#3.0 Second Date and Rapid Questions

1.2K 149 44
                                    

Namanya Pandu, Pandu Pangestu, mahasiswa angkatan 2015—seangkatan denganku—di jurusan Televisi dan Film.

Pertemuan awal kami cukup simpel dan nggak terkesan spesial, cowok itu bisa dibilang fotografer merangkap menjadi videografer freelance yang beberapa waktu lalu memiliki project bareng himpunanku untuk membuat after movie. Tipikal visiting company yang berakhir jalan-jalan di daerah Ibu kota. Tentu saja, aku sebagai Humas yang menjadi perantara antara himpunan dan si fotografer bayaran ini menjadi orang paling banyak berinteraksi dengannya, selain satu temannya yang merupakan anggota himpunan, the one and only person who recommended him—Tomy namanya.

This is what I like about Pandu, he's only doing what he loves, and he's really passionate about it. Contohnya, seperti yang kusebutkan sebelumnya; mengabadikan momen. Dan aku kagum dengan kenyataan bahwa cowok itu mengambil peluang dari apa yang ia sukai. Pernah sekali di perbincangan kami saat aku mendampinginya take video di company visit kala itu, he said that he loves the result; menemukan orang lain senang akan karyanya membuatnya ingin berkaya terus-menerus. Apalagi hingga dipercaya oleh orang lain, seperti saat dipercaya untuk membuat after movie, meskipun uang yang masuk ke kantongnya tak seberapa—of course, I know how much he was paid.

Seperti apa yang Pandu lakukan saat ini, ia menunjukkan seluruh karyanya yang diupload di Youtube padaku.

"Yang itu, aku iseng. That was my first time realizing that I love to make videos, so I decide to shoot everything."

"Even if it was just a bug," kataku, sedikit ada nada meledek merujuk pada video berisikan dokumentasi pergerakan sebuah kumbang kecil warna merah dengan spot hitam mengelilingi kubahnya, berpindah dari satu tanaman ke tanaman yang lain. But it's beautiful tho, he's great at it.

aku mendengar tawa ringan keluar dari mulut Pandu, dan lesung pipitnya juga. Nggak lupa eye smile yang membuat matanya menyipit di balik kacamata bulatnya itu. "Yeah, meskipun cuma kumbang," ulangnya pada kalimatku.

Aku ikut terkekeh. "Can I see you other videos?"

"Boleh dong!" jawabnya, kemudian jarinya berselancar pada kolom search di Youtube, pada akunnya yang terisi lebih dari sepuluh video. "Dan ini, teaser after movie dari visiting company kemarin. Aku baru nyelesaiin semalem."

"Wait, ini?" tanyaku, menunjuk video yang menunggu untuk ditayangkan dari ponselnya tersebut. "Kamu belum ngabarin aku kan soal ini?"

Pandu menggeleng, satu tangannya mencomot kentang goreng di atas meja dan memasukkannya ke dalam mulut. Sambil mengunyah, ia berkata, "Nggak, aku mau tau reaksi kamu secara langsung."

Senyumku sendikit mengembang mendengarnya. "Aku orang pertama?"

"Of course. Basically you're my liaison officer," katanya, menyenderkan punggungnya pada sofa kafe sambil membenarkan rambutnya yang bergelombang agak keriting itu. Well, he has this habit; membenarkan rambut. Pandu paling peduli dengan penampilannya. Itulah mengapa cowok ini akan terlihat sangat well-present jika berhubungan dengan fashion. Hal itu menjelaskan mengapa akun instagramnya terlihat seperti fotografer slash influencer yang galerinya berisi foto bidikannya, video yang dieditnya, konten grafis, dan kadang OOTD-nya. Dan tak lupa, followersnya yang mencapai lebih dari tiga ribu.

Tentu saja, aku kadang merasa minder jika disandingkan dengan dirinya karena aku hanya tipikal cewek regular yang berpakaian simpel dan dia adalah dewa dalam hal yang berbau keindahan seperti ia menata foto-foto yang di-upload di akun instagramnya.

And to be exact with that, saat ini Pandu mengenakan mao collar shirt warna krem berlengan pendek hingga memamerkan bisepnya, dan celana chino serta sepasang loafers.

Cage of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang