Love Latte, sebuah kafe di ujung jalan. Kafe yang terasa hangat dengan dominasi interior berwarna cokelat, kafe yang selalu kukunjungi di saat jenuh dan lelah.
Tak seperti namanya, kafe ini justru tidak menjual kopi sama sekali karena sang pemilik lebih menyukai teh. Sejujurnya kafe ini harusnya disebut sebagai kedai teh hanya saja aku lebih suka menyebutnya kafe, terdengar nyaman.
Sore ini sepulang dari kantor, seperti biasa aku mampir ke Love Latte.
"Selamat sore ahjumma," sapaku pada bibi pemilik yang sedang ada di meja kasir.
"Selamat datang kembali, kali ini kau ingin minum apa?" Tanya bibi Hong padaku.
Aku berpikir sebentar, namun aku masih tak tahu ingin meminum apa. "Bisa rekomendasikan aku sesuatu?"
Bibi Hong terkekeh, wanita paruh baya tersebut tersenyum manis. "Chamomile tea mungkin bagus untukmu, kulihat akhir-akhir ini kau sedikit kelelahan."
"Baiklah ahjumma, satu chamomile tea hangat dengan scone dan selai stroberi. Terima kasih."
Bibi Hong mencatat pesananku. "Silakan duduk ke mejamu, nanti Joshua akan mengantarkannya."
Pipiku menghangat, astaga mendengar namanya saja membuat jantungku berdegup kencang. Aku tersenyum canggung kemudian pamit pada Bibi Hong untuk duduk. Seperti biasa aku duduk di kursi yang ada di dekat jendela, aku suka tertimpa cahaya senja.
Aku melihat ke sekeliling kafe, hari ini sedikit sepi padahal biasanya kafe ini memiliki pengunjung yang cukup banyak dan didominasi oleh wanita, tentu saja karena ketampanan seorang Hong Joshua. Kafe ini sudah ada semenjak aku masih ada di sekolah menengah pertama, dan pertama kali aku berkunjung ke sini bersama orang tuaku lalu tak lama kemudian aku jatuh cinta pada kafe ini.
"Ini chamomile tea dan scone selai stroberi," Joshua meletakkan pesananku tepat di hadapanku, tubuhnya membungkuk terlampau rendah hingga wajahnya ada tepat di depan wajahku, padahal aku duduk di sofa yang cukup rendah.
"T-thanks," oh astaga, aku tergagap. Bagaimana jika dia tahu perasaanku.
Joshua tersenyum manis hingga matanya menyipit, duh lemah jantungku tolong. "Sama-sama."
Kuambil cangkir berisi chamomile tea yang asapnya masih mengepul, kuhirup lamat-lamat aroma bunga yang khas. Mataku terpejam rapat-rapat saat lidahku mencecap rasa manis diiringi rasa khas bunga.
"Wow! Kombinasi teh, senja, dan dirimu sungguh menakjubkan!"
Mataku terbuka dan aku tersedak seketika saat menyadari seorang Hong Joshua duduk di hadapanku sambil menatapku, dan dia tersenyum. Jika saja aku es krim aku pasti sudah meleleh.
Joshua memberikan sapu tangan padaku, padahal di hadapanku ada sekotak tisu. "Maaf mengagetkanmu, kau hanya terlalu menakjubkan untuk dinikmati dalam diam."
Astaga, ucapannya membuat pipiku panas. Bunda aku tak sanggup, putrimu ambyar.
Aku menerima sapu tangan yang diberikan Joshua kemudian mengusap jejak teh yang sedikit kusemburkan di sudut bibirku. "Kau bisa menyimpannya, anggap saja hadiah dariku karena kau begitu menakjubkan," Joshua meninggalkan begitu saja dengan tanda tanya.
Aku membuka lipatan sapu tangan berwarna pink dengan corak bunga berwarna biru tersebut. Aku tersenyum tipis saat melihat bordiran yang ada di salah satu sudut sapu tangan itu. YSH. Itu inisial namaku. Lihatlah dia bahkan jauh lebih manis daripada Dilan.
Aku mengoleskan krim manis di atas scone yang sudah dilapisi selai stroberi saat tanpa sadar suara manis itu kembali masuk ke pendengaranku. "Tidakkah kau lihat? Krim itu cemburu padamu karena kau terlalu manis."
Bisakah dia berhenti bicara? Setiap kata yang meluncur dari mulutnya hanya bisa membuat jantungku berdegup kencang dengan perasaan bahagia yang meluap-luap. "Maaf aku tidak bisa berhenti bicara, aku tidak ingin melepaskan kesempatan ini. Kesempatan untuk duduk berdua denganmu."
Aku hanya bisa diam. Jantungku berdetak terlalu cepat sampai-sampai lidahku kelu untuk bicara. Alhasil aku hanya bisa diam sambil merona. Ingin sekali aku menarik bibir Joshua kemudian membuangnya jauh-jauh agar dia berhenti bicara.
Detakan jantungku semakin tak karuan saat sadar ternyata Joshua juga menatapku lekat-lekat. Tidakkah dia sadar jika tatapannya itu seperti laser yang dapat membelah tubuhku?
"Aku suka menatapmu seperti ini. Malu-malu dan rona merah di wajahmu adalah definisi sempurna yang diberi oleh Tuhan," ucapnya lagi. Oh Tuhan! Siapapun hentikan manusia di depanku.
"Berhenti menggoda Nona Yoon, kau harus melanjutkan pekerjaanmu Joshua," Bibi Hong menghampiri kami, dan menepuk pelan pundak Joshua. Terima kasih Bibi Hong sudah menyelamatkan jantungku!
"Maaf anak itu menggodamu," ucap Bibi Hong.
Aku tersenyum canggung. "T-tidak apa-apa ahjumma, dia hanya bercanda," padahal dalam hati aku berharap dia serius dengan ucapannya.
Bibi Hong berjalan menjauh. "Sayangnya dia tidak bercanda!" Kemudiam tawa Bibi Hong memenuhi ruangan yang senyap ini.
Aku kembali menikmati hidangan di depanku setelah mendapat beberapa gangguan dari putra sang pemilik kafe. Aku mengunyah scone ku pelan-pelan, kunikmati rasa manis dari krim dan rasa asam yang dihasilkan selai stroberi buatan Bibi Hong yang begitu sempurna dicecap lidahku. Lagi-lagi tanpa sadar aku memejamkan mata--sebuah kebiasaan saat aku terlalu menikmatinya.
"Ini menu spesial untuk orang yang spesial."
Sontak aku membuka mata, kembali mendapati Joshua yang tersenyum manis. Nikmat Tuhan manalagi yang kudustakan.
Joshua meletakkan cangkir putih berisi cairan cokelat muda yang kuketahui sebagai kopi. "Kopi? Tidak biasanya ahjumma menyajikan kopi."
"Akhirnya aku mendengar suaramu yang lebih indah daripada harmoni burung gereja," TOLONG HONG JOSHUA BERHENTI MEMBUAT HATIKU AMBYAR.
Aku mencoba untuk terlihat santai padahal aku mati-matian meredam detakan jantungku yang sudah seperti tabuhan genderang perang. Salahkan Joshua yang selalu tersenyum manis disetiap perkataan yang meluncur bebas dari bibirnya.
Joshua menyodorkan cangkir putih itu padaku. Aku melihat sebuah tulisan di atasnya. Tulisan yang mampu membuatku tersipu malu dan hampir mati di tempat.
***
Gimana gaes gimana??? Vomment yeuuu
KAMU SEDANG MEMBACA
Seventeen As.....
FanfictionShort stories dan imagine tentang grup kpop, Seventeen. Baca aja sapa tau baper