D&K 6

4 0 0
                                    

"Lia..."
Suara lembut itu tak begitu jelas terdengar ditelingaku, entah karena aku belum sepenuhnya sadar dari tidurku atau bagaimana.

"Lia.."
Kubuka perlahan mataku. Ah, malas sekali rasanya, tetapi harus.

"Lia sakit?"
Ku naikkan sebelah alisku mendengar pertanyaan itu,
"Ngantuk" jawabku singkat, sepertinya nyawaku belum sepenuhnya kembali.
"Tetapi kamu baik-baik saja, kan?" Aku mengangguk, lalu bangun dari tidurku dan duduk dikasur bersamanya. Ah, mengganggu tidur singkatku!

"Mengapa baru tidur pagi tadi? Ada masalah?"
"Kok Alan tau?"
"Aku tau segalanya, Lia"
"Sekarang jam berapa?"
"Jawab kakak dulu!"

Aku berlalu mengabaikannya, dasar pria yang ingin tahu segalanya!
"Liaaa!!"
Aku keluar dari kamarku, malas sekali harus berdebat dengannya.
"Jika tau segalanya mengapa masih bertanya?!"

"Eh tuan putri sudah bangun" sapa ibu yang kutemui dimeja makan.
Aku tersenyum, "pagi buu"
"Pagi?"
"Lia, ini sudah mau jam 3"
Aku terbelalak, sudah mau pukul tiga sore? Yang benar saja! Tidak biasanya aku seperti ini.

"Ibu tidak membangunkan Lia ya?"
"Kata Kakak tidak usah"
"Ha? Kenapa?"
"Aku kira kamu sakit, atau ada masalah. Mungkin" tibatiba Alan datang menjawab pertanyaan yang tidak diperuntukkan kepadanya.

"Alan soktau!"
"Lia, kakak itu khawatir sama kamu. Katanya kamu baru tidur pagi tadi, kenapa bisa sampai selama itu?" Tanya ibu.
"Kalau ada masalah jangan dipikirkan sendiri, kasih tau kakak!" Sanggah Alan sebelum aku sempat menjawab.

"Lia tidak dalam masalah apapun, jadi apa yang harus diberi tau?"
"Lantas mengapa baru tidur jam segitu?"
"Hm.. Lia.." duh, jawab apa ya?
"Tuhkan, bohong"
"Lia nonton drama! Sayang dilewatkan, jadi Lia tamatkan saja, penasaran." Jawabku asal sambil mengambil posisi disebelah ibu, menyomoti roti isi yang ada diatas meja makan.
"Kakak ga denger suara apapun, sama sekali. Lia pasti lagi mikirin seseorang"

Uhukk!! Uhuk!!
Sial, aku terbatuk mendengar pernyataan yang dilontarkan Alan.

"Tuhkan, siapa orangnya?" Goda Alan sambil mengusap lembut kepala ku dengan senyum paling menjengkelkan didunia,
"Ih Alan! Selalu soktau!"
"You're mine, Mychellia."

Aku berlalu meninggalkannya dan Ibu, tak ingin memperlihatkan perubahan rona dipipiku pada mereka. Menyebalkan! Alan selalu menyebalkan. Selalu ingin tahu segalanya tentangku, dasar! Padahal masih banyak urusan lain yang harus ia pikirkan, tentang pekerjaannya, atau mungkin tentang kekasihnya yang tak kunjung tiba.

***

Aku memandang lekat benda canggih ditanganku, masih memperhatikan pesan yang sama sedari tadi, pesan singkat yang membuatku kehabisan kata-kata. Tak tahu harus berbuat apa,

"081212121718: jangan menyalahkan dirimu sendiri, tidurlah..."

Ya Tuhan!! Bagaimana ini? Apa aku harus membalasnya? Atau justru mengabaikannya saja? Sekarang menuju pukul 7 malam, mungkinkah bila aku membalas pesannya sekarang? Ah, mengapa ia tak mengabari ku lagi setelah mengirimi pesan yang aku tak tahu maknanya? Dhiza, berhentilah membuatku bingung.

Aku meletak ponselku di atas meja rias, merenungi pesan itu sedari tadi mengundang lapar stadium akhir bagiku. Aku turun kebawah untuk mengambil beberapa buah dikulkas, lumayan untuk mengisi perutku malam ini. Ketika hendak kembali ke kamarku setelah mengambil beberapa buah dan segelas susu dikulkas,

"Malem ini tidur jangan kelamaan lagi ya, dek?" Ucap seseorang tanpa menatapku.
Ah, Alan.

"Dengerkan?"
Aku menatapnya yang tengah bergelut dengan laptop dipangkuannya.
"Alan juga harus begitu"
"Sini dulu.." Alan balas menatapku, dengar mata tajam yang dimilikinya.

Mati gue, mati.

"H.. hm?"
"Kakak bilang sini!"
Aku dengan ragu menuju kearahnya, yang benar saja, pasti ia mau membahas perihal mengapa aku tidur dini hari malam kemarin.
"Li.. Lia.."
"Apa?"
"Lia tidak sedang dekat dengan siapapun" ucapku dihadapannya,
"Hah? Sini duduk dulu disebelah kakak"
Aku memutar bola mataku, oh Alan yang baik hati, tolong jangan ingin tahu tentang segalanya!
"Percaya saja, Alan!" Kini aku sudah duduk tepat disebelahnya,
"Iya"
"Hah? Gi.. gimana?"
"Kakak haus, minta ya, susunya. Lia ambil lagi yang baru deh, eheh" Alan memancarkan senyuman khas yang sangat menjengkelkan dari wajahnya sambil mengambil susu dinampan yang kubawa.

"IH AALLAAAAANNN!" Aku memukulnya dengan bantal kursi bertubi tubi, Alan benar-benar menyebalkan!
"Uhuuk!! Uhuk!! Lia sudaaahh ampunn!!" Alan mencoba menangkis seranganku,
"Lia! Nanti ini tumpah, lho"
Aku tak mendengarkannya, masih tak berhenti menghantam tubuhnya..
"Lagian sih, Alan.." aku memanyunkan bibirku, seraya anak kecil yang tengah merajuk tak mendapat mainan.
"Deg degan ya? Hahahah" Alan terbahak melihat ekspresiku saat ini, aku mengangguk.
"Nanti kalau sudah patah hati, baru nyari nya Alan. Kalau lagi bahagia, lupa."
"Ih apaan sih! Soktau soktau soktauuuuu!!!" Aku menarik telinganya dan berteriak sekeras yang kumampu.
"Heh! Nanti ibu bangun Lia! Jangan bersisik!"
"Berisik!"
"Nah.."
"Galucu,Lan! Demi apa.."
Alan tersenyum sesaat, kemudian menyubit kedua pipiku dengan gemas,

"Lia udah gede, ya?" Ucapnya dengan tangan yang masih dipipiku, aku hanya mengangguk mengiyakan ucapannya.
"Kakak gananya sih, itu pernyataan, Lia." Aku memutar lagi bola mataku.
"Jangan cepet gede, Alan nanti sendirian"
Kusingkirkan tangannya dari wajahku,
"Alan! Taunya ngeledekin aja! Udah tau Lia ga ngapa ngapain,"
"Tapi nantikan bakal ngapa ngapain"
"Heh, Alan!"

Ia tergelak, "Kalau udah mau cerita, kasi tau dulu, yah?"
"Biar apa?"
"Biar Kakak jadwalin, ntar keburu di booking untuk meeting"
"Dih bodoamat gaya banget Lu!" Aku berlalu meninggalkan Alan, didekatnya lebih lama lagi justru tidak baik untuk kondisi kejiwaanku.

Aku kembali ke kamar tidurku, kunyalakan lampu yang sebelumnya sengaja dimatikan. Aku duduk di pinggir kasur, menyantap sebuah apel yang tadi kubawa. Tak butuh waktu lama, buah itu habis sekejap mata. Aku mengambil benda canggih yang sedari tadi tergeletak dimeja riasku, ingin mendengarkan beberapa lagu sebagai penghantar tidur malam ini.

You've 18 missed call.
Hah? Siapa?

Kusentuh layar ponselku untuk melihat siapa yang meneleponku berulang kali malam ini.
Deg. Nomor yang kukenal, nomor yang mengganggu pikiranku seharian ini, Dhiza! Dengan segera ku lakukan panggilan kembali kenomor itu, tak sampai deringan kedua, Dhiza sudah menjawab panggilanku,

"Hal.."
"Azkha kenapa lama sekali? Aku sudah didepan rumahmu"
"Hah? Maksudnya?"
"Aku tunggu 5 menit dari sekarang"
"Ta..ta.tapi.."
"Tapi apa?"
"Mau kemana?"
"Mau bertemu Ibumu, boleh?"
"Hah? Apakau sudah gila?"
"Jika belum boleh ayo pergi kesuatu tempat, cepat Azkha! Waktumu tinggal 4 menit 41 detik!"
"I..iyaa" panggilan berakhir.

Entah apa yang harus kulakukan saat ini, Dhiza mengajakku pergi? Kemana? Malam ini? Tanpa berpikir panjang, kuambil jaket jeans yang tergantung didepan lemari, dan kubiarkan celana tidur ini membaluti kakiku. Aku mendekati wajah ku ke cermin, astaga! Bak singa yang tengah kelaparan. Kupolesi sedikit liptint dibibirku agar tak terlihat pucat, dan kuikat rambutku menjadi satu.
Aku tergesa gesa menuruni anak tangga, dan menemui Alan yang masih setia dengan pekerjaannya.

"Alan, Lia mau cerita!"
"Ha?" Alan menatapku bingung, memperhatikan penampilanku dari ujung kepala ke ujung kaki.
"Sekarang!"
"Detik ini? Kenapa buru-buru banget si? Coba deh pelan-pelan ngomongnya, Lia. Duduk dulu si.."
"Alan! Lia serius! Lia suka sama temen kelas Lia, namanya Dhiza. Sekarang Lia mau pergi sama dia. Jadi Alan harus janji!" Aku berbicara tanpa spasi kepada Alan yang tampak tak mengerti,
"Janji?" Alan menyingkirkan laptopnya,
"Iya! Alan jangan kasi tau Ibu dan Ayah dulu, sekarang juga jangan kasi tau Ibu kalau Lia mau pergi"
"Lia mau kemana?!"
"Sebentar Alaaann, kasihan Dhiza menunggu lama. Alan jangan tidur, ya! Nanti bukain pintu untuk Lia!" Aku berlari keluar rumah meninggalkan Alan, tak peduli lagi dengan apa yang ingin diucapkannya.
"LIAAAAA!!!!"

***

-oohayyooo-

Apakabar semuanyaaa??? Mohon maaf lahir bathin yaa, baru bisa update hari ini hueheueheu. Semoga kalian semua sukaa!! Jangan lupa ninggalin jejak ya tementemen;)

-aw-

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dhiza & KerinduanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang