Jika

1.3K 182 23
                                    


"Jika itu maumu, biarkan aku melakukan ini. Sekali saja. Aku mohon."

Dengan perlahan Singto mengecup bibir Krist, menciumnya dalam. Krist melingkarkan lengannya pada leher Singto, membalas ciumannya. Ciuman sederhana yang tulus, tidak menuntut balasan, hanya ingin memberi. Kedua mata Singto dan Krist sama-sama terpejam. Air mata kembali mengalir dari mata keduanya.

Baik Singto maupun Krist menikmati saat ini. Karena mereka tidak akan tahu, bisa jadi ini adalah saat terakhir untuk mereka. Bersama.

.

.

.

Singto melepaskan ciumannya lalu menatap wajah Krist. Memperhatikan matanya. Berharap ia dapat menemukan cinta di sana. Namun, mata itu sekarang memudar karena air mata. Kesedihan tercetak jelas dari pancaran mata Krist.

Singto memang sangat mencintai Krist. Mencintainya dengan sepenuh hati. Tapi, jika dengan bersamanya Krist tidak bahagia, apakah ia sanggup? Apa dengan seperti itu ia bisa bahagia? Apa yang ia harapkan lagi?

Singto menatap kedua tangan Krist yang menggenggam erat tangannya.

"Singto, bukan karena aku tidak mencintaimu. Ini—"

Singto menahan mulut Krist dengan jari telunjuknya. "Sudah. Aku mengerti. Aku sangat mencintaimu. Permintaanmu akan aku turuti. Tenang saja."

Singto beranjak berdiri, "Kau tidak perlu merasa bersalah. Kau tidak salah. Sekarang aku yang akan meninggalkanmu. Sehingga hanya aku yang disalahkan di sini."

Beberapa langkah Singto berjalan, ia berbalik. "Hanya satu yang harus kau ingat, Krist. Kau tetap menjadi orang yang paling kucintai."

Lalu Singto kembali melanjutkan jalannya. Pergi meninggalkan Krist. Pergi meninggalkan orang terkasihnya. Dan resmi pergi dengan hatinya yang terluka.

***

Rumor tentang pertengkaran Krist dengan Singto menyebar luas. Bukan tanpa alasan. Singto selalu terlihat bersama Krist. Melihat mereka yang seperti tidak mengenal satu dan yang lain tentu saja menimbulkan pertanyaan. Namun tidak ada yang mendapatkan jawaban. Singto hanya menatap sinis lalu pergi. Krist hanya memandang kosong tidak menanggapi. Dan Nana? Ia akan langsung mengamuk jika ditanya dan mengancam akan meninju siapa pun yang membahas pertengkaran Krist dan Singto di hadapannya.

Nana frustasi. Ia pun juga sama penasarannya. Krist selalu berakhir menangis jika Nana bertanya apa yang terjadi. Sedangkan Singto menghilang seperti ditelan bumi.

Sesuatu yang terjadi tempo hari bukanlah hal yang menyenangkan. Nana langsung bisa menduga begitu ia melihat wajah Krist yang sangat menyedihkan. Matanya kosong namun Krist seperti ingin menangis. Teman sekelas mereka kompak tidak ingin mengganggu Krist. Keadaan Krist sungguh menyayat hati bagi siapapun yang melihatnya.

Seperti sekarang ini, Nana sudah berulang kali memanggil Krist namun tidak mendapatkan jawaban apapun. Lelah karena tak kunjung ditanggapi, tangan Nana maju mencubit pipi Krist, "KRISTTTT!!!"

Krist hanya menoleh tanpa ekspresi, "Apa?"

"Ayo kita cari makan! Aku sangat lapar sekali!" ajak Nana sambil tetap mencubiti pipi Krist.

Krist melepaskan tangan Nana dari pipinya lalu beranjak, "Tidak. Aku tidak lapar,"

Lalu Krist meninggalkan Nana yang melongo, "Krist?! Kau mau ke mana?! KRIST!"

***

Krist berjalan lesu menuju rumahnya. Ia memutuskan untuk berjalan kaki alih-alih menaiki bus. Menapaki jalan yang sering ia lewati namun tidak ia perhatikan. Krist memanfaatkan waktunya untuk memperhatikan keadaan disekitarnya. Entahlah, sudah lama sekali sejak ia menghabiskan waktu dengan kesendiriannya.

A Million What IFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang