Kirana sampai di Perpustakaan dengan perasaan gamang. Ia marah untuk sesuatu yang tidak ia mengerti. Ia paham ia baru mengenal Kak Tama tiga hari ini. Tapi bukan salah dia kalau Kak Tama tiba-tiba sering mendatangi nya, memberi senyuman padanya, dan akhirnya ia memikirkan itu semua di hari ini.
Dengan kesal Kirana mengambil satu buah buku yang ia harap bisa meredakan emosinya. Sedang Riri dan Agnes sibuk dengan memilih tumpukan CD film yang akan mereka tonton.
"Yakin mau baca buku itu?"
Tiba-tiba sebuah suara datang dari arah depan Kirana.
Randu.
"Iya," jawab Kirana pendek.
"Tapi itu kan buku soal-soal latihan Matematika loh," tanya Randu heran.
"Gue dari kecil kalau lagi kesel diajarin sama nyokap untuk nyelesein soal-soal matematika. Karena ketika ada soal yang susah, gue jadi mikir, jadinya emosi gue tersalurkan untuk memecahkan soal-soal itu."
"Nyusahin ya. Hemm, jadi sekarang lagi kesel nih?"
"Sedikit."
"Kesel kenapa kalau boleh tau?"
"Enggak boleh tau. Jangan tambah bikin kesel," jawab Kirana ketus.
"Okay.. okay..."
Randu pun mundur perlahan dan mengeluarkan iPod dari celananya. Sebuah iPod classic berwarna hitam yang masih terlihat bagus. Sambil memejamkan mata Randu memasang kedua headset di telinganya.
Kirana mengamati Randu yang tiba-tiba asik sendiri. Randu begitu hanyut dengan musik di telinganya tanpa mempedulikan sekitarnya.
Fokus Kirana kemudian kembali pada soal-soal Matematika di depannya. Sialnya buku yang ia ambil ada buku soal-soal kelas tiga SMA. Pelajaran integral dan cosinus belum dipelajari lebih dalam olehnya.
Saat ia hendak mengambil buku baru, ia ingin sekalian membuang bungkusan brownies di dalam tasnya.
Randu dapat mendengar suara Kirana bangkit dari tempat duduknya.
"Mau ke mana?"
"Take a new book. Yang ini gue enggak ngerti."
"Okay. Gue tunggu di sini ya." Randu kembali melanjutkan mendengarkan musiknya lagi.
Kirana mengangkat bahunya, tidak mempedulikan omongan Randu.
Saat berjalan ke arah depan perpustakaan Kirana mendengar suara riuh dari arah lapangan. Benar kata Riri, dari tempatnya berdiri ia bisa cukup dengan jelas melihat apa yang terjadi di lapangan sana.
Dari pengamatannya sekarang sedang berlangsung parade tim Olahraga. Kirana dapat melihat betapa riang para perempuan-perempuan cantik dengan pom-pomnya sedang menyemangati mereka-mereka yang mendrible bola ke sana kemari.
Yang paling cantik dan menonjol di antara semuanya tentu saja Kak Agni. Paras wajah Kak Agni adalah yang terbaik yang bisa ia lihat. Rambut hitam panjang lebatnya. Bentuk hidung dan rahang pipinya yang tinggi. Dan belum lagi tubuh rampingnya yang menawan.
Dan di lapangan Kirana bisa melihat Kak Tama yang dengan semangat membawa bola basketnya dan melemparkannya ke arah teman-temannya. Semua orang bersorak. Dan yang paling riang tentu saja adalah Kak Agni.
Setelah mencetak satu poin. Kak Tama pun mengambil mikrofon dan mengenalkan tim basketnya yang sudah menang beberapa pertandingan selama beberapa tahun terakhir sejak kehadirannya.
Lalu suasana lapangan pun kembali sepi saat para pemain basket itu bubar. Tapi tidak dengan Kak Tama. Seperti adegan slow motion, Kak Agni datang mendekat ke arah Kak Tama lalu memberikan handuk dan air minum. Respon dari Kak Tama berikutnya adalah sesuatu yang akan mengguncang batin Kirana.
Kak Tama tersenyum lalu mencium tangan Kak Agni dan mengacak-ngacak rambut Kak Agni yang kini terurai manis.
Kirana rela menukar apa saja untuk bisa berada di posisi Kak Agni saat ini.
Dengan perasaan yang semakin perih ia kembali ke dalam perpustakaan. Dengan gusar ia kembali ke tempat duduknya, dengan nafas yang berat ia lalu mengeluarkan brownies yang sedari tadi ingin ia buang. Brownies tidak bersalah tersebut kini ia remas sampai hancur.
"Di perpustakaan enggak boleh makan," bisik Randu.
Kirana tidak mempedulikannya. Ia mengacak-acak brownies di tangannya kemudian hendak melemparkannya ke tempat sampah. Yang tidak disangka apa yang akan dilakukan Kirana ditahan oleh Randu.
"Kenapa dibuang? Sayang tau," kata Randu.
Muka Kirana masih diliputi kekesalan yang tidak bisa ia tutupi. Randu pun tersenyum.
"Gue makan ya browniesnya?" kata Randu hati-hati.
Dengan ragu-ragu Randu mengambil satu persatu bagian brownies dari tangan Kirana. Kirana hanya terdiam melihat tingkah Randu.
Kemudian setelah brownies potong itu sudah di tangan Randu, dengan cepat Randu memakannya diiringi dengan senyum paling konyol yang pernah Kirana lihat.
"Browniesnya enak, tapi sudah keras ya. Capek ngunyahnya. Kayak lagi kesel terus disiram bensin. Kebakar deh. Kebakar emosi."
Kirana tersenyum mendengarnya.
"Kenapa elo selalu punya hal konyol untuk diucapkan sih?" tanya Kirana sebal.
"Ya kenapa juga elo harus punya alasan buat marah sih?" balas Randu jahil.
"Karena marah kan hal wajar dalam diri manusia."
"Memang sih. Tapi kalau diceritain ke orang lain terkadang beberapa kemarahan akan terdengar konyol. Makanya mending diketawain aja."
"Masuk akal sih. Tapi gue masih bete sih sebenarnya."
"Ya udah dengerin lagu aja."
"Kenapa harus dengerin lagu?"
"Karena kadang sebuah lagu bisa mewakilkan perasaan kita. So, kita enggak ngerasa sendiri-sendiri amat.
Lalu Randu menyerahkan satu headsetnya ke arah Kirana. Kirana mengambilnya dengan hati-hati.
Dari dalam headset tersebut kemudian terdengar musik yang Kirana sudah pernah dengar sebelumnya.
"I know this song," gumam Kirana.
"I love this song. Oasis itu legenda."
"Today is gonna be the day
That they're gonna throw it back to you
By now you should've somehow
Realized what you gotta do
I don't believe that anybody
Feels the way I do, about you now."
Dengan mood yang lebih tenang Kirana tiba-tiba melakukan humming di beberapa lirik dari lagu tersebut.
"I said maybe, you're gonna be the one that saves me. And after all, you're my wonderwall" Randu pun menutup lagu tersebut dengan menyanyikan reffnya berulang-ulang yang juga diikuti oleh suara Kirana kemudian.
Dengan diiringi musik dari Oasis mereka berdua pun tidak lagi berbicara satu sama lain dan hanya menghabiskan sore itu dengan mendengarkan lagu yang sama yang mereka dengarkan berulang-ulang tanpa bosan dengan kenyamanan menular ke dalam diri Kirana yang tanpa ia sadari.
Sore Kirana terasa tidak seburuk yang ia pikir.
---
YOU ARE READING
KIRANA
Teen FictionSeorang anak baru memutuskan melawan seisi sekolah dengan membuat PENSI yang tidak pernah ada sebelumnya di SMA kota kecilnya demi mendapatkan perhatian kakak kelas idolanya, sementara dia harus berurusan dengan kegilaan pernikahan kakaknya, nilai s...