Big Little Brother

287 15 5
                                    

"Noona! Masakan aku sesuatu! Aku lapar!" Rengek Seungkwan yang duduk di atas sofa sambil memainkan game dari PSP-nya.

Aku mendengus kasar, kuletakkan ponselku dengan kasar di atas karpet beludru yang kududuki. "Astaga Boo Seungkwan! Kau baru saja makan ramyun! Bagaimana bisa kau lapar?" Omelku tak kalah keras daripada waktu dia merengek. Padahal kami duduk sebelahan tapi kami saling berteriak.

"Oh ayolah noona! Eomma akan marah jika nanti eomma dan appa pulang dari Jeju berat badanku turun!" Elaknya, tetap mempertahankan keinginannya untuk makan. Masalah eomma yang marah? Itu hanya akal-akalannya saja, padahal sebenarnya eomma justru memintanya untuk mengurangi makan karena tubuh Seungkwan sangat berisi.

Aku berdecak kesal, melangkah dengan malas menuju dapur untuk sekedar membuatkannya sereal. Aku malas memasak, dan lagi ini sudah pukul sebelas malam. Memang dasar Boo Seungkwan!

"Noona! Buatkan aku sarapan!" Seungkwan mengguncang tubuhku yang masih enak menjelajah dunia mimpi bersama Ji Changwook.

"Ck! Masih gelap Boo Seungkwan! Kau baru saja makan beberapa jam yang lalu," aku makin mengeratkan selimut mengabaikan rengekan Seungkwan yang meminta makan.

"Hueeee.... Noona ayo buatkan aku sesuatu! Aku lapar!"

Aku membuka selimutku lebar-lebar kutatap adik laki-lakiku yang tersenyum lebar hingga matanya disembunyikan oleh pipi gembulnya. "Kau bisa membuat sereal sendiri Seungkwan! Astaga! Hanya menuangkan susu dan sereal!" Omelku.

"Ayolah noona eung?" Dia mulai aegyonya. Kalau sudah begini aku harus segera menurutinya jika tidak mau mati karena mual.

Aku mencubit pipinya gemas. "Baiklah Boo Seungkwan duduk lah di meja makan."

Seperti sihir, Seungkwan langsung menuruti perkataanku. Begitu Seungkwan tak terlihat lagi oleh mataku, aku langsung menutup kembali selimutku.

"NOONA!"

***

"Seungkwan-ah, maaf lama," aku menghampiri Seungkwan yang tengah duduk dan sibuk dengan ponselnya, main game online.

"Eoh? Noona kau bersama siapa?" Tanya Seungkwan. "Pantas saja kau memintaku mencari meja untuk empat orang. Tahu begitu aku cari untuk dua orang saja."

Aku mencubit pipinya. "Hei kau tidak boleh begitu."

"Maafkan dia Hansol-ah," Hansol menggenggam erat tanganku.

"Tidak apa-apa, mungkin dia kesal karena aku merebutmu noona."

"Cih! Kau berpacaran dengan bocah, noona?" Cibir Seungkwan tak terima. "Seleramu rendah sekali."

"Hei kau tidak boleh bicara begitu. Walaupun kalian seumuran kau tidak boleh tidak sopan begitu, apakah aku mengajarimu begitu pada orang lain?" Omelku.

Seungkwan meletakkan ponselnya ke atas meja dengan kasar hingga berbunyi dan aku yakin ponselnya retak sekarang. Dia terlihat marah sekarang. "Lebih baik kau tidak usah berpacaran dengannya noona, aku pergi."

Seungkwan meninggalkanku begitu saja dengan Hansol yang menenangkanku yang terkejut. "Maafkan dia Hansol-ah."

***

"Seungkwan-ah," panggilku pada adik laki-lakiku satu-satunya yang sedang menonton televisi.

Dia tak bergeming, menoleh saja tidak. "Kau kenapa?"

"Jangan berpacaran dengan Hansol, noona. Aku tidak suka," Seungkwan melipat tangannya.

Aku memberikan paper bag berisi satu loyang kue red velvet padanya, matanya berbinar tapi dia masih enggan menatapku. "Jangan kira aku akan mengizinkanmu pacaran dengan Choi Hansol."

Seventeen As.....Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang