Perjalanan Hati

3 1 0
                                    

Aku bergegas menuju perpustakaan untuk mengembalikan buku. Baru saja aku melangkah. Aku bertemu sosok lelaki dengan jas hitam berplat merah di ujung balkon.

Ia duduk bertopang dagu, memandang langit dikejauhan. Raut wajahnya tenang namun tersirat rasa cemas.
Melihatnya saja jantungku berdebar tak karuan.
Aku menghampirinya, dan duduk dikursi yang lain.

"Assalamu'alaikum kak!"

"Wa'alaikum salam, eh kamu!"

"Afwan kak, ngagetin kakak ya!"

"Ah nggak kok, ada apa? Apa ada yang ingin dibantu??" Ujarnya menawarkan.

Baru saja aku ingin menawarinya dengan penawaran yang sama, aku kalah cepat darinya.

"Ah nggak kok kak, tadi penasaran aja. Liat kakak kayak ngelamun gitu! Apa kakak ada masalah?" Tanyaku sok tahu.

Dia tertegun sejenak.

"Tak apa jika kakak tidak ingin cerita. Tapi jujur aku senang lihat  kakak yang selalu tersenyum. Pandangannya optimis, kinerjanya dinamis. Seolah kakak gak punya masalah!"

"Ngomong apa kamu, setiap yang bernyawa itu tak pernah lepas dari masalah! Tergantung orang itu mengatasinya bagaimana! " ujarnya sedikit bercanda.

Bodoh! Apa yang aku katakan.
Dia memandangku, seolah aku mengatakan hal yang salah ditelinganya.

"Iya sih kak! Mm... maaf sudah mengganggu waktunya kak! Assalamualaikum! " ujarku bergegas menjauh darinya.

"Wa'alaikum salam, eh aku lupa namamu siapa?" Tanyanya setengah berteriak.

Aku menghentikan langkahku dan menoleh kearahnya.

"Tsana Khoirunnisa" sahutku tersenyum percaya diri.

"Baiklah, Tsana terima kasih! " ujarnya lagi.

Aku tersenyum manis kearahnya, dan pergi selepasnya.

'Terima kasih apanya sih!'

Dari kejauhan aku melihat Khansa memandangku.
Entah-entah apa sedari tadi ia memperhatikan aku? Memperhatikan aku dengan Gemara Nuhad? Bagaimana jika ia menyadari bahwa aku memiliki perasaan yang sama seperti perasaannya terhadap Gemara.

"Asik bener!"

Telingaku panas bak tersiram lava merapi, pupilku membesar bak tersorot lampu. Netraku tak percaya dengan apa yang dikatakannya.

"Khansa bagaimana jika aku menyukai Gemara Nuhad?"

...

Setahun berlalu begitu saja, tanpa kesan yang jelas.
Pertanyaan yang kulontarkan pada Khansa setahun lalu selalu jadi inti ingatanku. Entah ia menyadari keseriusanku atas pertanyaanku atau sebaliknya. Ia selalu memandang dengan candaan belaka padahal jauh disana aku serius dengan pertanyaanku.

'Bagaimana jika aku menyukai Gemara Nuhad'.

Namanya selalu tersimpan rapi dalam benakku. Aku belum bisa melepas namanya begitu saja.
Mimiknya yang ceria, suka cita pada wajahnya. Ia seperti tak pernah dilanda masalah. Apa ia pintar dalam menyembunyikan masalah.

Sosoknya tak mudah untuk kulupakan, suaranya masih terngiang ditelingaku. Gambarannya masih berlarian di kepalaku. Nuhad apa yang kau lakukan padaku?

Hari ini juga, aku akan menghubunginya.



"Assalamualaikum! "
17.23


Aku meluncurkan pesan pada nomor yang dua tahun lalu aku simpan. Entah masa aktifnya masih berlaku atau tidak. Hanya ada satu ceklis abu-abu. Pesimislah harapanku.

...


Senja,
Bersama butiran air yang terjun tanpa asa yang luas.
Sore ini aku berencana mengunjungi bibiku yang bermukim didaerah Dago, Bandung.
Ia mengajakku untuk berkeliling di sekitaran kampus Universitas Pendidikan Indonesia pekan lalu. Kebetulan ia dosen disana.

Setelah memantapkan hati, aku berangkat seorang diri. Sebenarnya aku belum berpengalaman pergi jauh sendirian. Hanya aja, sebelum aku benar-benar terjun pada koridor sosial yang lebih luas. Sebaiknya aku memulai dengan perjalanan yang mungkin nanti akan menuntunku pada buah pelajaran hidup. Membantuku untuk sedikit berani dari biasanya bahkan lebih dari biasa yang aku lakukan.

Bercengkrama dengan petikan hujan. Dan seruling angin yang memelukku diam-diam. Aku mematikan ac yang sejam lalu aku hidupkan dalam kegerahan sebelum hujan datang memanjakan aku.

Bersama earphone merah jambu yang kupasang pada telingaku dengan pengiring lagu romantika yang tersemat dalam benakku berasa pada pria yang dua tahun lalu menjadi pengisi bingkai hati.

Pria yang tak pernah lari dari ingatanku.
Pria yang selalu menjadi tokoh dalam setiap cerita fiktifku. Dalam bayang-bayang imajinatif yang selalu kujadikan pemeran utama.

Tak berlama-lama,  bus ku naiki beberapa saat lalu. Mengantarku ke stasiun pemberhentian bus.
Jujur ini kali pertama aku menginjakan kaki di Bandung.

...


∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞∞

*Ruang Author

Memang kalo jadi anak rumahan itu sering susah kalo pergi sendiri. Perlu keberanian khusus buat mantepin diri. Tapi terkadang gak ada batas kalo buat perjalanan hati.

Oke ditunggu kritik dan sarannya, Jangan Lupa vote .

ナム ケ    ケ モ ワ   ナム ケ   ち ム ソ (Dimana Cinta Harus diawali Dengan Perkenalan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang