제 4 회

71 12 8
                                    

"Jika benang takdir sudah erat mengikat.
Tak ada lagi jalan untuk menghindarinya."
***

Happy Reading
😊😊😊


Setelah kejadian malam itu, Hyun merasa ada yang aneh pada perasaannya. Ayahnya terlihat begitu cemas dan ketakutan. Entah apa yang sebenarnya terjadi. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang ayahnya pikirkan.

Kedua matanya sembab. Ia tak bisa tidur semalaman karena merasa bingung.

"Seong Woo-ya, kau di luar?" seru Hyun kencang.

Seong Woo buru-buru masuk ke dalam kamar Hyun. Ia sedikit terkejut, karena melihat sosok putra mahkota yang biasanya terlihat rapi, malah menjadi tak terurus seperti itu. "Ada apa, Jeoha?"

"Antar aku ke tempat ibumu. Sepertinya, aku butuh sup ginseng buatannya!" ujarnya.

Seong Woo hanya bisa mengangguk patuh. Ia segera keluar untuk membiarkan Hyun mengganti pakaiannya, karena Kasim Jang sudah menunggu di luar.

"Jeoha, air rendaman bunga mawarnya sudah siap," ujar Kasim Jang memberi tahu.

Hyun keluar dari dalam kamarnya menuju sebuah ruangan yang di dalamnya terdapat sebuah bak besar berisikan air hangat dan taburan kelopak mawar. Hyun sangat menyukai aroma itu. Mengingatkannya pada mendiang sang ibu yang selalu menebarkan aroma mawar.

Air matanya nyaris menetes. Setiap pagi, ia selalu seperti itu. Menyuruh semua pelayannya untuk keluar. Menyendiri di dalam sana cukup lama sambil terus menghirup lepas aroma mawar yang khas tersebut.

Kedua ujung bibirnya naik. Ia tersenyum, saat tubuhnya sudah terendam air hangat yang menyegarkan, namun kedua matanya mengeluarkan air mata. Hyun tak bisa menahan perasaannya sendiri. Ia benar-benar merindukan sosok sang ibu. Tanpa adanya wanita itu, istana terasa seperti neraka. Tak ada yang mendukungnya. Ayahnya terlihat dingin, adik yang paling ia sayangi, Lee Soo, juga ikut dingin terhadapnya.

Tak ada satu pun yang ia mengerti di sini. Segalanya telah berubah. Wanita jahat itu sudah benar-benar menguasai istana.

***

"Katakan padaku, siapa dirimu yang sebenarnya?" Suara berat Tuan Hong memenuhi sebuah ruangan di mana pintu dan jendela yang terbuat dari kayu itu telah tertutup rapat. Ini masalah pribadi. Tidak seharusnya orang lain tahu tentang masalah yang sedang menimpa Seo Hyun, hingga menuntunnya sampai di tempat ini.

Seo Hyun sedikit ketakutan. Ia bahkan kesulitan untuk menelan salivanya sendiri. Diremasnya kedua tangan yang berkeringat itu. Menahan rasa takutnya untuk membuka suara. "Saya melarikan diri dari rumah," ujarnya singkat. Seo Hyun tak bisa berkata apa-apa lagi. Ia takut, laki-laki tua itu akan membunuhnya karena ia ketahuan menyamar menjadi seorang laki-laki.

"Pulanglah, orang tuamu pasti mengkhawatirkanmu--"

"Tidak, Naeri. Justru abeoji-lah yang menginginkan hal itu. Keluarga saya sudah menelantarkan saya. Saya tidak punya tujuan lagi, Naeri. Mohon bantu saya!" Seo Hyun yang putus asa, bersujud di hadapan Tuan Hong. Berdalih padanya untuk sebuah pertolongan.

Rasanya ia ingin marah, namun ia tidak tega melihatnya. Terlebih, saat melihat sang istri yang begitu perhatian kepadanya. Ia seperti terlempar ke masa lalu, di mana mendiang putrinya masih hidup. Masih bisa memberikan senyum secerah mataharinya pada keluarga itu. Gadis ini mengingatkannya pada putrinya. "Siapa namamu?"

"Hwi. Mereka memanggil saya Hwi." Seo Hyun sengaja tak memberitahukan nama aslinya pada Tuan Hong. Ia takut, Tuan Hong akan menyelidiki identitasnya, lalu mengembalikannya ke rumah yang rasanya seperti neraka untuk ia tinggali.

Two Moons {Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang