Filosofi Tentangnya

5 1 0
                                    

Dua minggu hampir berlalu. Rencananya lusa aku pulang.
Banyak kesan yang akan terpatri dalam memoar berjudul masa lalu nantinya.
Walau dua minggu ini, hanya tiga kali berjumpa langsung dengan kak Gemara Nuhad. Aku tetap senang. Karena setiap momentnya itu penuh cerita, penuh warna penuh filosofi yang tidak bisa diterjemahkan dengan rumus sederhana. Penggambarannya luas. Kebahagiaan yang hakiki selami hati.

Sebenarnya, aku dan kak Gemara tak pernah chat yang aneh-aneh, anti baper dan gak pake mainstream.
Hanya seperlunya saja. Diluar itu kami gak chat.

...

Setelah makan ice cream hari itu. Aku dibuat tidak tidur dengan tenang. Karena baik imajinasi ataupun bunga tidurku hanya menyongsong lamunan tentang dia. Tiap hari aku bermimpi tentang dia. Mengulang hari itu, tiap-tiap hari. Setiap detik kepalaku tak pernah berhenti memikirkannya. Tiap nafasku kuastukan pada tuhan meminta yang terbaik untukku dan Gemara.

Pada malam-malam yang sunyi. Aku sematkan asa pada sebagian do'a-do'aku.
Kubisikkan namanya pada tuhan yang tak pernah tidur. Kutitipkan dia, agar hatinya senantiasa terjaga.
Menantinya dalam segenap perasaan yang tak mampu dikaji. Perasaan yang hilang timbul mengetuk sanubari.

Ia adalah cita-cita, pun bintang yang mungkin atau sedang kuperjuangkan. Namun, bilalah akhirnya tak sempat kudapat. Aku tak mengapa. Karena tak setiap bintang dapat dicapai oleh nalar. Namun sebagian perasaan dapat menggapainya.

Terlebih ia adalah sirius. Dan aku tak masalah jikalau ia berubah menjadi katai putih. Karena aku tahu pasal kebenaran sirius, ketika ia bersinar.

Ketika bintang menginginkan dekat dengan bulan. Aku tak akan menghalanginya, sebab sudah hukum alam. Aku tidak bisa menolak. Kubiarkan ia dekat dengan bulan, dengan malam begitu juga dengan angin. Karena dengan membiarkan hatiku melepas, kurasa aku bisa ikhlas.

...

Pagi buta.
Aku dilempar kasar bunga tidur. Tak sewajarnya ia membangunkanku dengan paksa. 
Ilusi yang menjadi alasanku terbangun. Halusinasi visualku aktif begitu saja. Seolah aku melihat Gemara melintas di depan kamarku.
Setelah tak lama adzan berkumandang. Aku bergegas mengambil air wudhu dan sembahyang.

Mentari pagi menyongsong masa yang kesekian kali. Ayu kilaunya, kiranalah rupanya. Jingganya berrima menggoda khatulistiwa. Senyumannya terhampar pada kaki langit yang sesekali memoles mega dengan seni lukisnya. Sesekali bercanda dengan daun-daun yang tengah bernyanyi oleh hembusan angin pun dengan celah-celah jendela yang menimbulkan koloid.
Tak diminta tanganku ikut bermain. Menutup beberapa titik celah dan tak ada kerjaan aku bermain boneka jari dengan bayangan jari tanganku.

Disamping sibuk makan pagi, tanganku yang lain ikut beraktivitas dengan menekan layar ponselku. Melihat pesan yan belum sempat terbaca.
Baru saja kutekan bilah status. Disana ada nama yang menjadi bahan halu pagi tadi. Aku terdiam melihatnya dan menghentikan makan pagiku sesaat.

"Kak Gemara?" Gumamku pelan.

Aku menekan story whatsappnya. Dan yang muncul empat kata yang sengaja ditulis dalam huruf katakana yang disusun secara terpisah.

' ナム ケ    ケ モ ワ   ナム ケ   ち ム ソ'


"Apa maksudnya?" Gumamku lagi.

Aku membuka kamus digitalku. Kucopy dan ku terjemahkan.

Yang muncul hanya kata 'tamuke kemowa tamuke chimuso'. Alisku sampai heran melihatnya sungguh tak dapat diterjemahkan.

'Apa maksudnya?'

Aku melihat story selanjutnya, yaitu gambar yang sengaja dikirim ulang. Sepertinya postingan orang yang sengaja ia bagikan. Gambar dengan dua sosok pria dan wanita. Berlatar belakang savana dengan pohon rindang di tengahnya.
Di ujung foto tertulis kalimat '' can't take my eyes of you"

Kayak judul lagu saja pikirku. Di bawah ada keterangan bertuliskan.

'Tenang saja dia sahabatku, sahabat yang ingin sama-sama berubah menjadi lebih baik'

"Sama-sama?? " gumamku. Aku menghirup nafas dalam-dalam.

Rasanya mataku perih. Hatiku pedih melihatnya. Bibirku menciut lima centi kebawah.

"Asik bener ngestalk orang!" Ujar bibiku yang tiba-tiba datang mengagetkan aku.

"Uhh, bibi apaan sih!" Sahutku ketus.

"Kamu suka diakan??" Godanya mengambil ponselku.

"Bibi. Kembalikan!! "

"Hah jadi dia? Dia itu siapa sih lupa lagi. Bentar, si… Gemara Nuhadkan? Dia alim tahu tsa!"

Aku tahu bi, tahu. Aku mengenalnya lebih dari yang semesta kira. Manalah aku sayang tanpa mengenalnya. Sudah jelas aku sayang dia karena mengenalnya.

Aku merebut ponselku. Dan menenggelamkan kepalaku diatas meja.

"Hmmm… kenapa nih?? Kalian berantem ya?"

Aku tak menyahut, hanya sibuk memainkan ponsel.

"Kamu cemburu ya, sama cewek yang ada digambar?"

Aku memandang bibiku dengan wajah memelas solusi.

"Dia dokter di rumah sakit yang dulu oma dirawat inap tahu! Dia sodara temen bibi!"

"Apa?? serius bi?"Ujarku terhenyak mendengarnya. Tak dapat disangka ternyata tali perkenalannya masih dekat.

"Iya serius, kamu cemburu ya sama dia?"

"Ah nggak kok!"

"Kalo nggak kenapa gak semangat kayak gitu!"

"Aku semangat kok bi!" Ujarnya tersenyum tulus.

Bibirku bilang begitu, padahal hatiku rasanya hancur. Tapi sudah kubilang aku tidak mengapa, karena mungkin sudah hukum alam.
Aku tak bisa memaksakan kehendak. Atas keegoisan diri yang nekat berbuat gegabah.
Walau ketidaksengajaan terjadi dengan caranya yang tak dapat diterka, walau oleh diriku sendiri.

Bisa mencintainya saja adalah sebuah anugerah. Karena aku tahu, aku masih diberi kepercayaan oleh sang pembolak-balik hati. Aku tahu, ini salahsatu nikmat yang patut disyukuri. Karena menaruh rasa itu tiada masalah sebab itu bentuk anugerah yang apakah bisa menguatkan atau mungkin merubuhkan.

Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Dan mau mengarahkannya kemana.

...

*Ruang Author
Dia itu abstrak. Yang memang terlihat ada namun nyatanya tiada.

ナム ケ    ケ モ ワ   ナム ケ   ち ム ソ (Dimana Cinta Harus diawali Dengan Perkenalan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang