#2.0 BuCin

1.4K 189 51
                                    

God, I wish I have more time to sleep...

Aku yakin seratus persen, nggak ada orang yang terima untuk kuliah pagi. Dalam kasusku, hal ini membuatku hampir nggak bisa tidur semalam. Aku sampai di kosan mendekati pukul 5 pagi dini hari sementara kuliahku pukul 8 pagi-terima kasih kepada acara musik yang menyita seluruh waktuku untuk The Palace meskipun itu bukan jadwal kerjaku. Yep, Sunday is off from my work schedule, tapi karena aku orangnya sangat rendah hati dan tidak sombong, mengetahui kalau The Palace butuh lebih tangan untuk bekerja, akupun menawarkan bantuan. Dan tentu saja dibayar, aku nggak akan melakukannya kalau nggak ada uang lebih masuk ke dalam rekeningku selain gaji yang telah ditentukan.

Aku menutup mulutku yang menguap, menahan kantuk dan keinginan besar untuk terlelap dalam mimpi. Tapi, aku tetap membuka mata-meskipun merem melek dan pening luar biasa di kepala karena tidur nggak sampai dua jam-dan mencoba untuk berkonsentrasi pada apa yang dikatakan Bu Rahma, dosenku di mata kuliah ini.

Namun, gagal total konsentrasiku, belum lagi aku terdistraksi dengan obrolan dua cewek di belakangku mengenai pernikahan Gitasav yang dilaksanakan di Palembang karena biayanya lebih murah dibanding di Jakarta.

"Bagus nggak, sih! Pengen..." aku bisa merasakan betapa daydreaming-nya Widya di belakang. "Aku kalo mau nikah ya, maunya kayak gini juga gitu. Kenapa coba cik di Palembang?"

"Kenapa? Keluarganya ada yang di Palembang pasti, kan?"

"Itu salah satunya, selain itu... biaya nikahnya lebih murah dibanding di Jakarta. Bisa sampe tiga, empat atau berapa kali lipat gitu. Pokoknya berkali-kali lipat lebih mahal kalo di Jakarta. Soalnya mereka emang biaya sendiri bareng-bareng. Kayak yang... susah bareng-bareng gitu, iiih lucuuu!"

I think I can't hold it any longer. Mataku terasa sangat-sangaaat berat...

"Kamu!"

Dan kata tersebut membuatku melotot kaget. Seketika tubuhku langsung tegap dengan sendirinya dan kaku di tempat. Pandanganku refleks ke depan tertuju pada tatapan tajam Bu Rahma.

Beliau pasti sangat marah mengetahui aku hampir tertidur di kelas.

"Keluar!"

Aku tercengang mendengarnya. Ini serius? Nggak pernah sekalipun aku memiliki pengalaman diajar di kelas Bu Rahma di semester-semester sebelumnya. Tapi, apa memang sekejam ini?

"Itu, cewek berdua di belakang, keluar?"

Aah... seketika pandanganku beralih ke belakang hingga menemukan dua orang cewek duduk kaku dengan pandangan takut sekaligus bingung.

"Nggak mau keluar?"

Dua cewek itu menggeleng ragu.

"Oke kalo gitu, saya yang keluar," ucap Bu Rahma dengan kalem dan tegas di saat yang sama. Beliau langsung saja berbalik badan untuk membereskan barang-barangnya di atas meja, bahkan hampir mencabut kabel proyektor dari laptopnya sebelum suara rusuh di belakangku terdengar.

Widya dan Dian bangkit dari tempat, buru-buru keluar dari kelas. Bu Rahma menghentikan beres-beresnya, kemudian kembali menjelaskan materi.

Dan aku?

Aku memastikan diriku untuk nggak tidur, sebelum menjadi korban yang selanjutnya dikeluarkan dari kelas.

Note to myself: jangan bertingkah di kelasnya Bu Rahma, kecuali kalau beliau diganti dosen lain.

***

"Tuh, Puspa juga jadi saksi mata!"

Seketika seluruh mata langsung tertuju padaku saat aku baru sampai di markas. Markas: Sekretariat Himpunan yang selama ini selalu menjadi tempat persinggahanku dan anak-anak jurusan yang aktif dalam himpunan. Ukuran ruang sekre yang besar itu tak jarang membuat kami menumpang tidur di dalamnya, dan letaknya yang dekat dengan kantin membuat kami terbiasa untuk mampir.

Cage of HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang