4 : Hari Pertama (2)

14.7K 944 84
                                    

"Kamu pernah liat nggak alamat e-mail ini?" tanya Fandy setelah melihat isi pesan E-mail Marwah di laptop yang kubawa.

Aku terdiam, otakku memutar mencoba mengingat-ingat.

"Nama? Julukan seseorang?" imbuh Fandy mencoba membantuku mengingat nama Eagleblack dan keterkaitannya dengan coretan gambar elang di majalah milik Marwah. Setelah beberapa detik, aku menggeleng. Aku sama sekali tidak pernah melihat atau bahkan mendengar nama tersebut.

Fandy menyenderkan punggungnya sembari menghela napas."Aku punya teman yang ahli melacak alamat e-mail, aku akan mencoba menghubunginya."kata Fandy.

Mataku berbinar, "Serius Fan?" dijawab Fandy dengan anggukkan mantap.

"Waktu kita tidak banyak. Kita harus atur planning untuk menemukan bukti lebih banyak lagi."kata Fandy, "Setelah aku baca e-mail ini, aku punya rencana selanjutnya, yakni menemui orang-orang terdekat Marwah. Kita kumpulkan informasi sebanyak-banyaknya untuk mencari keterkaitan dengan alamat e-mail ini."

Alisku bertaut menunjukkan keseriusanku mendengar rencana Fandy, "Lo kenal dengan orang-orang terdekat Marwah?"

"Yang aku kenal sih, Syifa. Dia satu kelas dengan Marwah."

"Oke, kita mulai dengan Syifa."

Detik itu juga, aku dan Fandy menemui Syifa. Kata Fandy, Syifa adalah teman kuiah Marwah, Fandy sering melihat mereka belajar bersama. Kami menemui Syifa di perpustakaan fakultasnya. Dia gadis berhijab, tubuhnya tidak terlalu tinggi, mungkin sebahuku. Wajahnya manis dengan kulit sedikit eksotis, dia memiliki mata yang besar dengan pandangan sayu. Aku harap Syifa gadis yang cukup terbuka karena penampilan yang sangat mendukung dengan persepsiku terhadapnya. Namun, apa yang aku dapat cukup mengejutkan.

"Aku nggak tahu, jangan tanya-tanya aku."kata Syifa dengan nada kurang enak.

"Kamu kan, temennya, Fa."

"Iya, emang, tapi, nggak mulu temen tau ya setiap masalah yang dihadapi temennya. Aku juga nggak niat ingin tau, aku tau batasan ikut campur urusan orang lain."

"Setidaknya kamu bisa memberikan sedikit saja informasi menjelang kematiannya, Fa. Sedikit saja." bujuk Fandy.

Aku hanya diam melihat perdebatan Fandy dan Syifa. Syifa seolah tidak peduli dengan kematian Marwah. Gadis itu mencoba menghindari pertanyaan Fandy. Sambil menata buku di perpustakaan kampus, Syifa seperti tak punya niat untuk membantu Fandy yang juga teman satu organisasi itu.

"Aku udah bilang, Fan. Aku nggak tau. Marwah seolah hidup sendiri dengan masalahnya dan aku nggak mau ikut campur."

"Aku mohon, Fa. Aku yakin kamu tau sesuatu tentang Marwah menjelang kematiannya. Tolong banget, bantu kita."

Syifa menggebrak meja dengan buku, sampai semua mahasiswa yang di perpustakaan menoleh ke arah kami. Dua mata Syifa menampakkan sorot kemarahan. "Kenapa sih, Fan, kamu selalu saja mikirin Marwah? Bahkan setelah dia udah nggak ada di dunia, kamu masih aja ngurusin dia. Kamu itu punya hidup sendiri, move on dong!" semprotnya.

"Kamu kok, gitu, sih, Fa? Dia itu temenmu, kematiannya itu nggak wajar."

"Kalau misal aku yang mati nggak wajar, apa kamu juga ingin tahu penyebab kematianku?"

"Maksudnya?"

Aku tersenyum miring. Melihat reaksi Syifa seperti itu, aku menduga bahwa Syifa memiliki perasaan yang spesial kepada Fandy. Dan kecurigaan pun muncul. Apakah kematian Marwah terdalangi oleh perasaan cemburu seseorang kepadanya?

"Oke, enough!" selaku karena situasi mulai chaos. "Cukup, Fan, kalo dia emang nggak bisa bantu, jangan paksa. Dan lo, Syifa. Thanks udah jadi temen yang BAIK buat Marwah. Semoga hidup lo berkah."pungkasku sembari mengajak Fandy untuk keluar dari perpustakaan.

[DMS 1] Maryam [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang