Cuma Naksir

27 1 0
                                    

Katanya, dia ganteng, tipikal cowok yang bisa bikin para cewek klepek klepek. Temen yang lain setuju, bahkan mengakui dia pernah sempet naksir cowok itu. Aku sendiri cuma menyimak obrolan mereka, sesekali menanggapi dengan candaan, tanpa mengungkapkan bahwa sebenarnya aku juga lagi naksir dia. Dan obrolan berakhir.

Ya, ku akui dia memang ganteng, tinggi, baik, sholeh, dan atas semua alasan itu aku naksir dia. Tapi setelah ungkapan dari temenku tadi muncul, aku jadi berpikir, aku gak jauh beda dari cewek-cewek lain yang naksir seseorang karena fisik mereka. Dan jelas sekali, aku punya banyak rival untuk urusan ini. Dan rivalku pun jauh lebih menarik daripada aku, lalu untuk apa aku masih ingin punya urusan hati dengannya?

Dan aku pun bertekad untuk menghentikan ketertarikanku padanya.

~

Pernah sepulang shift malam, aku diantar teman kerjaku hanya sampai depan gang menuju rumah. Tidak terlalu jauh daripada harus berjalan dari pabrik ke rumah. Dan setelah menyebrang menuju gang, aku lihat dia dan gengnya juga sedang menyebrang jalan dengan masih mengendarai motornya menuju warung kopi di sebelah jalan gang. Dia menyapaku lalu bertanya mengapa aku berjalan kaki. Dia pun juga menawarkan diri untuk mengantarku sampai rumah. Aku menolak dengan halus, alasanku karena sudah dekat dengan rumah, tapi dia mengotot. Dan dia memaksa untuk mengantarku benar-benar sampai depan rumah. Sambil sesekali mengajak ngobrol, dan aku cuma menjawab seadanya sambil menahan perasaan tertarik padanya yang lebih besar ini. Ya ampun, sudah dia ini tampan, rajin sholat, baik pula, cewek mana yang gak tertarik?

Sesampainya di rumah, aku berterima kasih dan menawarkan dia untuk mampir, sekedar basa-basi, dan tentu saja dia menolak. Dia pergi, aku masuk rumah, dag dig dug dorrr! Ya ampun melting, hahaha.

Tak henti-hentinya aku memikirkan kejadian barusan. Dia baik sekali, tapi aku yakin dia pun sebaik ini pada orang-orang di sekitarnya. Sudahlah, aku tidak boleh terlalu baper. Tapi apa boleh buat, semakin hari, aku tetap saja tertarik padanya, pada senyumannya, pada setiap tingkah gilanya dan ketaatannya dalam beribadah. Tidak, ini bukan cinta! Aku sangat yakin aku hanya tertarik padanya, cuma naksir.

HatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang