제 10 회

58 11 2
                                    

"Hukuman tidak hanya diberikan atas kesalahan diri sendiri.
Terkadang kita harus menanggung hukuman dari kesalahan orang lain.
Bukankah takdir itu tidak adil?"

❤❤❤

Happy Reading

***

Malam terus bergulir. Angin berembus kencang. Dingin begitu menusuk ke dalam tulang. Ngilu.

Seo Hyun memutuskan untuk tidak segera kembali ke rumah Tuan Hong. Terlalu banyak hal yang memenuhi pikirannya saat ini. Ia masih tidak menyangka, Sae Ron akan menikah secepat itu.

"Imo, arak beras, satu!" serunya sempoyongan. Itu sudah botol ketiga yang ia habiskan. Pikirannya benar-benar sudah kacau. Jika sudah begitu, Seo Hyun melampiaskannya dengan minum sampai mabuk. Setidaknya, ia bisa sedikit mengurangi rasa cemas dalam hatinya.

Hidup sang adik kini sedang dipertaruhkan. Seo Hyun ingin menyadarkan sang adik untuk tidak menikah dengan Hyun, namun ia tak memiliki hak lebih untuk itu. Melihat raut bahagia sang adik yang duduk di samping sang ayah dengan tawa mengembang, membuat nyalinya untuk menemui Sae Ron menjadi ciut. Ia tak ingin membuat kebahagian Sae Ron sirna.

Ia kini tengah dirundung kecewa.

"Ya! Mong-mongi, kenapa kau ada di sini?" tanya seorang pemuda. Ia melangkah semakin dekat ke arah Seo Hyun. Diikuti seorang pemuda lain dibelakangnya.

"Eo!" Seo Hyun refleks bangkit dari duduknya. Dengan tubuh yang sempoyongan, ia mencoba untuk bersujud. Memberi hormat pada laki-laki yang mendatanginya. "Hormat pada Yang Mulia Putra Mahkota!" serunya melantur. Cengiran bodohnya kembali muncul.

Itu memang Hyun. Ia datang bersama Seong Woo di belakangnya.

Sejak kejadian perkelahian kecil siang itu, Hyun merasa ada yang aneh dengan sikap Seo Hyun yang biasanya selalu bersikap usil dan tidak bisa diam. Entah kenapa, ia mulai menaruh perhatian besar pada laki-laki itu. Ia sendiri bingung menjelaskannya. Yang ia tahu hanya, seseorang yang begitu Seong Woo lindungi, berarti seseorang yang memang pantas ia lindungi juga.

Sejak keduanya bertemu di rumah Tuan Hong dan terlibat pertikaian, Hyun mulai merasakan sesuatu yang aneh pada perasaannya. Ia menyadari keanehan itu, namun tak mau membuatnya semakin rumit. Alih-alih memikirkannya, Hyun malah cuek-cuek saja.

"Ya! Ireona!" serunya, sambil membantu Seo Hyun untuk berdiri. Wajahnya sudah merah padam. Ia sudah benar-benar mabuk berat.

Ketiganya sudah duduk mengitari meja bulat yang di atasnya sudah tersaji tiga mangkuk sup nasi dan sebotol arak beras serta tiga botol arak beras yang sudah tandas isinya.

Hyun tak bisa berhenti tersenyum ketika melihat sikap menggemaskan Seo Hyun saat sedang berbicara melantur. Sedetik kemudian, ia tertawa keras. Entah menertawakan apa. Lalu sedetik kemudian, wajah Seo Hyun berubah murung.

"Aku sangat membenci putra mahkota--"

Mendengar kalimat itu tercetus, Hyun dan Seong Woo sontak membatu. Baru saja Seong Woo ingin menutup mulut Seo Hyun yang berbicara melantur, Hyun langsung menahannya. "Biarkan saja!" bisiknya tegas. Mau tidak mau, Seong Woo hanya bisa menurut.

"--dia sudah mengambil apa yang menjadi milikku! Kenapa harus gadis polos itu? Kenapa? Dia terlalu baik. Aku tidak ingin dia terluka!"

Samar, namun Hyun mengerti apa yang saat ini tengah dirisaukan Seo Hyun. Kesedihannya bukan bersumber dari keributan kecil tadi siang. Ini lebih rumit. Menyangkut seorang gadis yang besok akan ia pinang.

Two Moons {Hiatus}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang