-t r o i s。

1.7K 290 64
                                    

.
.
.

「 ✦ ᴛ ʀ ᴀ ᴘ ᴘ ᴇ ᴅ。 」

.
.
.

Minhyun membuka kelopak matanya cukup terkejut ketika merasa sinar mentari menerpa wajahnya, sebab seingatnya, ia tidak pernah merasakan terpaan sinar mentari ketika berada di dalam rumahnya. Rumahnya tak memiliki banyak jendela dan berada di kompleks kumuh di dalam gang kecil Kawasaki, dimana berarti sinar matahari tak mudah menyapa. Juga kasur yang begitu empuk- pardon?

Minhyun segera terduduk, mulai tersadar dengan keadaan. Manik indahnya menelusuri setiap sudut ruangan yang bahkan dua kali lipat lebih besar dari rumahnya di Kawasaki. Otaknya mulai bekerja, menyusun satu persatu kejadian yang mampu ia ingat. Balutan perban di kakinya turut bersuara, mengingatkan eksistensinya untuk turut dimasukkan dalam ingatan Minhyun.

Ia tak dapat berbuat banyak. Kakinya terasa begitu sakit hingga membuat kepalanya berdenyut cukup kuat di sela pikirannya yang berkecamuk. Ia ingat, kemarin malam tuannya -Hyunbin- meminta secara paksa pada dirinya untuk mengikuti tiap langkahnya dan menelusuri rumah yang luar biasa besar miliknya. Anehnya, ingatan Minhyun terputus ketika ia berada di dapur bersama tuannya. Entah apa yang terjadi padanya, mungkin saja ia pingsan karena rasa sakit di kakinya yang terasa begitu mengerikan. Setidaknya, ia tengah berbaring di kasur saat ini, bukannya terbaring di lantai dapur. Itu berarti, seseorang mengembalikan dirinya ke kamar.

Minhyun melirik gelas berisi air putih di meja nakas. Dengan susah payah dan setengah berguling, ia meraih gelas itu dan meminumnya hingga tersisa setengahnya saja. Tepat saat ia mengembalikan gelas itu ke meja nakas, seseorang masuk ke dalam kamarnya tanpa suara.

"Kau sudah bangun?"

Minhyun terkejut. Ia menoleh, dan menemukan sosok Hyunbin telah berdiri di sisi lain kasur, menatapnya lamat. Pria dengan surai biru tua itu tampak siap dengan kemeja putih dan celana hitam yang membalut kaki jenjangnya.

"S-sudah," balas Minhyun dengan suara serak yang terdengar tercekat. Bocah itu bergerak tidak nyaman di atas kasurnya, merasa asing dengan kedatangan Hyunbin yang begitu mendadak dan mengintimidasi dirinya.

"Bagus, sebaiknya kau mandi, karena kau akan ikut denganku ke kantor."

Hyunbin baru saja hendak melangkah pergi, namun suara Minhyun yang memanggil dirinya takut-takut berhasil menghentikan langkahnya. Hyunbin kembali pada tempatnya semula berdiri, kemudian menatap Minhyun dengan kedua tangan masuk ke dalam saku celana kerjanya.

"Aku tidak bisa bergerak-," Minhyun mencicit. Manik Hyunbin menangkap lirikan mata Minhyun pada salah satu tungkainya yang diperban.

Hyunbin menghela nafasnya kasar, mengejutkan Minhyun yang semakin menunduk. Ia mengira bahwa perkataannya mengusik hati Hyunbin. Namun pria itu justru bergerak menuju dirinya yang terduduk di sisi lain kasur, dan menggendongnya.

"Aku akan memandikanmu."

"Apa- tidak merepotkan?," Minhyun memeluk leher Hyunbin erat, menyadari tubuhnya kini berada di tempat yang cukup tinggi. "Aku bisa meminta bantuan- umn...."

"Guanlin?," Hyunbin mengintip dari sisi wajah mungil Minhyun. "Tidak. Aku yang memandikanmu. Guanlin tidak akan pernah boleh melakukannya, mengerti?"

Maka Minhyun mengangguk, menyanggupi permintaan tuannya, kemudian diam. Ia hanya memperhatikan secara baik, ketika Hyunbin membuka secara perlahan pakaian yang ia kenakan, dan mulai membasuh dirinya dengan shower air hangat. Otak Minhyun memikirkan hal lain, yakni kemeja dan celana kerja yang melekat di tubuh Hyunbin. Tampaknya pria itu tak memikirkan repot-repot mengenai cipratan sabun yang mengenainya.

TrappedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang