D&K 1

35 6 4
                                    

Happy reading!!

***

"Liaaa!!! Bangun nakkk! Liat sudah jam berapa sekarang! Ini hari pertamamu, lho"
"Heh Liaaaa! Setelah ini ibu ndak bangunin lagi ya? Ibu ndak mau tau lagi ya??"
"Oalah Gustiii, anak gadis kok bangunnya susah sekali, sih? Yasudahla, ibu ndak mau ngurus lagi."

Hening. Kini suara "merdu" itu tak terdengar lagi, kubuka mataku sedikit demi sedikit walau tak ingin. Ternyata ibu masi disana, setia duduk di pinggir kasurku.

"Iya bu, iyaaa. Lia sudah bangun"
"Ya memang begitu seharusnya, shalat dulu!"
Akhirnya wanita paruh baya yang masih dan selalu cantik itu pergi meninggalkan kamar kecilku. Dasar ibu, padahal mentari belum muncul dari singgasananya, tetapi marahnya sudah seperti kehilangan seluruh tupperware saja.

***

Setelah menunaikan segala kewajibanku, aku langsung pamit untuk pergi kesekolah sebab sebentar lagi waktu akan menunjukkan pukul tujuh. Jarak Sekolah dan rumah tak begitu jauh, sehingga aku tak perlu menggunakan transportasi. Sebenarnya ayah dengan berat hati mengizinkanku untuk berjalan kaki, maklum, aku ini bungsunya. Tetapi dengan segala alasan yang kuberikan, akhirnya ia setuju. "Kan sehat yah"
Begitu salah satu alasanku, hehe.

Saat tiba disekolah, aku langsung mencari dimana kelasku, karena waktu orientasi kemarin, aku tak dapat hadir, sebab kondisi badanku kurang memungkinkan untuk mengikuti program tersebut. Dan kini, sudah lima kelas yang kulalui, tetapi aku masih belum menemukan dimana kelasku.

"Hei! Murid baru?" Tanya salah seorang pria bertubuh tinggi yang mengenakan seragam putih-biru sama sepertiku.

Sudah tau nanya!

"Iya" jawabku singkat, malas berbaur untuk hari ini.
"Awan" lelaki itu mengulurkan tangannya, seraya memperkenalkan diri. "Achry Alzaqwan, jadinya Awan, baguskan, nama gue? Hehe" katanya lagi.

Anak ini kenapa sih?

"Iya, aku Lia."
"Milea? Wah, berarti aku jadi Dilan saja. Gak mau jadi Awan. Kecuali kalau kamu hujan, baru aku menjadi Awan"
"Kok jadi aku kamu?"
"Karna kan sudah jadi Dilan dan Milea. Haha"

Hening, aku tak mau tertawa, karna memang tidak lucu. Menurutku dia aneh, tidak menarik sama sekali. Tetapi dia terlihat baik dan tulus. Baiklah, ia teman pertama yang aku punya hari ini.
"Tidak lucu ya, Milea?"
"Aku bukan Milea"
"Tapi kan, kamu Lia"
"Tapi bukan Lianya Dilan!"
"Yasudah, Lianya Awan saja, ya?"

Iyakan sajalah, dari pada dia banyak bicara. Sedangkan aku masi belum menemukan kelasku, sepertinya Awan juga begitu. Kami menelusuri lorong sekolah bersama, kelas demi kelas, tetapi belum ketemu juga. Benar tidak ya, ini sekolah ku? Hmmm

"Nah ini ada nama gue! Eh, namaku!" Awan sudah berhasil menemukan kelasnya. Sial, bagaimana dengan aku?!!
"Yah Lia, nama lo ga ada. Eh nama kamu, hehe. Mau aku temenin nyari kelas dulu?"
Aku tak menjawab, masih sibuk memeriksa kembali apa benar namaku tidak ada, karna setahuku, ini sudah kelas kesepuluh yang aku kunjungi. Mau masuk di kelas mana lagi kalau begini?

"Ih Awan! Ini ada! Katamu tidak ada! Nyebelin banget sih!" Aku sedikit membentaknya sebab ternyata namaku tertera di depan papan nama tersebut.
"Hah? Tadi udah gue liat, emang ga ada kok yang namanya Lia!" Balas Awan yang tak terima disalahkan.
Hm, pantas saja, Lia itukan nama panggilanku. Biarkan sajalah, maaf ya, Wan. Hihihi
Aku pun masuk meninggalkan Awan didepan ruang kelasku, tidak memperdulikannya lagi.
"Lho, Liaaa!!" Ia mengikutiku dari belakang.

Ternyata ruang kelasku sudah penuh, sepertinya murid kelas ini memang sudah hadir semua, hanya aku dan Awan saja yang sedikit terlambat masuk karna terlalu lama mencari kelas. Awan sudah memiliki banyak teman, karna setengah dari isi kelas ku adalah teman alumni SMP nya dahulu, curang! Setelah bertemu temannya, dia malah meninggalkan aku. Dasar, lelaki. Saat sendiri saja, manisnya bukan main!

Aku pun sedikit bingung untuk mencari dimana bangku kosong yang tersisa, sepertinya insan disini sudah berbaur semua sejak masa orientasi. Sedangkan aku, tak mengenal satu pun dari mereka.

Tiba-tiba salah seorang wanita yang cukup cantik menghampiriku.
"Sini, masih ada bangku kosong dibelakang ku" tawarnya padaku, yang tampaknya tahu isi kepalaku.
"Oh, iya. Terimakasih"
Aku mengikutinya, menuju kursi tersebut. Ia memperkenalkan diri. Dyana, katanya. Dan ia pun turut memperkenalkan teman teman yang sudah lebih dulu ia kenal. Senangnya, masih banyak orang baik dibumi ini.

Lalu ya seperti biasa, murid murid diminta memperkenalkan diri didepan kelas satu persatu, setelah itu, belum ada pelajaran yang harus dihadapi untuk hari ini. Aku menjadi orang terakhir yang memperkenalkan diri, dan walikelasku meninggalkan kami, agar bisa lebih mengenal, sepertinya. Sepertinya kelas ini tak begitu buruk, Dyana juga ramah padaku begitu pula teman-teman baruku yang lainnya.

"Hei" tiba-tiba seseorang yang berada tepat dibelakangku membuka suara. Entah kepada siapa tujuannya, tetapi aku menoleh saja, mana tahu ia memanggilku.
"Ya?" Jawabku setelah menoleh. Ia tak menyaut lagi, hanya diam menatapku dengan manik coklatnya. Aku pun tak membuka suara. Terpaku pada mata indah itu. Ada apa denganku?
"Kamu memanggilku?" Katanya. Memecahkan keheningan.
"Aku?" Aku menunjuk diriku, maksudnya bagaimana?
"Ya, siapa lagi?"
"Kan tadi kamu, yang memanggilku."
"Memangnya aku bilang apa?"
"Hei?"
"Iya, hei juga. Aku Dhiza, kamu?"
"Ha?"
"Kamu? Namamu?"

Aku diam, membisu. Aku kenapa, ya? Kok jadi salah tingkah begini diperlakukan dengan aneh oleh lelaki ini.
"Kok diam? Tidak punya nama ya?" Katanya lagi.
"Hah, punyalah! Namaku Lia, Mychellia Azkhara"
"Siapa? Mis? Mis apa?" Tanyanya lagi. Membuatku semakin salah tingkah, padahalkan ia hanya bertanya. Apa ini karena paras tampannya? Heh, Lia!
"My-chel-lia Azkha-ra" ku sebutkan namaku perlahan agar ia mengerti.
"Oh, Azkha. Bilang Azkha saja kok repot"
"Panggilannya Lia, bukan Azkha. Aku tidak suka di panggil begitu,"
"Karena?"
"Ya tidak biasa seperti itu"
"Nanti akan terbiasa"
"Lia saj.."
"Senyummu manis juga ya, Azkha" ia tersenyum. Indah sekali. Aku pun demikian. Lho, Lia! Kamu kenapa tersenyum?!! Aku pun memutar balik badanku, sudah cukup bertemu dua pria aneh untuk hari ini.

Tetapi Dhiza, kenapa membuatku begini ya? Aku merasa pipiku memanas detik ini juga. Ada apa denganku? ada apa dengan hatiku? Tidak mungkinkan jika aku... ah Lia, eh, Azkha. Kamu ini kenapa sih? Diakan hanya ingin berkenalan, kenapa malah jadi salah tingkah begini? Aneh!

Apa aku.....

***

Jakarta, 21 Juni.

Hari ini, hari dimana mata kita saling bertemu..
"Hei" kau bilang. Setelahnya aku menoleh, lalu kau diam. Tak melanjutkan perkataanmu.

Hari ini, hari dimana mata kita saling bertemu..
Kupandang jelas manik coklat itu lekat lekat, hingga aku terpikat.

Hari ini, hari dimana mata kita saling bertemu..
Tak banyak yang kau katakan, bahkan kau hanya terdiam selepas memanggilku.
Sama layaknya aku, sebab aku telah terpaku.

Hari ini, hari dimana mata kita saling bertemu..
Ah, akhirnya kau tak lagi diam membisu. Kau lemparkan senyum manismu itu kepadaku, dan akupun melakukan hal yang sama. Hingga kita sama sama membeku, tetapi berusaha menganggapnya angin lalu.

Lalu setelahnya, aku rutuki diri sendiri. Sebab aku begitu cepat untuk jatuh hati..

Dhiza & KerinduanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang