"Hm.. kalau begitu, baiklah. Akuu..."
"Lho, Lia? Kok belum pulang?"
Aku menoleh ke arah sumber suara, dan..Awan? Duh, mengapa dia muncul diasaat seperti ini sih? kok jadi begini? Semesta, harus apa aku sekarang?
"Hm.. i..iya"
"Apa yang iya?"
"Iya belum pulang"
"Nungguin gue? Hehe"
"Ih Awan apaansi!"
"Lo juga, ngapain disini Za?"
"Nungguin jawaban Azh.." belum sempat Dhiza menyempurnakan ucapannya, aku segera memotong kalimat 'berbahaya' itu,"DIA NUNGGUIN DYANA!"
"Hah? Kenapa lo yang jawab?" Kata Awan menatapku, aku terdiam tak bersuara, "Eh iya Za, lo tadi bilang nunggu apa? A.. az.. apaan dah? Siapa?"
"Udah deh Wan, pulang aja sana jangan ribettt" ucapku lagi sebelum Dhiza menjawab.Aku mendorong tubuh jenjang Awan, memaksanya untuk segera pergi, sedangkan Dhiza hanya diam. Tak berbicara bahkan tak memandangku. Dasar Awan, mengganggu hari bahagiaku saja.
"Kok ngusir sih? Tega banget Lia tegaaaaq"
Kata Awan sambil menunjukkan ekspresi sedih yang terlalu dibuat buat. Dhiza masih terdiam, diantara aku dan Awan. Diam tak membantah perkataanku mengenai dirinya yang kusebut menunggu Dyana. Atau jangan-jangan, dia memang menunggu gadis itu? Tapi tadi dia bilang tidak tahu dimana gadisnya. Huh, menyebalkan sekali!"Yaudah, kalo gitu, gue duluan aja ya." Akhirnya ia bersuara, tetapi hanya memandang Awan, dan tak menghiraukanku yang tepat disebelahnya.
"Lho Za, kok buru buru banget? Dyana juga belum nongol"
"Iya, emang ga ada rencana untuk nungguin dia sampe nongol. Gue cabut dulu ya, Wan!"Dhiza pergi setelah menepuk pelan pundak Awan. Dan dia masih mengabaikan aku, ada apa dengannya? Memangnya aku ini hanya bayangan? Kok, seenaknya dia pergi meninggalkan tanpa pamit begitu. Apa pamitnya kepada Awan sudah ikut mewakili? Tidak adil sekali jika begitu. Lantas, tawarannya untuk pulang denganku, tidak berlaku lagi? Apa Dhiza marah ya? Cepat sekali sifatnya berubah.
Duh, ini semua gara-gara Awan, dasar!
***
Setelah Dhiza pamit, Awan memaksaku untuk pulang bersamanya. Aku sudah menolak seribu kali lebih banyak dari ajakannya, takut merepotkan. Tetapi dia tetap memaksaku, katanya ingin tahu, sedekat apa jarak rumahku dari sekolah sehingga aku harus berjalan kaki. Dan benar dugaanku, saat tiba dirumah, Awan berkata "yaelah Li, jadi cuma segini doang? Panteslah" Ya memang, kan sudah ku bilang.
Aku tidak memiliki kegiatan apapun untuk mengisi waktu luangku selama libur tiba, selain membaca buku, dan menonton drama korea. Aku akan menetap dikamarku 2 x 24 jam hingga Ayah yang harus datang memjemputku untuk keluar dari 'sarang'ku. Ya, begitulah caraku menghabiskan detik disetiap mingguku. Tak ada yang istimewa. Sepertinya memang akan dan terus begitu, tidak tau untuk hari ini, kirakira aku akan melakukan apa ya? Paling, membaca, lagi dan lagi.
Baiklah, untuk hari ini aku memutuskan untuk membaca komik 'Hai Miiko' saja, sudah lama sekali aku tidak membacanya. Terakhir, hm kapan ya? Hehe.. Jika kalian mau tahu saja, aku suka sekali membaca. Buku-buku dikamarku tersusun rapi, mulai dari novel, majalah, hingga komik yang diurutkan berdasarkan serinya. Miiko adalah favoritku, kalian? Miiko sajalah ya, biar sama.
Ditengah kesibukanku bergelut dengan Miiko sambil menikmati beberapa cemilan, aku merasakan getaran dikasurku, drrtttt... drttt..
"Duh mana sih ini yang getar getar?"Drrtt...
"Iya sabar kenapa, hpnya belum nemu!"
"Mana yaa kok ga keliatan"Drrtt... hpku masih saja bergetar,
"NAH INI NEMU!"Panggilan tak terjawab: 081212121818
Lho, siapa ya?
Baru saja aku ingin menelfon kembali, sebuah pesan masuk ke handphoneku melalui aplikasi whatsapp.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dhiza & Kerinduan
Teen Fiction"Akan kuceritakan kisah tentangnya, melalui bait-bait cinta dari hatiku. Dia, seseorang yang memporak porandakan perasaanku hanya melalui tatapannya. Kuharap kau tak membencinya atau bahkan mencintainya. Sebab dia, adalah milikku, Dhizaku..." -Myche...