-q u i n z e。

1.2K 230 85
                                    

Maaf ya, aku ga bisa apdet malem ini. Soalnya ga ada ide. Aku udah nulis tapi ya gitu deh, ga bisa di publish.

Aku spam foto-foto gemes aja ya? Ada banyak nih. Myane;(






































 Myane;(

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」

.
.
.

Satu bantingan keras pada meja kayu kokoh berhasil mengejutkan salah satu dari dua sosok di dalam ruangan. Telapaknya bergetar, mencoba mengulurkan map cokelat besar berhias cap pada sang pembanting barang. Sorotnya menunjukkan rasa penuh simpati pada punggung lebar pria muda di depannya.

Lima belas menit telah berlalu dengan sangat lambat. Perdebatan panas antara sang pria keras kepala dengan asisten wanitanya yang berusaha untuk membujuk tuannya seakan tak menemukan titik terang. Hal yang sudah terjadi selama beberapa tahun ke belakang tak pernah berubah; tuannya selalu menolak.

"T-tuan-"

"Jangan-," putus sang surai hitam, yakni pria muda yang kini tengah memunggungi lawan bicaranya, dengan nada gemetar dan suara serak. "Jangan berani tunjukkan hasil itu padaku."

"T-tapi tuan-"

"Diam!"

Prang!

Bunyi barang pecah bersahutan dengan denting barang yang terjatuh. Mug berisi air putih yang semula berada di atas meja, kini sudah tak lagi berbentuk, hancur setelah menabrak dinding dengan keras. Nasib sama dialami oleh kumpulan pena dan pensil yang juga berada di atas meja. Seluruh barang di atas kayu datar itu berhamburan ke satu sisi, dilemparkan oleh sang pemilik ruangan.

Nafasnya terdengar memburu diikuti geraman amarah, benar-benar berbeda dari sosok tuannya dalam menjalani kehidupannya sehari-hari. Entah ini menjadi suatu keuntungan atau kerugian bagi sang asisten, menjadi satu-satunya orang yang dapat melihat amarah tuannya ketika pria itu meledak.

"T-tuan muda, kumohon. I-ini-"

Pria dengan surai hitam itu tetap bergeming, tak mau menanggapi sang bawahan yang tak mampu untuk melanjutkan kata-katanya. Satu hela nafas panjang lagi-lagi meluncur untuk yang kesekian kalinya di antara percakapan keduanya. Maniknya melirik, memperhatikan asisten wanitanya yang gemetar dengan air mata terpupuk di balik kelopak mata.

"Aku tidak butuh air mata simpatik."

Pria itu berlalu tanpa mau menoleh kembali. Ditinggalkannya begitu saja sang asisten yang nyaris merosot ke lantai jika saja wanita itu tak mengokohkan pijakannya. Langkah panjang sang pria terhenti di ambang pintu, teringat kata yang belum sempat ia ucapkan pada sang asisten.

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang