2. Hari Pertama part.2

60 35 17
                                    

"Sudah ditetapkan, kas sebesar lima ribu rupiah per minggu. Khusus hari ini akan ditariki sebesar sepuluh ribu untuk membeli perlengkapan kelas yang kurang." Kata Bella di depan kelas ketika pelajaran kosong. "Jadi siapin duitnya ya..."

"Wuuuuu, baru masuk juga," celetuk Andre.

Bella manatap sinis, padahal Andre anak pemilik kafe tapi selalu saja mengutarakan keberatan perihal iuran.

"Lo sini deh jadi bendahara." Bella mengayunkan-ngayunkan tangannya kesal. "Gue yang duduk."

Tantangan Bella membuat Andre mendecak sebal. Tentu saja Andre tidak mau terlibat urusan hitung-menghitung, Andre tidak suka matematika, ia hanya suka main game.

Bella mulai berputar dari meja ke meja menariki uang kas setelah menenangkan adu urat. Pada hari pertamanya sebagai bendahara, Bella langsung bergerak cepat melaksanakan tugasnya. Bukan tanpa sebab, tidak hanya tugasnya sebagai siswa yang mulai aktif, Bella juga merangkap menjadi freelance Illustrator -itu juga kalo ada job-.

"Bel, lo hari ini cantik." Ucap Lutfi.

"Hngg." Bella tersenyum terpaksa, ia tahu ada udang dibalik batu. "Makasih, tapi tetep ga ada diskon."

"Aish, pupus sudah harapanku beli es mambo." Lutfi lalu menyerahkan uang sepuluh ribu rupiah setelah memandanginya lama. Cita-citanya membeli es mamboo sepulang sekolah kandas sudah.

Bella bernafas berat ketika sampai dibangku paling belakang, ia melirik Dior dari ekor matanya. Berpasang-pasang mata menunggu Bella mengucapkan kata-kata sakral di depan Dior. Seperti apakah reaksi preman yang suka malak, ditagih duit kas? Kurang lebih begitu pertanyaan yang mewakili sebagian besar isi otak anak kelas XI IPA 1.

"Kas." Kata Bella gugup.

Dior memandangi Bella dengan tatapan mengintimidasi.

Bella memberanikan diri memandang wajah Dior sedekat itu untuk pertama kali. Rahangnya tegas, rambut yang hitam lebat dipotong model mullet, alisnya panjang dan tebal, matanya tajam, bibirnya yang berwarna merah pucat terkantup rapat.

Bella menunduk, ia sudah tidak bisa lagi sok berani.

"Kalo sekarang kakak belum ada uangnya, besok juga bisa kok."

Setelah Bella berkata seperti itu, ia yakin beberapa temanya berbisik di belakangnya mengatainya cemen.

Bella menutup matanya, ia beranjak pergi, dua detik kemudian ia berbalik lagi menghadap Dior. Bella menunjuk badge papan namanya, "kalo mau kas cari Na-bel-la ya."

Dior melirik badge papan nama Bella. Bella berbalik dan pergi ke tempat duduknya sebelum Dior sempat menjawab perkataan Bella.

"Lo yang kesitu, gue yang deg-degan, anjir." Dara menarik kursinya mendekati meja Bella.

"Pasti ganteng kan dari deket?" Dara mengajukan pertanyaan retoris, semua manusia yang bermata normal pasti akan sepakat berkata iya.

Bella mengangguk, dia tidak bisa mengelak, matanya masih normal. Apalagi tadi ketika berhadapan dengan Dior jantungnya berdegup kencang karena 20 % kagum, 70 % ngeri, dan 10 % lain-lain.

Bayangan wajah pria itu terlukis sangat jelas diotaknya. Bella tidak mau pusing, dia tidak mau berurusan dengan laki-laki liar model seperti Dior, tipe ideal Bella adalah laki-laki baik-baik seperti Bagas, tetangga Bella yang bekerja sebagai Polisi.

"Nanti pulang sekolah lo mau nganter gue gak beli sapu?" Bella menoleh, menatap manik mata milik Dara yang sebesar kelereng.

Dara mengedipkan matanya lalu menggeleng, "gak bisa, bel. Sorry."

Nabella dan Tanda tanyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang