point. Kiki yang awalnya menatap Radit, kini memalingkan pandangannya menatap lurus kedepan. Ia hanya diam tak menjawab.

"Sorry ki, kalau pertanyaan gue buat lo tersinggung.gue nanya gitu karena gue ngeliat lo beda da__"

"Dari cewe berjilbab lainnya." Kiki memotong perkataan Radit. Kiki tertunduk dan tersenyum miris.

"Lo bukan orang pertama yang ngomong gitu," Lanjut kiki. Ia kembali menatap senja.

"Gue berjilbab karena Bokap gue. Nyokab gue juga gitu. Keluarga kami bukan keluarga yang beruntung seperti keluarga Religi. Bokap gue yang nyuruh kami barjilbab. Karena menurutnya, biarpun kita masih awam tentang Agama, setidaknya kita mencoba mengikuti perintahnya."

"Bokap gue juga nggak faham tentang Agama. Dia suka ngeliat wanita Berjilbab. Menurut gue, wanita lebih di hargai dengan pakaian ketutup daripada wanita yang ngumbar paha ama dada diluar sana."

"Gue amat jauh dari kata soleha. Berjilbab tapi kelakuan yah lo liat sendiri. Hobi teriak, ngumpat, dan lain-lain yang berkenaan dengan hal yang ganjil untuk wanita berjilbab."

"Dulu Gue sempat kepikiran pingin ngebuka jilbab. Saat bokap sama nyokab gue bercerai. Dulu itu gue masih smp. Tapi, gue udah nyaman dengan pakaian gue ini."

"Banyak yang ngomong, berjilbab tapi akhlak nggak baik. Satu yang gue pegang, jilbab adalah kewajiban. Dan ahlak adalah pribadi yang sudah tertanam dalam diri kita. Jilbab sama akhlak perbandingan yang berbeda. Berjilbablah dulu, nanti akhlak yang menyesuaikan."

"Selama gue berjilbab, gue nggak penah nyolong, ngejambret, ngerampok. Jadi gue fine-fine aja sama perkataan orang-orang".
Radit diam menyimak menatap kiki.

"Gue berjilbab tapi gak mabuk Agama," Lanjut kiki dengan senyum sudut bibir kanan yang terangkat. Menurut Radit, itu adalah senyum termanis menurutnya.

"Lo beda," Ucap Radit dengan tatapan yang sulit diartikan oleh kiki.

Kiki mengernyit " Beda apalagi? Wajahnya? Iya gue akui gue nggak cantik. Puas?!" Kiki sangar.

Radit menghela nafas. Pandangannya ia alihkan kedepan dengan posisi tangan menopang tubuhnya dari belakang.
"Tidak semua orang cantik secara fisik. Tetapi semua orang bisa menarik" ucap Radit masih dengan posisi sama. "Tapi lo kedua-duanya" Ia menoleh pada kiki "cantik dan menarik."

BPJS (Butuh Pasangan Juga Sayang).Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang