03

1.5K 181 9
                                    

Mata yang masih tertutup oleh kelopak mata itu terlihat bergerak gelisah. Keningnya mengernyit tajam, dengan mata yang terpejam. Emeraldnya membelalak terbuka diikuti dengan tubuhnya yang juga tersentak hingga langsung terduduk dengan posisi tegak.

Seluruh permukaan tubuhnya terasa lengket dan basah. Tangannya terangkat menyapu wajah berkeringatnya akibat peluh yang mengucur deras.

Dadanya naik turun dengan pernapasannya yang berjalan tidak normal. Ia terbangun dengan perasaan seperti dirinya telah mengikuti lomba lari marathon.

Dia menghembuskan nafasnya pelan setelah keadaanya menjadi lebih baik.

Matanya yang tadi menatap kedepan kini bergulir pada pemandangan sekitarnya. Cahaya matahari telah memasuki kamar dan menyinari dirinya, pandangannya beralih melirik jam yang berada diatas nakas. Delapan tepat. Beruntung sekarang akhir pekan, hingga ia tidak perlu takut jika dirinya akan terlambat pergi ke Sekolah.

Ia menarik dirinya lalu menurunkan tubuhnya dari tempat tidur. Langkah kakinya membawa dirinya keluar kamar dan pergi kedapur, untuk menghilangkan sakit tenggorokan yang sedang ia rasakan.

Menutup botol ditangannya iapun menundukkan sedikit kepalanya sambil meletakkan kembali botol minum ke tempatnya.

Menutup lemari pendingin. Sesaat gerakan tangannya terhenti. Telinganya menegang dan berdiri tegak, dengan segera mempertajam indera pendengarannya. Ia merasa telah mendengar suatu hal yang aneh. Namun setelah dirinya berpikir keras, dengan gerakan menggendikkan bahunya acuh, ia pun memutuskan untuk kembali melanjutkan kegiatannya yang tadi tertunda.

Ia menundukkan kembali kepalanya dengan tangan yang terjulur meletakkan botol air minumnya. Dan ketika suara yang tadi terdengar ditelinganya kini kembali terulang. Dengan cepat ia melengokkan kepalanya kearah kanan. Memandang penuh antisipasi pada lorong yang menyambungkan dapur dengan ruang tengah.

Matanya memincing tajam memperhatikan ruang gelap gulita beberapa meter didepannya. Yang menjadi sumber penerangan dirumah ini hanyalah dari dapur tempatnya berpijak sekarang. Membuat ruang lain terlihat gelap karena lampu yang sengaja ia matikan. Sehingga hanya sedikit jarak yang dapat dijangkau oleh penglihatannya di dalam keremangan yang sepenuhnya mengelilingi dirinya.

Ia mengambil langkah mendekati sumber suara yang mengganggunya. Tangannya berpegang pada dinding disampingnya, mempermudah dirinya agar tak menambrak sesuatu.

Sakura mengerjapkan matanya kecil, ia tau jika ia telah mendekati posisi keberadaan saklar lampu. Bersyukurlah karena ia mengingatnya. Tak seberapa jauh dari lemari kecil yang ujungnya sedang ia jadikan pegangan sebelah tangannya sekarang. Sementara tangannya yang satunya lagi kembali ia gunakan untuk mencari saklar.

"Hahaha...." Gerakan tangan kanannya yang meraba dinding terhenti, ketika mendengar dengan jelas suara anak kecil yang sedang tertawa. Sama persis seperti saat ia sedang berada di dapur.

Tawanya kembali terdengar menggema dan kali ini disertai dengan suara benda yang seperti sedang diseret.

Beberapa detik hening dengan dia tak dapat bergerak sedikitpun. Hanya dadanya yang naik turun lebih cepat disebabkan oleh pernafasannya yang tak teratur. Perasaannya mulai tidak enak setelah suara itu pergi, menyisakan dirinya didalam keheningan memuakkan.

Lalu kembali Sakura menggelengkan kepala dan mengenyahkan perasaan itu dan kembali meraba tembok. Sementara diluar apartemennya frekuensi suara guruh semakin bertambah disertai dengan kilatan terang.

Kini guruh tersebut telah berada di wilayah apartemennya. Dan saat petir besar menyambar, membuat kilatan cahaya berisi listrik yang langsung menyeruak masuk memenuhi ruang apartemennya. Kilatan itu membantunya, hingga ia dapat melihat dengan jelas adanya sosok kecil yang ada dihadapan dirinya.

Two Days In Your HouseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang